Share

Stories 05 April 2022

Krisis Ekonomi Terparah, Semua Menteri Sri Lanka Mundur

Krisis ekonomi yang menghantam Sri Lanka terjadi karena meningkatnya inflasi, keuangan negara yang memburuk, dan efek dari pandemi Covid-19.

Context.id, JAKARTA - Sri Lanka sedang mengalami krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaannya pada 74 silam. Mirisnya, seluruh menteri di kabinet justru mengundurkan diri.

Menurut Menteri Pendidikan Sri Lanka, Dinesh Gunawardena, pengunduran diri massal bertujuan agar presiden dan perdana menteri dapat menyusun daftar kabinet baru untuk mengatasi masalah ini.

“Semua menteri telah mengirimkan surat pengunduran diri mereka agar presiden dapat membentuk kabinet baru,” ujar Dinesh melansir dari DW.

Krisis ekonomi yang menghantam Sri Lanka terjadi karena meningkatnya inflasi, keuangan negara yang memburuk, dan efek dari pandemi Covid-19.

Dilansir dari DW, cadangan mata uang asing di negara tersebut anjlok sekitar 70 persen sejak Januari 2020, menjadi hanya sekitar $2,3 miliar atau sekitar Rp33 triliun. Padahal negara itu masih harus membayar hutang hingga $4 miliar atau sekitar Rp57,4 triliun.

Selain itu, utang publik yang sebelumnya sudah di luar batas sebelum pandemi, semakin diperparah dengan adanya pandemi. Tercatat, pada 2019 utang negara sudah meningkat hingga 94 persen dari PDB, tetapi akan kembali meningkat hingga 119 persen pada 2021.

Hal ini disebut-sebut imbas dari pengurangan pajak yang diterapkan oleh Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa sebelum pandemi, untuk mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.

“Pengurangan pajak dan penambahan lebih banyak uang melalui pembiayaan bank sentral membuat krisis yang tak terhindarkan menjadi lebih buruk,” ujar Chayu Damsinghe, Ekonom Frontier Research Kolombo.

Alhasil, negara yang berada di bagian selatan India ini hanya dapat membayar impor untuk satu bulan. Sri Lanka juga sulit untuk membayar biaya impor dari komoditas utama seperti makanan, obat-obatan, serta bahan bakar yang ikut naik karena perang Ukraina-Rusia.

Hal ini juga mengakibatkan Sri Lanka dilanda inflasi makanan di Sri Lanka mencapai 25 persen di Januari 2022, adanya pemadaman listrik hampir 20 jam per hari, hingga panjangnya antrean di depan SPBU.

Krisis ekonomi terbesar ini membuat masyarakat menyalahkan pemerintah. Banyak dari mereka yang melakukan unjuk rasa di depan rumah Presiden Rajapaksa, Kolombo hingga berakhir rusuh.

 


Stories 05 April 2022

Krisis Ekonomi Terparah, Semua Menteri Sri Lanka Mundur

Krisis ekonomi yang menghantam Sri Lanka terjadi karena meningkatnya inflasi, keuangan negara yang memburuk, dan efek dari pandemi Covid-19.

Context.id, JAKARTA - Sri Lanka sedang mengalami krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaannya pada 74 silam. Mirisnya, seluruh menteri di kabinet justru mengundurkan diri.

Menurut Menteri Pendidikan Sri Lanka, Dinesh Gunawardena, pengunduran diri massal bertujuan agar presiden dan perdana menteri dapat menyusun daftar kabinet baru untuk mengatasi masalah ini.

“Semua menteri telah mengirimkan surat pengunduran diri mereka agar presiden dapat membentuk kabinet baru,” ujar Dinesh melansir dari DW.

Krisis ekonomi yang menghantam Sri Lanka terjadi karena meningkatnya inflasi, keuangan negara yang memburuk, dan efek dari pandemi Covid-19.

Dilansir dari DW, cadangan mata uang asing di negara tersebut anjlok sekitar 70 persen sejak Januari 2020, menjadi hanya sekitar $2,3 miliar atau sekitar Rp33 triliun. Padahal negara itu masih harus membayar hutang hingga $4 miliar atau sekitar Rp57,4 triliun.

Selain itu, utang publik yang sebelumnya sudah di luar batas sebelum pandemi, semakin diperparah dengan adanya pandemi. Tercatat, pada 2019 utang negara sudah meningkat hingga 94 persen dari PDB, tetapi akan kembali meningkat hingga 119 persen pada 2021.

Hal ini disebut-sebut imbas dari pengurangan pajak yang diterapkan oleh Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa sebelum pandemi, untuk mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.

“Pengurangan pajak dan penambahan lebih banyak uang melalui pembiayaan bank sentral membuat krisis yang tak terhindarkan menjadi lebih buruk,” ujar Chayu Damsinghe, Ekonom Frontier Research Kolombo.

Alhasil, negara yang berada di bagian selatan India ini hanya dapat membayar impor untuk satu bulan. Sri Lanka juga sulit untuk membayar biaya impor dari komoditas utama seperti makanan, obat-obatan, serta bahan bakar yang ikut naik karena perang Ukraina-Rusia.

Hal ini juga mengakibatkan Sri Lanka dilanda inflasi makanan di Sri Lanka mencapai 25 persen di Januari 2022, adanya pemadaman listrik hampir 20 jam per hari, hingga panjangnya antrean di depan SPBU.

Krisis ekonomi terbesar ini membuat masyarakat menyalahkan pemerintah. Banyak dari mereka yang melakukan unjuk rasa di depan rumah Presiden Rajapaksa, Kolombo hingga berakhir rusuh.

 



RELATED ARTICLES

Universitas Brown Kembalikan Lahan Bersejarah kepada Suku Indian Pokanoket

Brown University mengalihkan kepemilikan lahannya di Mount Hope kepada suku Pokanoket untuk menghormati warisan budaya dan sejarah leluhur mereka.

Context.id . 06 December 2024

Myanmar Menjadi Negara dengan Jumlah Korban Ranjau Darat Terbanyak

Laporan Landmine Monitor 2024 mencatat warga sipil, termasuk anak-anak, menanggung beban paling besar akibat ranjau darat

Context.id . 05 December 2024

Militer China Terus Memperbarui Senjata Hipersonik dan Elektromagnetiknya

China terus melakukan uji coba senjata kendaraan hipersonik dan elektromagnetiknya yang bisa melumpuhkan kawasan strategis musuh

Context.id . 04 December 2024

Bendung Dampak Perang Dagang Perusahaan China Merekrut Eksekutif Global

Serangan terhadap ekonomi China melalui perang tarif membuat perusahaan di Negeri Tirai Bambu ini mengambil strategi baru, merekrut eksekutif yang ...

Context.id . 04 December 2024