Sushila Karki, Perdana Menteri Perempuan Pertama di Nepal
Setelah meredanya gelombang protes di Nepal, Sushila Karki ditunjuk sebagai Perdana Menteri Sementara dan disebut menandakan tumbuhnya kepercayaan kepada pimpinan perempuan.
.jpg)
Context.id, JAKARTA - Sushila Karki ditunjuk sebagai Perdana Menteri sementara Nepal sekaligus menjadi perempuan pertama dengan jabatan ini dalam sejarah negara Himalaya itu.
Penunjukkan Karki menyusul gelombang aksi demonstrasi besar-besaran yang menewaskan sedikitnya 72 orang dan melukai ribuan orang lainnya. Bahkan, lewat aksi unjuk rasa ini Perdana Menteri sebelumnya, Khadga Prasad Oli harus melepaskan jabatannya.
Awalnya, pemberontakan yang didominasi Gen Z ini dipicu oleh kebijakan pemblokiran media sosial sementara oleh pemerintah hingga kemarahan atas korupsi yang meluas serta kesulitan ekonomi di Nepal.
Lalu, siapa Suhshila Karki?
Lahir pada tahun 1952, Karki aktif dalam politik mahasiswa dan Partai Kongres Nepal berhaluan liberal sebelum akhirnya meninggalkan panggung politik demi mengejar karir di bidang hukum.
Pada tahun 2012 lalu, Karki yang saat ini berusia 73 tahun merupakan salah satu dari dua hakim Mahkamah Agung yang memenjarakan seorang menteri yang terjerat korupsi.
Tak cuma itu, Karki menjadi kepala hakim perempuan pertama Nepal dan memberikan hak kepada perempuan Nepal untuk mewariskan kewarganegaraan kepada anak-anak mereka.
Selama menjabat sebagai kepala hakim agung dari Juli 2016 hingga Juni 2017, Karki menguatkan independensi peradilan, membela hak-hak perempuan dan gigih melawan korupsi.
Kegigihan dan sikap independennya membuat Karki tidak disukai politisi nakal. Bahkan pada 2017 lalu pemerintah mencoba memakzulkannya karena menolak pilihan kepala kepolisian versi pemerintah.
Mengutip DW, publik percaya pengangkatan Sushila Karki sebagai PM sementara menandakan tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan perempuan.
Ke depannya, Karki harus menyiapkan pemilihan umum yang akan digelar pada tanggal 5 Maret 2026 serta membangun kembali berbagai bangunan publik yang hancur imbas gelombang protes.
Pemerintah interim yang ia pimpin tampaknya juga mendapatkan dukungan dari pasukan keamanan, kelompok politik populis, kaum intelektual dan pemuda.
POPULAR
RELATED ARTICLES
Sushila Karki, Perdana Menteri Perempuan Pertama di Nepal
Setelah meredanya gelombang protes di Nepal, Sushila Karki ditunjuk sebagai Perdana Menteri Sementara dan disebut menandakan tumbuhnya kepercayaan kepada pimpinan perempuan.
.jpg)
Context.id, JAKARTA - Sushila Karki ditunjuk sebagai Perdana Menteri sementara Nepal sekaligus menjadi perempuan pertama dengan jabatan ini dalam sejarah negara Himalaya itu.
Penunjukkan Karki menyusul gelombang aksi demonstrasi besar-besaran yang menewaskan sedikitnya 72 orang dan melukai ribuan orang lainnya. Bahkan, lewat aksi unjuk rasa ini Perdana Menteri sebelumnya, Khadga Prasad Oli harus melepaskan jabatannya.
Awalnya, pemberontakan yang didominasi Gen Z ini dipicu oleh kebijakan pemblokiran media sosial sementara oleh pemerintah hingga kemarahan atas korupsi yang meluas serta kesulitan ekonomi di Nepal.
Lalu, siapa Suhshila Karki?
Lahir pada tahun 1952, Karki aktif dalam politik mahasiswa dan Partai Kongres Nepal berhaluan liberal sebelum akhirnya meninggalkan panggung politik demi mengejar karir di bidang hukum.
Pada tahun 2012 lalu, Karki yang saat ini berusia 73 tahun merupakan salah satu dari dua hakim Mahkamah Agung yang memenjarakan seorang menteri yang terjerat korupsi.
Tak cuma itu, Karki menjadi kepala hakim perempuan pertama Nepal dan memberikan hak kepada perempuan Nepal untuk mewariskan kewarganegaraan kepada anak-anak mereka.
Selama menjabat sebagai kepala hakim agung dari Juli 2016 hingga Juni 2017, Karki menguatkan independensi peradilan, membela hak-hak perempuan dan gigih melawan korupsi.
Kegigihan dan sikap independennya membuat Karki tidak disukai politisi nakal. Bahkan pada 2017 lalu pemerintah mencoba memakzulkannya karena menolak pilihan kepala kepolisian versi pemerintah.
Mengutip DW, publik percaya pengangkatan Sushila Karki sebagai PM sementara menandakan tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan perempuan.
Ke depannya, Karki harus menyiapkan pemilihan umum yang akan digelar pada tanggal 5 Maret 2026 serta membangun kembali berbagai bangunan publik yang hancur imbas gelombang protes.
Pemerintah interim yang ia pimpin tampaknya juga mendapatkan dukungan dari pasukan keamanan, kelompok politik populis, kaum intelektual dan pemuda.
POPULAR
RELATED ARTICLES