Siap-Siap, Indonesia Bisa Jadi Primadona Baru Pabrik China
Pemerintah perlu memangkas hambatan regulasi dan menyediakan infrastruktur yang lengkap serta memastikan rantai pasok industri yang lengkap untuk menarik investor dari China

Context.id, JAKARTA — Semakin banyak perusahaan China yang melirik Indonesia untuk memperluas atau mendirikan operasinya di Indonesia. Alasannya mereka ingin menghindari tarif impor tinggi dari Amerika Serikat (AS).
Pendiri firma konsultan lahan industri di Jakarta, Gao Xiaoyu, mengaku belakangan ini kantornya banjir permintaan. "Kami cukup sibuk akhir-akhir ini. Kami rapat dari pagi hingga malam," jelasnya, dikutip dari Reuters, Selasa (19/8/2025).
Pasalnya, saat ini, barang dari Indonesia dikenakan tarif impor AS sebesar 19%, selevel dengan Malaysia, Filipina, dan Thailand, serta sedikit di bawah Vietnam yang 20%. Namun tarif tersebut lebih rendah dibanding China yang menembus 30%.
Meski memiliki tarif yang sama dengan negara tetangganya, Indonesia memiliki keunggulan lain. Indonesia merupakan perekonomian terbesar di Asia Tenggara, sekaligus negara berpenduduk keempat terbanyak di dunia.
"Jika Anda dapat membangun kehadiran bisnis yang kuat di Indonesia, Anda pada dasarnya telah menguasai separuh pasar Asia Tenggara," kata Zhang Chao, produsen China yang menjual lampu depan sepeda motor di Indonesia.
Kondisi ekonomi juga dinilai mendukung. Reuters mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,12% pada kuartal II/2025. Angka ini di atas perkiraan dan menjadi laju tercepat dalam dua tahun terakhir.
Country Head Bank of America untuk Indonesia, Mira Arifin juga mengatakan Indonesia memiliki sumber daya manusia yang besar dengan demografi muda yang dinamis.
Di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto terus memperkuat hubungan dengan China. November lalu, Dia bertemu Presiden Xi Jinping di Beijing, dan Mei lalu menerima kunjungan Perdana Menteri Li Qiang di Jakarta.
Jawa Barat Jadi Primadona
Perusahaan-perusahaan mulai dari produsen mainan dan perusahaan tekstil hingga produsen kendaraan listrik sedang mencari fasilitas, terutama di Jawa Barat, provinsi terpadat di Indonesia.
Menurut Gao dari firma konsultasi properti, permintaan dari China telah mendorong kenaikan harga properti industri dan gudang sebesar 15% hingga 25% secara tahunan pada kuartal II/2025, kenaikan tercepat dalam 20 tahun.
Kepala layanan industri dan logistik di cabang Indonesia dari firma konsultan properti global Colliers International Rivan Munansa mengatakan ada urgensi di kalangan perusahaan China untuk pindah dan perusahaannya menerima permintaan untuk lahan industri “hampir setiap hari” menjelang kesepakatan tarif.
Zhang juga mengatakan di Indonesia, relatif mudah untuk mencapai margin laba bersih 20% hingga 30%.
Meski demikian, masih ada tantangan di Indonesia. Hal ini termasuk hambatan regulasi, birokrasi yang rumit, pembatasan kepemilikan, infrastruktur yang kurang memadai dan ketidakhadiran rantai pasok industri yang lengkap.
Selain itu, sebagian investor asing masih menaruh perhatian pada kebijakan fiskal Presiden Prabowo yang dinilai populis, terutama saat melanjutkan janji kampanyenya yang juga termasuk program unggulan, yakni Makan Bergizi Gratis (MBG).
POPULAR
RELATED ARTICLES
Siap-Siap, Indonesia Bisa Jadi Primadona Baru Pabrik China
Pemerintah perlu memangkas hambatan regulasi dan menyediakan infrastruktur yang lengkap serta memastikan rantai pasok industri yang lengkap untuk menarik investor dari China

Context.id, JAKARTA — Semakin banyak perusahaan China yang melirik Indonesia untuk memperluas atau mendirikan operasinya di Indonesia. Alasannya mereka ingin menghindari tarif impor tinggi dari Amerika Serikat (AS).
Pendiri firma konsultan lahan industri di Jakarta, Gao Xiaoyu, mengaku belakangan ini kantornya banjir permintaan. "Kami cukup sibuk akhir-akhir ini. Kami rapat dari pagi hingga malam," jelasnya, dikutip dari Reuters, Selasa (19/8/2025).
Pasalnya, saat ini, barang dari Indonesia dikenakan tarif impor AS sebesar 19%, selevel dengan Malaysia, Filipina, dan Thailand, serta sedikit di bawah Vietnam yang 20%. Namun tarif tersebut lebih rendah dibanding China yang menembus 30%.
Meski memiliki tarif yang sama dengan negara tetangganya, Indonesia memiliki keunggulan lain. Indonesia merupakan perekonomian terbesar di Asia Tenggara, sekaligus negara berpenduduk keempat terbanyak di dunia.
"Jika Anda dapat membangun kehadiran bisnis yang kuat di Indonesia, Anda pada dasarnya telah menguasai separuh pasar Asia Tenggara," kata Zhang Chao, produsen China yang menjual lampu depan sepeda motor di Indonesia.
Kondisi ekonomi juga dinilai mendukung. Reuters mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,12% pada kuartal II/2025. Angka ini di atas perkiraan dan menjadi laju tercepat dalam dua tahun terakhir.
Country Head Bank of America untuk Indonesia, Mira Arifin juga mengatakan Indonesia memiliki sumber daya manusia yang besar dengan demografi muda yang dinamis.
Di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto terus memperkuat hubungan dengan China. November lalu, Dia bertemu Presiden Xi Jinping di Beijing, dan Mei lalu menerima kunjungan Perdana Menteri Li Qiang di Jakarta.
Jawa Barat Jadi Primadona
Perusahaan-perusahaan mulai dari produsen mainan dan perusahaan tekstil hingga produsen kendaraan listrik sedang mencari fasilitas, terutama di Jawa Barat, provinsi terpadat di Indonesia.
Menurut Gao dari firma konsultasi properti, permintaan dari China telah mendorong kenaikan harga properti industri dan gudang sebesar 15% hingga 25% secara tahunan pada kuartal II/2025, kenaikan tercepat dalam 20 tahun.
Kepala layanan industri dan logistik di cabang Indonesia dari firma konsultan properti global Colliers International Rivan Munansa mengatakan ada urgensi di kalangan perusahaan China untuk pindah dan perusahaannya menerima permintaan untuk lahan industri “hampir setiap hari” menjelang kesepakatan tarif.
Zhang juga mengatakan di Indonesia, relatif mudah untuk mencapai margin laba bersih 20% hingga 30%.
Meski demikian, masih ada tantangan di Indonesia. Hal ini termasuk hambatan regulasi, birokrasi yang rumit, pembatasan kepemilikan, infrastruktur yang kurang memadai dan ketidakhadiran rantai pasok industri yang lengkap.
Selain itu, sebagian investor asing masih menaruh perhatian pada kebijakan fiskal Presiden Prabowo yang dinilai populis, terutama saat melanjutkan janji kampanyenya yang juga termasuk program unggulan, yakni Makan Bergizi Gratis (MBG).
POPULAR
RELATED ARTICLES