Pakistan Banjir Besar, Lebih dari 1.000 Orang Tewas
Pakistan dilanda banjir musiman terparahnya dalam satu dekade terakhir.
Context.id, JAKARTA - Pakistan dilanda banjir musiman terparahnya dalam satu dekade terakhir.
Dilansir dari CNA, banjir ini sudah melanda negara di Asia Selatan ini sejak Juni 2022, telah menewaskan sekitar 1.061 orang. Namun, jumlah korban diprediksi jauh lebih tinggi dibandingkan angka tersebut karena akses ratusan desa di pegunungan utara telah terputus akibat sungai yang meluap.
Sejauh yang telah diketahui, banjir juga telah merusak sekitar 1 juta rumah di Pakistan serta jutaan hektar lahan pertanian. Selain itu, pemadaman listrik juga telah meluas dan mempengaruhi hidup 33 juta orang, atau 1 dari 7 warga Pakistan.
“Tanaman kami membentang lebih dari 5.000 hektar dimana beras kualitas terbaik ditaburkan dan dimakan oleh anda dan kami,” ujar seorang warga Khalil Ahmed kepada AFP. “Semuanya sudah selesai,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut, karena hampir semua daratan tertutup air, bantuan udara sangat sulit untuk diberikan. “Tidak ada landasan atau pendekatan yang tersedia. Pilot kami merasa sulit untuk mendarat,” ujar seorang perwira senior.
Oleh karena itu, pemerintah Pakistan pun telah mengumumkan keadaan darurat negeri tersebut dan meminta bantuan internasional termasuk IMF (International Monetary Funds).
Kenapa Bisa Banjir Separah Itu?
Musim hujan tahunan memang sangat penting untuk mengairi tanaman dan mengisi kembali danau dan bendungan di negara Asia Selatan tersebut. Namun melansir Al Jazeera, pada tahun ini, curah hujan di beberapa darah lebih tinggi 600 persen dari rata-rata.
Selain itu, banjir ini diperparah dengan gletser di pegunungan utara yang mencair akibat pemanasan global. Diketahui, Pakistan memiliki gletser terluas dibandingkan wilayah manapun di luar kutub utara dan selatan.
Masalahnya, dilansir dari The Guardian, bencana yang melanda Pakistan tidak hanya banjir. Namun, baru-baru ini Pakistan juga dilanda gelombang panas, kebakaran hutan, hingga ledakan danau glasial.
Senator Pakistan Sherry Rehman bahkan sampai mengatakan bahwa ini merupakan bencana iklim serius, dan salah satu bencana paling sulit dalam dekade ini.
“Kami saat ini berada di titik nol dari garis depan peristiwa cuaca ekstrem, dalam gelombang-gelombang panas yang tidak henti-hentinya, kebakaran hutan, banjir bandang, beberapa ledakan danau glasial, peristiwa banjir, dan sekarang monsun monster dekade ini sedang melanda tanpa henti. Hentikan kekacauan di seluruh negeri,” ujar Sherry.
Ekonomi Pakistan Terjun Bebas
Diketahui sebelum bencana, Pakistan sudah menghadapi permasalahan laju inflasi yang tinggi dan berusaha untuk mengakhiri kekurangan cadangan devisa. Jadi, dengan adanya bencana ini, Pakistan dilanda inflasi jauh lebih tinggi lagi, nilai mata uang yang menurun, hingga angka impor yang jauh lebih tinggi dibandingkan angka ekspor.
Maka dari itu, Dana Moneter Internasional (IMF) diperkirakan akan melanjutkan program pinjaman sebesar US$6 miliar atau setara dengan Rp89,41 triliun. Selain itu, Turki dan Uni Emirat Arab juga sudah mulai memberikan bantuan.
RELATED ARTICLES
Pakistan Banjir Besar, Lebih dari 1.000 Orang Tewas
Pakistan dilanda banjir musiman terparahnya dalam satu dekade terakhir.
Context.id, JAKARTA - Pakistan dilanda banjir musiman terparahnya dalam satu dekade terakhir.
Dilansir dari CNA, banjir ini sudah melanda negara di Asia Selatan ini sejak Juni 2022, telah menewaskan sekitar 1.061 orang. Namun, jumlah korban diprediksi jauh lebih tinggi dibandingkan angka tersebut karena akses ratusan desa di pegunungan utara telah terputus akibat sungai yang meluap.
Sejauh yang telah diketahui, banjir juga telah merusak sekitar 1 juta rumah di Pakistan serta jutaan hektar lahan pertanian. Selain itu, pemadaman listrik juga telah meluas dan mempengaruhi hidup 33 juta orang, atau 1 dari 7 warga Pakistan.
“Tanaman kami membentang lebih dari 5.000 hektar dimana beras kualitas terbaik ditaburkan dan dimakan oleh anda dan kami,” ujar seorang warga Khalil Ahmed kepada AFP. “Semuanya sudah selesai,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut, karena hampir semua daratan tertutup air, bantuan udara sangat sulit untuk diberikan. “Tidak ada landasan atau pendekatan yang tersedia. Pilot kami merasa sulit untuk mendarat,” ujar seorang perwira senior.
Oleh karena itu, pemerintah Pakistan pun telah mengumumkan keadaan darurat negeri tersebut dan meminta bantuan internasional termasuk IMF (International Monetary Funds).
Kenapa Bisa Banjir Separah Itu?
Musim hujan tahunan memang sangat penting untuk mengairi tanaman dan mengisi kembali danau dan bendungan di negara Asia Selatan tersebut. Namun melansir Al Jazeera, pada tahun ini, curah hujan di beberapa darah lebih tinggi 600 persen dari rata-rata.
Selain itu, banjir ini diperparah dengan gletser di pegunungan utara yang mencair akibat pemanasan global. Diketahui, Pakistan memiliki gletser terluas dibandingkan wilayah manapun di luar kutub utara dan selatan.
Masalahnya, dilansir dari The Guardian, bencana yang melanda Pakistan tidak hanya banjir. Namun, baru-baru ini Pakistan juga dilanda gelombang panas, kebakaran hutan, hingga ledakan danau glasial.
Senator Pakistan Sherry Rehman bahkan sampai mengatakan bahwa ini merupakan bencana iklim serius, dan salah satu bencana paling sulit dalam dekade ini.
“Kami saat ini berada di titik nol dari garis depan peristiwa cuaca ekstrem, dalam gelombang-gelombang panas yang tidak henti-hentinya, kebakaran hutan, banjir bandang, beberapa ledakan danau glasial, peristiwa banjir, dan sekarang monsun monster dekade ini sedang melanda tanpa henti. Hentikan kekacauan di seluruh negeri,” ujar Sherry.
Ekonomi Pakistan Terjun Bebas
Diketahui sebelum bencana, Pakistan sudah menghadapi permasalahan laju inflasi yang tinggi dan berusaha untuk mengakhiri kekurangan cadangan devisa. Jadi, dengan adanya bencana ini, Pakistan dilanda inflasi jauh lebih tinggi lagi, nilai mata uang yang menurun, hingga angka impor yang jauh lebih tinggi dibandingkan angka ekspor.
Maka dari itu, Dana Moneter Internasional (IMF) diperkirakan akan melanjutkan program pinjaman sebesar US$6 miliar atau setara dengan Rp89,41 triliun. Selain itu, Turki dan Uni Emirat Arab juga sudah mulai memberikan bantuan.
POPULAR
RELATED ARTICLES