Share

Stories 26 September 2022

Gara-Gara Es Teh Indonesia, Minuman Manis Kena Cukai?

Polemik minuman Es Teh Indonesia yang diduga terlalu manis, membuat kadar gula dalam minuman kemasan jadi bahan pembicaraan.

Ilustrasi minuman manis. - Puspa Larasati -

Context, JAKARTA - Brand minuman lokal Es Teh Indonesia akhir-akhir ini jadi bahan pembicaraan netizen. Hal ini disebabkan oleh somasi yang dikeluarkan pihak PT Es Teh Indonesia Makmur kepada salah satu konsumennya yang telah melayangkan protes keras di media sosial.

Seorang konsumennya, Gandhi, sempat menyampaikan keluhan dengan kata-kata kasar akibat minuman chizu yang dibelinya dari Es Teh Indonesia dirasa terlalu manis. Akibat keluhannya yang disampaikan ini viral di Twitter, pihak Es Teh Indonesia pun melayangkan somasi.

Tetapi, somasi yang dilakukan Es Teh Indonesia tersebut ternyata malah menjadi blunder. Mayoritas netizen menganggap bahwa apa yang dilakukan Es Teh Indonesia menunjukan sifat perusahaan yang anti kritik. Padahal, kritik keras yang dilakukan Gandhi adalah terkait kesehatan, walau pun dengan bahasa yang kasar.

Akibat hal ini, kandungan gula dalam sebuah minuman kemasan di Indonesia pun jadi perbincangan. Banyak yang menjadi sadar, bahwa minuman kemasan yang beredar di Indonesia mengandung kadar gula yang sangat tinggi, yang tentunya berbahaya bagi kesehatan.


Peraturan Kadar Gula Pada Minuman Kemasan

Saat ini, peraturan mengenai batasan kadar gula pada minuman kemasan, maupun makanan konsumsi lainnya di Indonesia belumlah jelas. Peraturan yang ada hanya membahas mengenai kewajiban produsen untuk mencantumkan kandungan gizi pada kemasan produk.

Aturan tersebut tertuang pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 22 Tahun 2019 tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan. Peraturan tersebut berbunyi “bahwa untuk memberikan informasi pada masyarakat agar dapat memilih pangan olahan sesuai kebutuhan gizi perlu dilakukan pencantuman informasi nilai gizi pada label pangan olahan,”

Karena itu, produsen minuman dan makanan tidak diharuskan untuk membatasi kadar gula, namun mereka diwajibkan untuk mencantumkan kadar gula dan gizi lainnya pada kemasan produk.

Masalahnya, masih banyak produk-produk makanan dan minuman kemasan atau cepat saji di Indonesia yang belum mencantumkan kadar gizinya di kemasan produk. Salah satu contohnya adalah Es Teh Indonesia itu sendiri.

Kemudian, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berdasarkan laman kemkes juga telah memberikan anjuran konsumsi gula per orang. Kemenkes menganjurkan, per harinya gula yang aman dikonsumsi adalah 10 persen dari total energi (200 kkal), atau setara dengan 4 sendok makan (50 gram).

Karena hal ini bukan lah aturan wajib, makan masih sangat banyak makanan dan minuman kemasan di luar sana yang memberikan kadar gula yang sangat banyak pada satu buah produknya. 

Seperti contohnya pada produk Es Teh Indonesia, takaran gula pada satu minumannya sebanyak 31 gram, sudah lebih dari setengah kebutuhan gula per hari. Beberapa produk lainnya juga diketahui memiliki kadar gula yang tinggi, seperti Sosro Fruit Tea Apple 350 ml sebesar 34 gram, dan Coca cola 250 ml sebesar 27 gram.


Cukai Sebagai Solusi?

Untuk melindungi kesehatan masyarakat dari minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dengan kadar gula yang tinggi, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengatakan bahwa pemerintah akan segera memberikan cukai.

"Kami lihat momentum untuk mengimplementasikannya... Insya Allah kami usulkan [agar kebijakan cukai minuman berpemanis dan cukai plastik berlaku] 2023," ujar Askolani, dikutip Bisnis.

Diketahui, cukai biasa dikenakan untuk barang-barang tertentu seperti minuman beralkohol dan juga rokok. Dilansir beacukai.go,id, cukai memang bisa diberikan kepada barang-barang yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, dan pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.

Dalam hal ini, konsumsi gula yang berlebihan dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat, seperti munculnya penyakit diabetes, jantung, dan lain sebagainya. Karena itu, cukai dapat dipertimbangkan sebagai solusi untuk mengurangi konsumsi MBDK yang berbahaya demi kesehatan masyarakat.



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Putri Dewi

Stories 26 September 2022

Gara-Gara Es Teh Indonesia, Minuman Manis Kena Cukai?

Polemik minuman Es Teh Indonesia yang diduga terlalu manis, membuat kadar gula dalam minuman kemasan jadi bahan pembicaraan.

Ilustrasi minuman manis. - Puspa Larasati -

Context, JAKARTA - Brand minuman lokal Es Teh Indonesia akhir-akhir ini jadi bahan pembicaraan netizen. Hal ini disebabkan oleh somasi yang dikeluarkan pihak PT Es Teh Indonesia Makmur kepada salah satu konsumennya yang telah melayangkan protes keras di media sosial.

Seorang konsumennya, Gandhi, sempat menyampaikan keluhan dengan kata-kata kasar akibat minuman chizu yang dibelinya dari Es Teh Indonesia dirasa terlalu manis. Akibat keluhannya yang disampaikan ini viral di Twitter, pihak Es Teh Indonesia pun melayangkan somasi.

Tetapi, somasi yang dilakukan Es Teh Indonesia tersebut ternyata malah menjadi blunder. Mayoritas netizen menganggap bahwa apa yang dilakukan Es Teh Indonesia menunjukan sifat perusahaan yang anti kritik. Padahal, kritik keras yang dilakukan Gandhi adalah terkait kesehatan, walau pun dengan bahasa yang kasar.

Akibat hal ini, kandungan gula dalam sebuah minuman kemasan di Indonesia pun jadi perbincangan. Banyak yang menjadi sadar, bahwa minuman kemasan yang beredar di Indonesia mengandung kadar gula yang sangat tinggi, yang tentunya berbahaya bagi kesehatan.


Peraturan Kadar Gula Pada Minuman Kemasan

Saat ini, peraturan mengenai batasan kadar gula pada minuman kemasan, maupun makanan konsumsi lainnya di Indonesia belumlah jelas. Peraturan yang ada hanya membahas mengenai kewajiban produsen untuk mencantumkan kandungan gizi pada kemasan produk.

Aturan tersebut tertuang pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 22 Tahun 2019 tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan. Peraturan tersebut berbunyi “bahwa untuk memberikan informasi pada masyarakat agar dapat memilih pangan olahan sesuai kebutuhan gizi perlu dilakukan pencantuman informasi nilai gizi pada label pangan olahan,”

Karena itu, produsen minuman dan makanan tidak diharuskan untuk membatasi kadar gula, namun mereka diwajibkan untuk mencantumkan kadar gula dan gizi lainnya pada kemasan produk.

Masalahnya, masih banyak produk-produk makanan dan minuman kemasan atau cepat saji di Indonesia yang belum mencantumkan kadar gizinya di kemasan produk. Salah satu contohnya adalah Es Teh Indonesia itu sendiri.

Kemudian, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berdasarkan laman kemkes juga telah memberikan anjuran konsumsi gula per orang. Kemenkes menganjurkan, per harinya gula yang aman dikonsumsi adalah 10 persen dari total energi (200 kkal), atau setara dengan 4 sendok makan (50 gram).

Karena hal ini bukan lah aturan wajib, makan masih sangat banyak makanan dan minuman kemasan di luar sana yang memberikan kadar gula yang sangat banyak pada satu buah produknya. 

Seperti contohnya pada produk Es Teh Indonesia, takaran gula pada satu minumannya sebanyak 31 gram, sudah lebih dari setengah kebutuhan gula per hari. Beberapa produk lainnya juga diketahui memiliki kadar gula yang tinggi, seperti Sosro Fruit Tea Apple 350 ml sebesar 34 gram, dan Coca cola 250 ml sebesar 27 gram.


Cukai Sebagai Solusi?

Untuk melindungi kesehatan masyarakat dari minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dengan kadar gula yang tinggi, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengatakan bahwa pemerintah akan segera memberikan cukai.

"Kami lihat momentum untuk mengimplementasikannya... Insya Allah kami usulkan [agar kebijakan cukai minuman berpemanis dan cukai plastik berlaku] 2023," ujar Askolani, dikutip Bisnis.

Diketahui, cukai biasa dikenakan untuk barang-barang tertentu seperti minuman beralkohol dan juga rokok. Dilansir beacukai.go,id, cukai memang bisa diberikan kepada barang-barang yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, dan pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.

Dalam hal ini, konsumsi gula yang berlebihan dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat, seperti munculnya penyakit diabetes, jantung, dan lain sebagainya. Karena itu, cukai dapat dipertimbangkan sebagai solusi untuk mengurangi konsumsi MBDK yang berbahaya demi kesehatan masyarakat.



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Putri Dewi


RELATED ARTICLES

Apakah Asteroid yang Kaya Logam Mulia Ribuan Triliun Dolar Bisa Ditambang?

Sebuah wahana antariksa sedang dalam perjalanan menuju sebuah asteroid yang mungkin mengandung logam berharga senilai sekitar US 100 ribu kuadrili ...

Context.id . 22 November 2024

Sertifikasi Halal Perkuat Daya Saing Produk Dalam Negeri

Sertifikasi halal menjadi salah satu tameng bagi pengusaha makanan dan minuman dari serbuan produk asing.

Noviarizal Fernandez . 22 November 2024

Paus Fransiskus Bakal Kanonisasi Carlo Acutis, Santo Millenial Pertama

Paus Fransiskus akan mengkanonisasi Carlo Acutis pada 27 April 2025, menjadikannya santo millenial pertama dan simbol kesatuan iman dengan dunia d ...

Context.id . 22 November 2024

Benar-benar Komedi, Pisang Dilakban Bisa Dilelang hingga Rp98,8 Miliar

Karya seni konseptual pisang karya Maurizio Cattelan, \"Comedian,\" saat dilelang di rumah lelang Sotheby’s jatuh ke tangan seorang pengusaha kr ...

Context.id . 22 November 2024