Sah! UU PDP Kini Resmi Diberlakukan
Presiden Joko Widodo resmi mengesahkan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Dengan demikian, UU ini sudah resmi diberlakukan.
Context.id, JAKARTA - Setelah bulan lalu disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pada Senin (17/10/2022) Presiden Joko Widodo resmi mengesahkan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Dengan demikian, UU ini sudah resmi diberlakukan.
Kehadiran UU PDP ini diharapkan dapat melindungi data pribadi masyarakat yang dikelola oleh penyelenggara sistem elektronik (PSE). Selain itu, UU ini bisa mencegah penyalahgunaan dari individu dan kelompok yang tidak bertanggung jawab.
Pasalnya, beberapa waktu belakangan banyak terjadi peretasan ataupun kebocoran data pribadi, yang bukan hanya merugikan individu, melainkan juga instansi serta sejumlah tokoh politik. Diketahui, kejadian pada kebocoran data pribadi para tokoh politik dan perusahaan BUMN pada bulan lalu merupakan salah satu titik balik kemajuan pembuatan Undang-undang ini.
Dengan berlakunya aturan ini, setiap orang, badan publik, organisasi internasional di Indonesia, serta warga negara Indonesia yang berada di luar wilayah hukum Indonesia tanpa terkecuali yang melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi pidana.
Adapun hal-hal yang dianggap melanggar adalah penyalahgunaan data pribadi, pemalsuan data pribadi, hingga pencurian data pribadi.
Selain itu, data yang termasuk dalam data pribadi terbagi atas dua jenis. Pertama, data umum yang meliputi nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, dan status perkawinan. Kemudian ada data spesifik yang meliputi informasi kesehatan, data biometrik dan genetika, catatan kejahatan, data anak, data keuangan pribadi, serta data lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Diketahui, pihak pelanggaran yang dapat mengakibatkan kerugian pada orang lain, akan dipidana paling lama enam tahun dan denda dengan nominal paling besar Rp6 miliar.
“Yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000 (enam miliar rupiah),” sesuai yang tertulis pada pasal 68 UU PDP.
Menariknya, bagi korporasi yang melakukan pelanggaran ini dapat terkena dampak yang 10 kali lebih besar daripada yang diancamkan. Lebih lanjut, korporasi yang melanggar juga dapat dikenakan hukuman tambahan berupa perampasan keuntungan dari hasil tindak pidana, pembekuan seluruh aset, pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu, hingga pembayaran ganti rugi dan potensi pembubaran korporasi.
RELATED ARTICLES
Sah! UU PDP Kini Resmi Diberlakukan
Presiden Joko Widodo resmi mengesahkan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Dengan demikian, UU ini sudah resmi diberlakukan.
Context.id, JAKARTA - Setelah bulan lalu disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pada Senin (17/10/2022) Presiden Joko Widodo resmi mengesahkan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Dengan demikian, UU ini sudah resmi diberlakukan.
Kehadiran UU PDP ini diharapkan dapat melindungi data pribadi masyarakat yang dikelola oleh penyelenggara sistem elektronik (PSE). Selain itu, UU ini bisa mencegah penyalahgunaan dari individu dan kelompok yang tidak bertanggung jawab.
Pasalnya, beberapa waktu belakangan banyak terjadi peretasan ataupun kebocoran data pribadi, yang bukan hanya merugikan individu, melainkan juga instansi serta sejumlah tokoh politik. Diketahui, kejadian pada kebocoran data pribadi para tokoh politik dan perusahaan BUMN pada bulan lalu merupakan salah satu titik balik kemajuan pembuatan Undang-undang ini.
Dengan berlakunya aturan ini, setiap orang, badan publik, organisasi internasional di Indonesia, serta warga negara Indonesia yang berada di luar wilayah hukum Indonesia tanpa terkecuali yang melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi pidana.
Adapun hal-hal yang dianggap melanggar adalah penyalahgunaan data pribadi, pemalsuan data pribadi, hingga pencurian data pribadi.
Selain itu, data yang termasuk dalam data pribadi terbagi atas dua jenis. Pertama, data umum yang meliputi nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, dan status perkawinan. Kemudian ada data spesifik yang meliputi informasi kesehatan, data biometrik dan genetika, catatan kejahatan, data anak, data keuangan pribadi, serta data lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Diketahui, pihak pelanggaran yang dapat mengakibatkan kerugian pada orang lain, akan dipidana paling lama enam tahun dan denda dengan nominal paling besar Rp6 miliar.
“Yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000 (enam miliar rupiah),” sesuai yang tertulis pada pasal 68 UU PDP.
Menariknya, bagi korporasi yang melakukan pelanggaran ini dapat terkena dampak yang 10 kali lebih besar daripada yang diancamkan. Lebih lanjut, korporasi yang melanggar juga dapat dikenakan hukuman tambahan berupa perampasan keuntungan dari hasil tindak pidana, pembekuan seluruh aset, pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu, hingga pembayaran ganti rugi dan potensi pembubaran korporasi.
POPULAR
RELATED ARTICLES