Stories - 15 July 2022

Konsep Jakarta Raya Ada Sejak Dulu? Simak Sejarahnya!

Konsep Jakarta Raya yang diusulkan oleh Wali Kota Depok ini sudah ada sejak dulu, bagaimana sejarahnya?


Kegiatan masyarakat di Kota Jakarta. -Bloomberg-

Context, JAKARTA - Baru-baru ini, mencuat usulan untuk menggabungkan Jakarta dengan kota-kota penyangganya seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Jika hal ini terwujud, nantinya wilayah ini akan disebut sebagai Jakarta Raya.

Usulan mengenai penggabungan wilayah ini diungkapkan oleh Wali Kota Depok Mohammad Idris. Ia mengatakan jika penggabungan ini adalah salah satu cara untuk menyukseskan semua pembangunan yang ada di Jakarta dan sekitarnya.

“Satu ide saya kalau mau sukses pembangunan Jakarta dan sekitarnya satukan Jakarta Raya,” kata Idris.

Menurut Idris, masuknya Depok dan kota-kota penyangga lainnya ke Jakarta, maka akan mempermudah berbagai penyelesaian masalah yang ada di Jabodetabek. Isu ini kemudian menjadi bahan perbincangan menarik di dunia maya. Karena hal tersebut, usulan Wali Kota Depok itu pun mendapat beragam tanggapan dari berbagai pihak. 

Menurut Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono. Menurutnya, usulan dari Idris ini adalah suatu yang positif. Bahkan ia juga mengatakan jika usulan ini bisa dibahas untuk menentukan nasib Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara.

Kemudian, dukungan serupa juga datang dari Ketua Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta Anggara Wicitra Sastroamidjojo. Menurutnya, usulan Wali Kota Depok untuk membentuk Jakarta Raya itu bisa mengatasi masalah sistemik. 

Sebelum seperti saat ini, masalah yang ada di kota Jakarta memang selalu berkaitan dengan kota-kota penyangganya. Karena itu, dikembangkan lah konsep Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) untuk memudahkan integrasi atau kerja sama antar kota untuk menyelesaikan berbagai macam masalah yang ada.

Sebenarnya, konsep Jabodetabek mirip dengan konsep Jakarta Raya yang diusulkan Idris. Namun, bedanya Jabodetabek bukan lah sebuah Provinsi, melainkan hanya konsep “kerja sama” antara Jakarta dan daerah penyangganya.


Sejarah Jabodetabek

Pengembangan Jakarta ke wilayah penyangganya ini bermula dari dibuatnya Master Plan atau Rencana Induk Jakarta pada akhir 1965. Setahun sebelumnya, Ali Sadikin yang baru diangkat menjadi Gubernur tersebut langsung menekankan jika pemerintah daerah harus punya pedoman untuk memperbaiki, membangun, serta mengembangkan sebuah kota.

Kemudian berdasarkan Surat Keputusan No. 9/DPRD-GR/P/1967, pada 3 Mei 1967 Rencana Induk Jakarta mulai dijalankan. Dalam Rencana Induk tersebut, berisi 40 peta yang menunjukan pengembangan Kota Jakarta ke wilayah penyangganya seperti Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Botabek). Sebagai informasi, Depok masih masuk ke wilayah Bogor pada saat itu.

Dalam Rencana Induk Jakarta, terdapat pula rencana turunan bernama Rentjana Regional Metropolitan Djakarta tentang pembentukan daerah pengembangan baru melalui penyebaran permukiman, fasilitas umum, dan industri. Untuk mendukung pengembangan ini, jalan Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) pun dibangun.

Menurut Ali Sadikin dalam Gita Jaya (1977), daerah Jabotabek ini nantinya akan dikelompokan atas tiga ciri wilayah. Pertama, wilayah perkotaan, yang peruntukannya jelas untuk berbagai kegiatan kota. Kedua, wilayah pedesaan, yaitu wilayah yang diperuntukan untuk kegiatan di desa, seperti pertanian, perkebunan, dan lain sebagainya. Ketiga, wilayah peralihan, yaitu wilayah desa yang perkembangannya pesat dan memiliki kegiatan pembangunan seperti di kota.

Kemudian, Ali Sadikin juga menyebutkan jika pengembangan Jabotabek akan melalui 3 tahap. Tahap pertama (1975-1980), pembangunan akan berpusat pada pengembangan Tangerang, Depok, dan Bekasi sebagai daerah permukiman dan industri. 

Tahap kedua (1980-1990), pengembangan akan fokus kepada peningkatan permukiman di Tangerang, Bogor, dan Cikarang dengan daya tampung masing-masing daerah menjadi 250.000 jiwa. Dalam tahap ini, dilakukan juga pembuatan jalan raya lingkar luar dan pengoptimalan rel kereta api Depok-Bogor.

Tahap ketiga (1990-2000), pembangunannya berfokus kepada peningkatan daya tampung permukiman di Tangerang menjadi 250.000 jiwa, Bogor 500.000 jiwa, dan Cikarang 400.000 jiwa. Kemudian Ciputat, Ciledug, serta Cileungsi 50.000 jiwa, dan Cibinong 100.000 jiwa.

Rencana pembangunan di era Ali Sadikin ini juga didukung oleh Presiden Soeharto saat itu melalui surat Instruksi Presiden No.13 tahun 1976. Surat tersebut berisikan instruksi untuk mengurangi tekanan penduduk di Jakarta dengan melakukan pengembangan permukiman dan pengembangan kesempatan kerja.

Namun, menurut Sejarah Kota Jakarta 1950-1980 (1987), kenyataannya bahwa pemindahan penduduk ke wilayah permukiman baru di Botabek pada saat itu tidak disertai dengan perpindahan tempat kerja, sekolah, pusat perbelanjaan, dan fasilitas lainnya. Hasilnya, hal ini menimbulkan gejala baru berupa mobilitas penduduk yang tinggi setiap harinya. 

Penduduk yang tinggal di Botabek, setiap harinya harus bolak-balik ke Jakarta untuk beraktifitas. Hal ini membuat wilayah Jakarta dan sekitarnya menjadi macet, bahkan hingga sekarang.


Rencana Jabodetabek Di Masa Depan

Selama ini integrasi kebijakan antara Jakarta dan daerah-daerah penyangganya memang selalu menemui masalah. Hal ini lah yang menjadi penghalang bagi penyelesaian masalah seperti banjir, kemacetan, dan lain sebagainya, meskipun Master Plan pengembangan Jakarta sudah dibuat dengan berbagai perhitungan.

Beberapa tahun lagi, beban sebagai ibu kota negara akan diangkat dari Jakarta. Namun, Jakarta nantinya akan diberikan beban baru, yaitu sebagai pusat bisnis Indonesia. Karena itu, Jakarta tetap membutuhkan bantuan kota-kota penyangganya untuk meringankan beban tersebut. 

Menurut Kepala Pusat Inovasi Pengembangan Perkotaan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tulus Ludiyo Setiawan, Pemerintah DKI sudah memiliki konsep pengembangan pasca ibu kota negara dipindahkan ke Kalimantan yang dibagi dalam 7 aspek.

Pada aspek ekonomi dan demografi, akan dibentuk kawasan ekonomi lintas Provinsi Jakarta Raya (Jabodetabek) sebagai Kawasan Strategis Nasional. Kemudian pada aspek hunian, akan dikembangakn perumahan vertikal, peremajaan perkampungan, dan pengembangan ruang terbuka hijau dan biru.

Dalam aspek lingkungan, akan terfokus pada isu air limbah, air bersih, banjir, sampah, penurunan muka tanah, dan pengembangan ruang terbuka hijau dan ruang hijau. Terakhir pada aspek pemerintahan, Jakarta akan diusulkan sebagai daerah otonom tunggal.

Kemudian dalam aspek kesejahteraan sosial, akan dibahas mengenai isu sosial, kesehatan, dan pendidikan. Pada aspek mobilitas, isu akan dilakukan pengintegrasian transportasi, kesiapan transportasi, dan pengembangan infrastrukturnya. Terakhir pada aspek aset pemerintah pusat, Pemerintah DKI mengusulkan untuk memakai wilayah bekas pusat pemerintahan itu untuk dijadikan wilayah komersil atau ruang terbuka.


Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Putri Dewi

MORE  STORIES

Perebutan Likuiditas di Indonesia, Apa Itu?

Likuditas adalah kemampuan entitas dalam memenuhi kewajiban finansialnya yang akan jatuh tempo

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Suku Inuit di Alaska, Tetap Sehat Walau Tak Makan Sayur

Suku Inuit tetap sehat karena memakan banyak organ daging mentah yang mempunyai kandungan vitamin C, nutrisi, dan lemak jenuh tinggi

Context.id | 26-07-2024

Dampingi Korban Kekerasan Seksual Malah Terjerat UU ITE

Penyidik dianggap tidak memperhatikan dan berupaya mencari fakta-fakta yang akurat berkaitan dengan kasus kekerasan seksual

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Ini Aturan Penggunaan Bahan Pengawet Makanan

Pengawet makanan dari bahan kimia boleh digunakan dengan batas kadar yang sudah ditentukan BPOM

Noviarizal Fernandez | 25-07-2024