Sampah Plastik Menggunung, Ilmuwan: Daur Ulang Bukan Solusinya!
Upaya mendaur ulang limbah merupakan salah satu hal penting, namun masih belum cukup jika tidak dibarengi pembatasan produksi plastik

Context.id, JAKARTA - Setiap tahunnya, dunia memproduksi total 413 juta ton plastik. Namun, hanya 9% dari jumlah tersebut yang didaur ulang (recycle). Sementara itu, sisanya dibakar atau berakhir di tempat pembuangan sampah maupun lautan.
Pada akhirnya, sampah tersebut mencemari tanah dan membahayakan satwa liar serta kesehatan manusia. Apalagi, plastik merupakan penyebab utama perubahan iklim lantaran diproduksi dengan minyak.
Untuk itu, demi mencapai target Perjanjian Iklim Paris (Paris Climate Agreement), ahli biologi dari Institut Alfred Wegener, Melanie Bergmann, yang memiliki keahlian khusus dalam penelitian kelautan mengatakan produksi plastik harus dipangkas setidaknya 12%- 19%.
Bergmann menyebut upaya mendaur ulang dan pengelolaan limbah tidak akan banyak berpengaruh apabila tidak dibarengi dengan pengurangan jumlah plastik.
Dirinya menerangkan apabila jumlah plastik yang beredar terus meningkat, maka dibutuhkan lebih banyak infrastruktur untuk pengelolaan limbah plastik. "Kita sudah bisa melihat di negara-negara kaya sistem kita tidak mampu mengatasinya, meskipun anggaran yang sangat besar telah kita alokasikan untuk ini."
Jerman, negara asal Bergmann, menghabiskan sekitar US$18,5 juta setiap tahun untuk mengelola limbah, pemurnian air, serta memerangi pencemaran lingkungan. Anggaran jumbo tersebut nyatanya belum mampu menangani sepenuhnya pencemaran plastik.
Di sisi lain, pertemuan PBB di Jenewa awal Agustus 2025 terkait negosiasi perjanjian global soal polusi plastik berakhir tanpa kepastian yang berarti. Delegasi dari 170 negara meninggalkan pertemuan itu tanpa mencapai kesepakatan yang menandakan upaya global dalam mengatasi masalah lingkungan akibat sampah plastik semakin suram.
POPULAR
RELATED ARTICLES
Sampah Plastik Menggunung, Ilmuwan: Daur Ulang Bukan Solusinya!
Upaya mendaur ulang limbah merupakan salah satu hal penting, namun masih belum cukup jika tidak dibarengi pembatasan produksi plastik

Context.id, JAKARTA - Setiap tahunnya, dunia memproduksi total 413 juta ton plastik. Namun, hanya 9% dari jumlah tersebut yang didaur ulang (recycle). Sementara itu, sisanya dibakar atau berakhir di tempat pembuangan sampah maupun lautan.
Pada akhirnya, sampah tersebut mencemari tanah dan membahayakan satwa liar serta kesehatan manusia. Apalagi, plastik merupakan penyebab utama perubahan iklim lantaran diproduksi dengan minyak.
Untuk itu, demi mencapai target Perjanjian Iklim Paris (Paris Climate Agreement), ahli biologi dari Institut Alfred Wegener, Melanie Bergmann, yang memiliki keahlian khusus dalam penelitian kelautan mengatakan produksi plastik harus dipangkas setidaknya 12%- 19%.
Bergmann menyebut upaya mendaur ulang dan pengelolaan limbah tidak akan banyak berpengaruh apabila tidak dibarengi dengan pengurangan jumlah plastik.
Dirinya menerangkan apabila jumlah plastik yang beredar terus meningkat, maka dibutuhkan lebih banyak infrastruktur untuk pengelolaan limbah plastik. "Kita sudah bisa melihat di negara-negara kaya sistem kita tidak mampu mengatasinya, meskipun anggaran yang sangat besar telah kita alokasikan untuk ini."
Jerman, negara asal Bergmann, menghabiskan sekitar US$18,5 juta setiap tahun untuk mengelola limbah, pemurnian air, serta memerangi pencemaran lingkungan. Anggaran jumbo tersebut nyatanya belum mampu menangani sepenuhnya pencemaran plastik.
Di sisi lain, pertemuan PBB di Jenewa awal Agustus 2025 terkait negosiasi perjanjian global soal polusi plastik berakhir tanpa kepastian yang berarti. Delegasi dari 170 negara meninggalkan pertemuan itu tanpa mencapai kesepakatan yang menandakan upaya global dalam mengatasi masalah lingkungan akibat sampah plastik semakin suram.
POPULAR
RELATED ARTICLES