Akankah Indonesia Dililit Krisis Utang di 2023?
World Economic Forum menyatakan bahwa Indonesia sedang terancam risiko krisis utang.
Context.id, JAKARTA - World Economic Forum (WEF) dalam laporan The Global Risk Report 2023 menyatakan Indonesia sedang terancam risiko krisis utang. Hal ini seturut dengan meningkatnya rasio utang pemerintah sejumlah negara G20 dan Asean akibat pandemi Covid-19 dan kondisi global saat ini.
Secara global, krisis utang pun menempati urutan ke-11 dalam risiko jangka pendek dan urutan ke-14 dalam risiko jangka panjang. Adapun keduanya merupakan risiko tertinggi dalam kategori ekonomi.
Dikutip dari The Balance, krisis utang terjadi ketika sebuah negara sudah tidak dapat membayar bunga atas utangnya ke instansi atau negara lain.
Mengutip dari WEF, hal ini biasanya dikarenakan kegagalan upaya stabilisasi trajektori harga dan dan meletusnya gelembung (bubble burst) dari sebuah aset. Hal ini diperparah dengan potensi negara-negara berkembang yang akan menghadapi tekanan ekonomi dan trade off lebih lanjut pada tahun ini. Lebih lanjut, potensi tingginya inflasi juga akan memperparah adanya kesulitan utang dalam skala global.
Alhasil, negara yang mengalami krisis utang akan mengalami kesulitan keuangan dan potensi terparahnya adalah kebangkrutan.
Oleh karena itu, akankah risiko ini akan terjadi atau tidak, semua tergantung dari kebijakan pemerintah dalam mengelola utang.
Kendati demikian, Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyatakan bahwa rasio utang pemerintah Indonesia masih dalam batas aman dan terkendali. “Meskipun dengan peningkatan tersebut, masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal,” ujar laporan dalam APBN KiTa, dikutip dari Bisnis.
Optimistik tersebut tidak terlepas dari data bahwa rasio utang pemerintah Indonesia 2022 relatif lebih rendah daripada negara lainnya. Dimana, rasio utang pemerintah Indonesia adalah sebesar 39,6 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Persentaase inipun lebih rendah daripada Korea Selatan, China, Filipina, Malaysia, India, dan Amerika Serikat.
Dikutip dari Bisnis, berdasarkan jenisnya, utang pemerintah Indonesia didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 88,53 persen dari seluruh jumlah utang. Adapun kalau dari jenis mata uang, utang pemerintah mayoritas berbentuk rupiah dengan persentase mencapai 70,75 persen.
Hal ini pun sesuai dengan keterangan dari Kementerian Keuangan, bahwa pergerakan posisi utang pemerintah Indonesia dipengaruhi oleh transaksi pembiayaan berupa penerbitan dan pelunasan SBN, penarikan dan pelunasan pinjaman, serta perubahan nilai tukar.
Beban Utang Indonesia Bisa Meningkat
Utang pemerintah Indonesia terus mengalami kenaikan di tahun kemarin, terutama menjelang tahun. Oleh karena itu, dikutip dari Bisnis, pemerintah diminta untuk mewaspadai risiko dari melonjaknya utang dan beban bunga yang harus dibayarkan.
Mengutip data dari Kementerian Keuangan, utang pemerintah sudah bertambah sebesar Rp635 triliun dalam kurun waktu hampir satu tahun (Januari-November 2022). Mengingat posisi utang pemerintah pada Januari 2022 sebesar Rp6.919,1 triliun dan posisi utang pada akhir November 2022 sudah mencapai Rp7.554,2 triliun.
Oleh karena itu, potensi akan kenaikan utang pemerintah Indonesia ini juga menjadi semakin tinggi pada 2023.
Risiko Indonesia Tidak Hanya Krisis Utang
Laporan The Global Risk Report 2023 juga memaparkan bahwa ada empat risiko lainnya yang siap menghantui Indonesia pada 2023. Mulai dari konflik antarwilayah, peningkatan inflasi secara cepat dan berkelanjutan, ketimpangan digital, hingga kontestasi geopolitik atas sumber daya.
RELATED ARTICLES
Akankah Indonesia Dililit Krisis Utang di 2023?
World Economic Forum menyatakan bahwa Indonesia sedang terancam risiko krisis utang.
Context.id, JAKARTA - World Economic Forum (WEF) dalam laporan The Global Risk Report 2023 menyatakan Indonesia sedang terancam risiko krisis utang. Hal ini seturut dengan meningkatnya rasio utang pemerintah sejumlah negara G20 dan Asean akibat pandemi Covid-19 dan kondisi global saat ini.
Secara global, krisis utang pun menempati urutan ke-11 dalam risiko jangka pendek dan urutan ke-14 dalam risiko jangka panjang. Adapun keduanya merupakan risiko tertinggi dalam kategori ekonomi.
Dikutip dari The Balance, krisis utang terjadi ketika sebuah negara sudah tidak dapat membayar bunga atas utangnya ke instansi atau negara lain.
Mengutip dari WEF, hal ini biasanya dikarenakan kegagalan upaya stabilisasi trajektori harga dan dan meletusnya gelembung (bubble burst) dari sebuah aset. Hal ini diperparah dengan potensi negara-negara berkembang yang akan menghadapi tekanan ekonomi dan trade off lebih lanjut pada tahun ini. Lebih lanjut, potensi tingginya inflasi juga akan memperparah adanya kesulitan utang dalam skala global.
Alhasil, negara yang mengalami krisis utang akan mengalami kesulitan keuangan dan potensi terparahnya adalah kebangkrutan.
Oleh karena itu, akankah risiko ini akan terjadi atau tidak, semua tergantung dari kebijakan pemerintah dalam mengelola utang.
Kendati demikian, Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyatakan bahwa rasio utang pemerintah Indonesia masih dalam batas aman dan terkendali. “Meskipun dengan peningkatan tersebut, masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal,” ujar laporan dalam APBN KiTa, dikutip dari Bisnis.
Optimistik tersebut tidak terlepas dari data bahwa rasio utang pemerintah Indonesia 2022 relatif lebih rendah daripada negara lainnya. Dimana, rasio utang pemerintah Indonesia adalah sebesar 39,6 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Persentaase inipun lebih rendah daripada Korea Selatan, China, Filipina, Malaysia, India, dan Amerika Serikat.
Dikutip dari Bisnis, berdasarkan jenisnya, utang pemerintah Indonesia didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 88,53 persen dari seluruh jumlah utang. Adapun kalau dari jenis mata uang, utang pemerintah mayoritas berbentuk rupiah dengan persentase mencapai 70,75 persen.
Hal ini pun sesuai dengan keterangan dari Kementerian Keuangan, bahwa pergerakan posisi utang pemerintah Indonesia dipengaruhi oleh transaksi pembiayaan berupa penerbitan dan pelunasan SBN, penarikan dan pelunasan pinjaman, serta perubahan nilai tukar.
Beban Utang Indonesia Bisa Meningkat
Utang pemerintah Indonesia terus mengalami kenaikan di tahun kemarin, terutama menjelang tahun. Oleh karena itu, dikutip dari Bisnis, pemerintah diminta untuk mewaspadai risiko dari melonjaknya utang dan beban bunga yang harus dibayarkan.
Mengutip data dari Kementerian Keuangan, utang pemerintah sudah bertambah sebesar Rp635 triliun dalam kurun waktu hampir satu tahun (Januari-November 2022). Mengingat posisi utang pemerintah pada Januari 2022 sebesar Rp6.919,1 triliun dan posisi utang pada akhir November 2022 sudah mencapai Rp7.554,2 triliun.
Oleh karena itu, potensi akan kenaikan utang pemerintah Indonesia ini juga menjadi semakin tinggi pada 2023.
Risiko Indonesia Tidak Hanya Krisis Utang
Laporan The Global Risk Report 2023 juga memaparkan bahwa ada empat risiko lainnya yang siap menghantui Indonesia pada 2023. Mulai dari konflik antarwilayah, peningkatan inflasi secara cepat dan berkelanjutan, ketimpangan digital, hingga kontestasi geopolitik atas sumber daya.
POPULAR
RELATED ARTICLES