Stories - 04 July 2022

Penyelewengan Donasi, Apalagi Masalah dari ACT?

Para petinggi lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) diduga menyelewengkan dana dari para donaturnya.


Presiden Aksi Cepat Tanggap Ahyudin usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta (10/4/2017). -Tempo-

Context, JAKARTA - Para petinggi lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) diduga menyelewengkan dana dari para donaturnya. Isunya, dana tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi para petingginya.

Sebagai informasi, ACT adalah sebuah lembaga kemanusiaan/filantropi global terbesar di Indonesia. Lembaga ini berhasil mengumpulkan dana hingga Rp500 miliar dalam rentang waktu 2018 hingga 2020. Dana yang dikumpulkan ini jauh di atas lembaga kemanusiaan lainnya seperti Dompet Dhuafa yang berhasil mengumpulkan Rp375 miliar dan Rumah Zakar yang mengumpulkan dana sebesar Rp224 miliar.


Deretan Masalah ACT

Isu penyelewengan dana ini pertama kali dikumandangkan oleh media Tempo. Dalam laporannya yang berjudul “Aksi Cepat Tanggap Cuan”, seorang pendiri dan salah satu petinggi ACT, Ahyudin diduga memanfaatkan hasil donasi masyarakat untuk kepentingan pribadinya. 

Tidak tanggung-tanggung, menurut laporan tersebut, yang diselewengkan oleh Ahyudin adalah dana pembangunan Masjid Dermawan dan pembangunan Pesantren Peradaban tahap kedua di Desa Cintabodas, Tasikmalaya, Jawa Barat. Dana yang diselewengkan berjumlah kurang lebih Rp11 miliar, dan berakhir di rekening adiknya, Rosman.

Selain itu, laporan Tempo menyebutkan jika ACT juga bermasalah dalam program pembangunan 91 sekolah yang merupakan salah satu bentuk kompensasi Boeing kepada korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610. ACT disebutkan sudah menerima dana sejumlah Rp135 miliar dari Boeing, namun tahun lalu pembangunan sekolah tersebut malah mandek.

Dalam laporan yang sama, seorang ibu dari korban kecelakaan pesawat bernama Neuis Marfuah ingin dana dari Boeing tersebut dijadikan Madrasah Tsanawiyah (MTS). Ia meminta agar ACT juga membangun perpustakaan, laboratorium, hingga lapangan basket.

Proyek yang dibangun ACT tersebut sudah rampung pada Desember 2021 lalu. Namun, Neuis Marfuah mengatakan kalau pembangunan tersebut dilakukan secara asal dengan bahan-bahan bangunan berkualitas rendah. Selain itu, lapangan basket yang diminta juga malah berubah menjadi lapangan voli.

"Saya minta ACT memperbaiki. Kalau tidak, saya laporkan ke Boeing." kata Neuis.

Laporan lainnya datang dari sesama kerabat korban kecelakaan Lion Air, Puji Lestari. Ia mengatakan pengerjaan renovasi Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bumirejo II di Mungkid, Jawa Tengah sebagai kompensasi Boeing juga sempat mandek.

Mandeknya proyek renovasi sampai 2 bulan tersebut sempat membuat para murid terpaksa menumpang di rumah seorang penduduk untuk belajar. Akhirnya, pengerjaan renovasi ini baru berjalan kembali setelah Puji Lestari dan keluarga melakukan protes ke ACT cabang Magelang.

Melansir dari Tempo, masalah serupa juga menimpa komunitas Surau Sydney Australia. Menurut sejumlah pendirinya, mereka hanya menerima Rp2,311 miliar dari total Rp3,018 dana yang terkumpul. Artinya potongan yang ada ialah sekitar 23 persen.

Jika potongan tersebut adalah untuk biaya operasional, menurut peneliti filantropi Hamid Abidin, biaya potongan tersebut terlalu besar. Karena bila merujuk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, maksimal potongan untuk donasi adalah 10 persen, kemudian untuk zakat, infak, dan sedekah maksimalnya 12,5 persen. Jika 23 persen, berarti ada yang salah dari kebijakan ACT.


Adanya Pemborosan Dana

Selain penyelewengan, sederet masalah aliran dana dari ACT ini diduga juga disebabkan oleh adanya pemborosan dana. Contohnya seperti Ahyudin, salah satu petinggi ACT ini memiliki gaji yang bisa dibilang cukup besar bagi petinggi sebuah lembaga kemanusiaan, yaitu sekitar Rp250 juta per bulannya. 

Angka sebesar itu baru gajinya saja, belum termasuk dengan fasilitas-fasilitas mewah lainnya seperti Honda CRV, Mitsubishi Pajero Sport, dan Toyota Alphard. Kemudian yang lebih parahnya lagi, Ahyudin juga membeli rumah dan perabotan mahal dari dana masyarakat yang diselewengkan tersebut. 

Tidak hanya Ahyudin, hal seperti ini diduga juga dilakukan oleh petinggi ACT lainnya. Menurut laporan Tempo, para petingginya mendapat fasilitas makan mewah setiap 3 kali sehari.


Klarifikasi ACT

Saat ditanyakan mengenai kasus penyelewengan dana ini, Ahyudin selaku pendiri langsung mengelak. Ia membantah kalau ada penyelewengan dana yang terjadi di lembaganya. Ahyudin yang sudah mundur dari jabatannya di ACT tersebut juga menyatakan kalau semua tuduhan kepadanya adalah fitnah. 

“Saat ini saya terlilit cicilan rumah, cicilan mobil, bahkan biaya sekolah anak. Jika saya membawa kabur duit lembaga dari mana logikanya?” tanya Ahyudin.

Kemudian, terkait masalah mandeknya proyek korban kecelakaan pesawat, Presiden ACT Ibnu Khajar mengklarifikasi jika proyek dari kompensasi Boeing tersebut mandek karena adanya pandemi. 

"Ada kendala teknis. Kami minta waktu tambahan ke Boeing dan mereka memahami," ujar Ibnu.

Namun, hal berbeda diutarakan oleh Ahyudin. Mengenai masalah dana Boeing ia mengatakan jika dana yang seharusnya digunakan untuk membangun 91 sekolah, malah dimanfaatkan untuk menutupi program ACT lain. 


Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Putri Dewi

MORE  STORIES

Jejak Perkembangan Drone Siluman Iran

Drone Iran tipe Shahed-136 memiliki kemampuan tak terdeteksi oleh radar dan sistem pertahanan musuh

Context.id | 16-04-2024

Maskapai dengan Layanan Makanan Terenak

Maskapai penerbangan dunia dalam beberapa tahun terakhir telah berlomba-lomba untuk menyajikan makanan terbaiknya

Context.id | 16-04-2024

Hotel Indonesia Group Panen Cuan Selama Idulfitri 2024

Peningkatan okupansi didorong kenaikan jumlah kunjungan wisatawan dan beragam promo menarik

Noviarizal Fernandez | 16-04-2024

Peran Amicus Curiae dalam Sidang Sengketa Perselisihan Hasil Pilpres

Amicus Curiae atau dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai Sahabat Pengadilan

Ririn oktaviani | 16-04-2024