Share

Stories 28 September 2022

Minuman Manis Kena Cukai, Negara Bakal Cuan Besar?

Pemerintah menetapkan cukai minuman manis sebagai salah satu sumber penerimaan tahun depan, Selasa (27/9/2022).

Pemerintah menetapkan cukai minuman manis sebagai salah satu sumber penerimaan tahun depan, Selasa (27/9/2022). - Istimewa -

Context.id, JAKARTA - Pemerintah menetapkan cukai minuman manis sebagai salah satu sumber penerimaan tahun depan, Selasa (27/9/2022).

Hal ini disampaikan oleh Anggota Banggar DPR, Bramantyo Suwondo saat rapat penyusunan target penerimaan kepabeanan dan cukai untuk indikator Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023. 

Adapun sumber penerimaan tahun depan selain minuman manis yang juga baru disebutkan adalah plastik. Diketahui, sebelumnya cukai sudah diberlakukan untuk produk hasil tembakau, minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA), dan etil alkohol.

“Intensifikasi cukai melalui penyesuaian tarif cukai dan ekstensifikasi cukai melalui penambahan barang kena cukai, baru berupa produk plastik dan minuman pemanis dalam kemasan (MBDK) yang diselaraskan dengan pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat,” ujar Bramanto dikutip dari Bisnis.

Selain itu, ada beberapa barang yang masih dalam tahap kajian untuk pengenaan cukai, yakni BBM, ban karet, dan detergen. Dengan demikian, menurut Bramantyo, target dari penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2023 nanti bisa mencapai Rp301,79 triliun. 

Dilansir dari Bisnis, untuk cukai minuman manis ini sendiri, diprediksi dapat meningkatkan pemasukan negara mulai dari Rp2,7 triliun hingga Rp6,25 triliun. Pasalnya, minuman kemasan yang mengandung gula akan dikenakan pajak sekitar Rp1.500-Rp2.500 per liter. Menariknya, pemasukan tersebut dapat berkontribusi hampir seluruh defisit pendanaan BPJS Kesehatan pada 2020 sebesar Rp6,36 triliun. 

Bramantyo menyatakan bahwa sudah terdapat beberapa kebijakan teknis yang akan dilakukan untuk mendukung pencapaian target penerimaan kepabeanan dan cukai. Mulai dari harmonisasi kebijakan barang larangan, optimalisasi kerjasama internasional, ekstensifikasi serta perluasan jenis barang yang dikenakan cukai.


Kenapa Minuman Manis Dikenakan Cukai?

Dikutip dari Tempo, Pelaksana Tugas Manajer Riset Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Gita Kusnadi menyatakan bahwa salah satu sebab peningkatan yang signifikan pada prevalensi obesitas, diabetes, serta penyakit tidak menular lainnya adalah konsumsi minuman berpemanis yang terlampau tinggi.

“Konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan berlebih terbukti berisiko meningkatkan obesitas, penyakit diabetes, hipertensi, kerusakan liver, gangguan ginjal, penyakit jantung, beberapa jenis kanker, dan gizi kurang,” ujar Gita. 

Selain itu, Indonesia pada 2020 menempati posisi ketiga dengan konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan terbanyak di Asia Tenggara. 


Negara Mana Saja yang Telah Menerapkan Cukai Minuman Manis?

Dikutip dari London School of Hygiene & Tropical Medicine, cukai minuman manis dalam soft drink pertama kali diimplementasikan di Hungaria pada 2011, lalu diikuti Prancis pada 2012. 

Namun, untuk negara yang paling terkenal dalam menerapkan cukai minuman manis ini adalah Meksiko. Pasalnya, saat itu pemerintah Meksiko menerapkan hal ini untuk memerangi krisis obesitas yang sangat besar di negaranya. Diketahui, saat itu populasi yang mengalami obesitas di Meksiko mencapai 70 persen dari keseluruhan populasi.

Maka dari itu, Meksiko menempatkan cukai satu peso untuk setiap minuman berpemanis serta pajak sebesar 8 persen untuk seluruh makanan yang tinggi gula, garam, dan lemak. Kemudian, cara Meksiko ini diikuti pula oleh Chili, Barbados, dan negara bagian California di Amerika Serikat. 

Dengan regulasi yang berbeda, Portugal, Catalonia, UAE, Arab Saudi, Brunei, serta Thailand juga telah menerapkan cukai untuk minuman berpemanis. 


Gara-gara Es Teh

Dilansir dari Bisnis, isu penerapan cukai pada minuman berpemanis semakin menjadi perhatian sejak adanya konsumen yang protes akan minuman dari PT Es Teh Indonesia, yang berujung pada tindakan somasi perusahaan pada konsumennya.

Pasalnya, kasus tersebut menjadi viral dan dalam beberapa hari terakhir meluas ke beragam aspek, mulai dari kesehatan, hukum, hingga manajemen krisis dari divisi hubungan masyarakat perusahaan.


Bukan Hal Baru

Sebenarnya isu pengenaan cukai pada minuman manis bukanlah suatu hal yang baru. Bahkan dari 2012 saja sudah ada kabar mengenai hal ini dan sudah mengalami penolakan oleh sejumlah asosiasi produsen makanan dan minuman.



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi

Stories 28 September 2022

Minuman Manis Kena Cukai, Negara Bakal Cuan Besar?

Pemerintah menetapkan cukai minuman manis sebagai salah satu sumber penerimaan tahun depan, Selasa (27/9/2022).

Pemerintah menetapkan cukai minuman manis sebagai salah satu sumber penerimaan tahun depan, Selasa (27/9/2022). - Istimewa -

Context.id, JAKARTA - Pemerintah menetapkan cukai minuman manis sebagai salah satu sumber penerimaan tahun depan, Selasa (27/9/2022).

Hal ini disampaikan oleh Anggota Banggar DPR, Bramantyo Suwondo saat rapat penyusunan target penerimaan kepabeanan dan cukai untuk indikator Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023. 

Adapun sumber penerimaan tahun depan selain minuman manis yang juga baru disebutkan adalah plastik. Diketahui, sebelumnya cukai sudah diberlakukan untuk produk hasil tembakau, minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA), dan etil alkohol.

“Intensifikasi cukai melalui penyesuaian tarif cukai dan ekstensifikasi cukai melalui penambahan barang kena cukai, baru berupa produk plastik dan minuman pemanis dalam kemasan (MBDK) yang diselaraskan dengan pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat,” ujar Bramanto dikutip dari Bisnis.

Selain itu, ada beberapa barang yang masih dalam tahap kajian untuk pengenaan cukai, yakni BBM, ban karet, dan detergen. Dengan demikian, menurut Bramantyo, target dari penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2023 nanti bisa mencapai Rp301,79 triliun. 

Dilansir dari Bisnis, untuk cukai minuman manis ini sendiri, diprediksi dapat meningkatkan pemasukan negara mulai dari Rp2,7 triliun hingga Rp6,25 triliun. Pasalnya, minuman kemasan yang mengandung gula akan dikenakan pajak sekitar Rp1.500-Rp2.500 per liter. Menariknya, pemasukan tersebut dapat berkontribusi hampir seluruh defisit pendanaan BPJS Kesehatan pada 2020 sebesar Rp6,36 triliun. 

Bramantyo menyatakan bahwa sudah terdapat beberapa kebijakan teknis yang akan dilakukan untuk mendukung pencapaian target penerimaan kepabeanan dan cukai. Mulai dari harmonisasi kebijakan barang larangan, optimalisasi kerjasama internasional, ekstensifikasi serta perluasan jenis barang yang dikenakan cukai.


Kenapa Minuman Manis Dikenakan Cukai?

Dikutip dari Tempo, Pelaksana Tugas Manajer Riset Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Gita Kusnadi menyatakan bahwa salah satu sebab peningkatan yang signifikan pada prevalensi obesitas, diabetes, serta penyakit tidak menular lainnya adalah konsumsi minuman berpemanis yang terlampau tinggi.

“Konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan berlebih terbukti berisiko meningkatkan obesitas, penyakit diabetes, hipertensi, kerusakan liver, gangguan ginjal, penyakit jantung, beberapa jenis kanker, dan gizi kurang,” ujar Gita. 

Selain itu, Indonesia pada 2020 menempati posisi ketiga dengan konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan terbanyak di Asia Tenggara. 


Negara Mana Saja yang Telah Menerapkan Cukai Minuman Manis?

Dikutip dari London School of Hygiene & Tropical Medicine, cukai minuman manis dalam soft drink pertama kali diimplementasikan di Hungaria pada 2011, lalu diikuti Prancis pada 2012. 

Namun, untuk negara yang paling terkenal dalam menerapkan cukai minuman manis ini adalah Meksiko. Pasalnya, saat itu pemerintah Meksiko menerapkan hal ini untuk memerangi krisis obesitas yang sangat besar di negaranya. Diketahui, saat itu populasi yang mengalami obesitas di Meksiko mencapai 70 persen dari keseluruhan populasi.

Maka dari itu, Meksiko menempatkan cukai satu peso untuk setiap minuman berpemanis serta pajak sebesar 8 persen untuk seluruh makanan yang tinggi gula, garam, dan lemak. Kemudian, cara Meksiko ini diikuti pula oleh Chili, Barbados, dan negara bagian California di Amerika Serikat. 

Dengan regulasi yang berbeda, Portugal, Catalonia, UAE, Arab Saudi, Brunei, serta Thailand juga telah menerapkan cukai untuk minuman berpemanis. 


Gara-gara Es Teh

Dilansir dari Bisnis, isu penerapan cukai pada minuman berpemanis semakin menjadi perhatian sejak adanya konsumen yang protes akan minuman dari PT Es Teh Indonesia, yang berujung pada tindakan somasi perusahaan pada konsumennya.

Pasalnya, kasus tersebut menjadi viral dan dalam beberapa hari terakhir meluas ke beragam aspek, mulai dari kesehatan, hukum, hingga manajemen krisis dari divisi hubungan masyarakat perusahaan.


Bukan Hal Baru

Sebenarnya isu pengenaan cukai pada minuman manis bukanlah suatu hal yang baru. Bahkan dari 2012 saja sudah ada kabar mengenai hal ini dan sudah mengalami penolakan oleh sejumlah asosiasi produsen makanan dan minuman.



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi


RELATED ARTICLES

Ini 15 Kota di Dunia yang Punya Miliarder Terbanyak

Hampir sepertiga miliarder dunia tinggal di hanya 15 kota, menurut studi baru Altrata dan New York merupakan rumah bagi populasi orang superkaya t ...

Context.id . 21 November 2024

Triliunan Dolar Dihabiskan untuk Perang, Mengapa Tidak untuk Iklim?

Tuntutan negara berkembang agar Barat menyumbangkan dana US$1 triliun untuk anggaran iklim bukanlah hal yang mustahil, karena mereka sanggup habis ...

Context.id . 21 November 2024

China dan India Negara Maju dan Harus Berkontribusi di Pendanaan Iklim

Delegasi dari negara-negara miskin mengatakan klasifikasi yang sudah ada sejak tahun 1992 sudah tidak berlaku lagi dan kedua negara \'harus berkon ...

Context.id . 20 November 2024

Aktivis Demokrasi Hong Kong Dipenjara: Siapa Mereka dan Apa Kasusnya?

Aktivis Hong Kong 47 pertama kali ditangkap pada tahun 2021 karena menyelenggarakan pemilu tidak resmi yang oleh pihak berwenang disamakan dengan ...

Context.id . 20 November 2024