Sherpa, Sang Penyelamat Menuju Puncak Gunung Everest
Sherpa identik dengan asisten yang membantu pendaki dari barat untuk mencapai puncak Gunung Everest.
Context.id, JAKARTA - Seorang pendaki asal Malaysia sontak menjadi viral dalam sepekan terakhir. Pasalnya, pria bernama Ravichandran Tharumalingam tersebut disebut-sebut tidak berterima kasih kepada Sherpa yang menolongnya di jalur menuju puncak gunung tertinggi dunia, Everest.
Namun, siapakah para Sherpa yang menjadi pendukung utama para pendaki menuju puncak Everest ini? Mengapa mereka bisa sangat terlatih dan andal dalam pendakian Everest?
Dikutip dari Tibet Travel, kata Sherpa identik dengan asisten yang membantu pendaki dari barat untuk mencapai puncak Everest. Namun nyatanya, Sherpa merupakan kelompok etnis yang ada di lembah Khumbu, taman nasional yang mengelilingi Everest.
Sebelum intrusi Barat pada abad ke-20, para Sherpa mengaku bahwa mereka tidak pernah mendaki gunung. Pasalnya, mereka menganggap bahwa gunung tersebut merupakan rumah dari para dewa.
BACA JUGA ST010 Laris Manis, Cek Jadwal Penawaran 4 SBN Ritel Ini
Kendati demikian, mereka tetap memiliki kemampuan fisik yang luar biasa. Mereka sudah terbiasa untuk berlari dengan oksigen yang tipis.
Selain itu, karena sudah lahir besar di dataran tinggi, mereka juga sangat hebat dalam memanjat. Tak heran jika para Sherpa ini terkenal di komunitas pendakian internasional.
Bahkan, beberapa pendaki juga berspekulasi bahwa kemampuan mereka merupakan hasil adaptasi genetik untuk hidup di dataran tinggi. Etnis ini dilaporkan memiliki enzim pengikat hemoglobin yang unik yang memroduksi oksida nitrat dua kali lipat.
Sherpa Salah Satu Pendaki Pertama Everest
Mengutip National Geographic, 29 Mei 1953, salah seorang Sherpa, Tenzing Norkay bersama seorang ekspedisi asal Inggris, Edmund Hillary berhasil menaklukan gunung tertinggi di dunia.
Pertemuan kedua orang tersebut bukanlah sebuah kecelakaan. Pasalnya, dari dulu, tim ekspedisi memang sudah mengincar seorang Sherpa untuk bekerja sama dalam penjelajahan ke puncak.
Tenzing dipilih sebagai partner perjalanan menaklukan Everest lantaran ia sudah pernah enam kali naik ke gunung itu.
“Itu selalu menjadi niat Hunt [pemimpin ekspedisi Inggris], jika memungkinkan, untuk memasukkan seorang Sherpa ke salah satu tim puncak, sebagai cara untuk mengakui kontribusi mereka yang tak ternilai bagi keberhasilan ekspedisi ini,” ujar George Bond, salah satu anggota ekspedisi Inggris.
Sebahaya Apa Gunung Everest?
Melansir The Hindu, Everest merupakan gunung tertinggi di muka Bumi, dengan puncak yang berada 8.849 meter di atas permukaan bumi. Oleh karena itu, untuk menaklukan puncaknya, butuh persiapan yang tidak main-main.
Para pendaki biasanya melakukan persiapan ekstensif yang dapat berlangsung berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Persiapan itu dimulai dengan menyesuaikan diri dengan tidur di ketinggian, berlatih bernafas di ruangan yang rendah oksigen, hingga mencoba mendaki gunung lain yang memiliki tinggi di atas 6.000 meter.
Sekalipun sudah melakukan persiapan yang serius, tetap saja puncak tertinggi di bumi ini sulit digapai. Pasalnya, banyak bahaya tak terduga yang mengintai.
Ancaman itu datang dari risiko longsoran salju, batu atau es yang jatuh, bahaya saat melintasi air terjun, hipotermia, kelelahan, hingga berbagai penyakit lainnya.
BACA JUGA 10 Orang Terkaya di Dunia, Bernard Arnault Masih Jawara
Tak heran jika menurut Database Himalaya, sejak dulu, sudah ada lebih dari 310 orang yang kehilangan nyawa saat ingin menaklukan Everest.
Bahkan pada periode Januari-Mei 2023 sendiri, sudah ada 11 nyawa yang melayang dan 2 pendaki yang masih hilang saat pendakian.
Adapun, pada 2006-2019, tingkat kematian pendaki non-Sherpa untuk pendakian perdana adalah 0,5 persen untuk perempuan dan 1,1 persen untuk laki-laki.
RELATED ARTICLES
Sherpa, Sang Penyelamat Menuju Puncak Gunung Everest
Sherpa identik dengan asisten yang membantu pendaki dari barat untuk mencapai puncak Gunung Everest.
Context.id, JAKARTA - Seorang pendaki asal Malaysia sontak menjadi viral dalam sepekan terakhir. Pasalnya, pria bernama Ravichandran Tharumalingam tersebut disebut-sebut tidak berterima kasih kepada Sherpa yang menolongnya di jalur menuju puncak gunung tertinggi dunia, Everest.
Namun, siapakah para Sherpa yang menjadi pendukung utama para pendaki menuju puncak Everest ini? Mengapa mereka bisa sangat terlatih dan andal dalam pendakian Everest?
Dikutip dari Tibet Travel, kata Sherpa identik dengan asisten yang membantu pendaki dari barat untuk mencapai puncak Everest. Namun nyatanya, Sherpa merupakan kelompok etnis yang ada di lembah Khumbu, taman nasional yang mengelilingi Everest.
Sebelum intrusi Barat pada abad ke-20, para Sherpa mengaku bahwa mereka tidak pernah mendaki gunung. Pasalnya, mereka menganggap bahwa gunung tersebut merupakan rumah dari para dewa.
BACA JUGA ST010 Laris Manis, Cek Jadwal Penawaran 4 SBN Ritel Ini
Kendati demikian, mereka tetap memiliki kemampuan fisik yang luar biasa. Mereka sudah terbiasa untuk berlari dengan oksigen yang tipis.
Selain itu, karena sudah lahir besar di dataran tinggi, mereka juga sangat hebat dalam memanjat. Tak heran jika para Sherpa ini terkenal di komunitas pendakian internasional.
Bahkan, beberapa pendaki juga berspekulasi bahwa kemampuan mereka merupakan hasil adaptasi genetik untuk hidup di dataran tinggi. Etnis ini dilaporkan memiliki enzim pengikat hemoglobin yang unik yang memroduksi oksida nitrat dua kali lipat.
Sherpa Salah Satu Pendaki Pertama Everest
Mengutip National Geographic, 29 Mei 1953, salah seorang Sherpa, Tenzing Norkay bersama seorang ekspedisi asal Inggris, Edmund Hillary berhasil menaklukan gunung tertinggi di dunia.
Pertemuan kedua orang tersebut bukanlah sebuah kecelakaan. Pasalnya, dari dulu, tim ekspedisi memang sudah mengincar seorang Sherpa untuk bekerja sama dalam penjelajahan ke puncak.
Tenzing dipilih sebagai partner perjalanan menaklukan Everest lantaran ia sudah pernah enam kali naik ke gunung itu.
“Itu selalu menjadi niat Hunt [pemimpin ekspedisi Inggris], jika memungkinkan, untuk memasukkan seorang Sherpa ke salah satu tim puncak, sebagai cara untuk mengakui kontribusi mereka yang tak ternilai bagi keberhasilan ekspedisi ini,” ujar George Bond, salah satu anggota ekspedisi Inggris.
Sebahaya Apa Gunung Everest?
Melansir The Hindu, Everest merupakan gunung tertinggi di muka Bumi, dengan puncak yang berada 8.849 meter di atas permukaan bumi. Oleh karena itu, untuk menaklukan puncaknya, butuh persiapan yang tidak main-main.
Para pendaki biasanya melakukan persiapan ekstensif yang dapat berlangsung berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Persiapan itu dimulai dengan menyesuaikan diri dengan tidur di ketinggian, berlatih bernafas di ruangan yang rendah oksigen, hingga mencoba mendaki gunung lain yang memiliki tinggi di atas 6.000 meter.
Sekalipun sudah melakukan persiapan yang serius, tetap saja puncak tertinggi di bumi ini sulit digapai. Pasalnya, banyak bahaya tak terduga yang mengintai.
Ancaman itu datang dari risiko longsoran salju, batu atau es yang jatuh, bahaya saat melintasi air terjun, hipotermia, kelelahan, hingga berbagai penyakit lainnya.
BACA JUGA 10 Orang Terkaya di Dunia, Bernard Arnault Masih Jawara
Tak heran jika menurut Database Himalaya, sejak dulu, sudah ada lebih dari 310 orang yang kehilangan nyawa saat ingin menaklukan Everest.
Bahkan pada periode Januari-Mei 2023 sendiri, sudah ada 11 nyawa yang melayang dan 2 pendaki yang masih hilang saat pendakian.
Adapun, pada 2006-2019, tingkat kematian pendaki non-Sherpa untuk pendakian perdana adalah 0,5 persen untuk perempuan dan 1,1 persen untuk laki-laki.
POPULAR
RELATED ARTICLES