Polemik Kampanye Politik di Institusi Pendidikan
Ketua KPU Hasyim Asyari menyatakan kampanye politik di lingkungan perguruan tinggi diperbolehkan dengan syarat tertentu
Context.id, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menyatakan bahwa kampanye politik di lingkungan kampus atau perguruan tinggi diperbolehkan, tapi dengan syarat tertentu.
Pasalnya, Hasyim menganggap bahwa mahasiswa dan dosen juga merupakan warga negara yang memiliki hak suara dalam pemilihan umum. "Boleh saja. Mahasiswa pemilih, dosen pemilih. Kenapa kampanye di kampus tidak boleh? Mestinya boleh," ujar Hasyim pada Selasa (19/7/2022), dikutip dari Antara.
Hasyim juga menyatakan bahwa kampanye di kampus juga memiliki syarat, yakni kampus harus memberikan ruang dan kesempatan yang sama bagi peserta pemilu yang lain. Jadi jika ada tiga orang calon yang melakukan kampanye, maka seluruh calon harus diberikan ruang yang sama untuk berkampanye di lingkungan kampus.
“Asal diberikan kesempatan yang sama. Misal, calonnya ada tiga, ketiganya boleh masuk (berkampanye) di kampus. Kalau mau di adu debat, juga boleh,” tambahnya.
Namun, perlu diketahui bahwa sebenarnya masalah kampanye politik di ruang pendidikan sudah menjadi pembicaraan pada beberapa tahun terakhir.
Pada 2018, sebenarnya Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir pernah menegaskan adanya larangan kampanye politik di dalam kampus. Pasalnya, nanti sarana pendidikan tersebut dapat tercerai berai karena politik. Tapi pada beberapa waktu sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo justru memperbolehkan adanya kampanye politik di sekolah dan pesantren.
Tapi, Bagaimana Regulasinya?
Melansir dari Perludem dan Bawaslu, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 23 tahun 2018 pasal 31 menyatakan bahwa bahan kampanye tidak diperbolehkan untuk ditempel di institusi pendidikan seperti gedung dan sekolah. Lalu pasal 34 juga menyatakan bahwa alat peraga kampanye tidak boleh diletakkan di daerah lembaga pendidikan.
Selain itu, pada pasal 69 juga disebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang untuk menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Senada, untuk Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 pasal 280h juga menyatakan bahwa peserta pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dalam kampanye.
Lebih lanjut, jika ada oknum yang ketahuan dengan sengaja melanggar PKPU Nomor 23 tahun 2018 pasal 69 tersebut, tertulis dalam pasal 187 ayat 3 yang menyatakan bahwa ia akan dipidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000 atau paling banyak Rp1.000.0000.
RELATED ARTICLES
Polemik Kampanye Politik di Institusi Pendidikan
Ketua KPU Hasyim Asyari menyatakan kampanye politik di lingkungan perguruan tinggi diperbolehkan dengan syarat tertentu
Context.id, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menyatakan bahwa kampanye politik di lingkungan kampus atau perguruan tinggi diperbolehkan, tapi dengan syarat tertentu.
Pasalnya, Hasyim menganggap bahwa mahasiswa dan dosen juga merupakan warga negara yang memiliki hak suara dalam pemilihan umum. "Boleh saja. Mahasiswa pemilih, dosen pemilih. Kenapa kampanye di kampus tidak boleh? Mestinya boleh," ujar Hasyim pada Selasa (19/7/2022), dikutip dari Antara.
Hasyim juga menyatakan bahwa kampanye di kampus juga memiliki syarat, yakni kampus harus memberikan ruang dan kesempatan yang sama bagi peserta pemilu yang lain. Jadi jika ada tiga orang calon yang melakukan kampanye, maka seluruh calon harus diberikan ruang yang sama untuk berkampanye di lingkungan kampus.
“Asal diberikan kesempatan yang sama. Misal, calonnya ada tiga, ketiganya boleh masuk (berkampanye) di kampus. Kalau mau di adu debat, juga boleh,” tambahnya.
Namun, perlu diketahui bahwa sebenarnya masalah kampanye politik di ruang pendidikan sudah menjadi pembicaraan pada beberapa tahun terakhir.
Pada 2018, sebenarnya Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir pernah menegaskan adanya larangan kampanye politik di dalam kampus. Pasalnya, nanti sarana pendidikan tersebut dapat tercerai berai karena politik. Tapi pada beberapa waktu sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo justru memperbolehkan adanya kampanye politik di sekolah dan pesantren.
Tapi, Bagaimana Regulasinya?
Melansir dari Perludem dan Bawaslu, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 23 tahun 2018 pasal 31 menyatakan bahwa bahan kampanye tidak diperbolehkan untuk ditempel di institusi pendidikan seperti gedung dan sekolah. Lalu pasal 34 juga menyatakan bahwa alat peraga kampanye tidak boleh diletakkan di daerah lembaga pendidikan.
Selain itu, pada pasal 69 juga disebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang untuk menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Senada, untuk Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 pasal 280h juga menyatakan bahwa peserta pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dalam kampanye.
Lebih lanjut, jika ada oknum yang ketahuan dengan sengaja melanggar PKPU Nomor 23 tahun 2018 pasal 69 tersebut, tertulis dalam pasal 187 ayat 3 yang menyatakan bahwa ia akan dipidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000 atau paling banyak Rp1.000.0000.
POPULAR
RELATED ARTICLES