Share

Home Stories

Stories 13 Agustus 2025

Siap-siap, Payment ID akan Pantau Transaksi Keuangan Warga Indonesia

Mengenal sistem pemantauan transaksi keuangan masyarakat, yakni Payment ID

Ilustrasi Seorang Wanita sedang Melakukan Transaksi Digital - Unsplash

Context.id, JAKARTA - Bertepatan dengan HUT RI ke-80, rencananya Payment ID akan diluncurkan. Payment ID adalah sistem pemantauan transaksi baik perbankan, multifinance, pinjaman online hingga dompet elektronik (e-wallet). Secara sederhana, setiap orang akan memiliki identitas pembayaran yang terintegrasi dengan nomor induk kependudukan alias NIK. Payment ID juga merupakan bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030. 

Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Dudi Dermawan menjelaskan, "Payment ID di-generate dari NIK, NIK di-generate dari data kependudukan. Jadi, seluruh data di bank nantinya terkait dengan nomor rekening maka akan ada ekuivalen yang terkait dengan Payment ID-nya," jelas Dudi dalam Editors Briefing Bank Indonesia. 

Apa fungsi dan tujuan Payment ID?

Berdasarkan BSPI 2030, pemanfaatan Payment ID mencakup tiga fungsi. Pertama, kunci identifikasi untuk membentuk data profil pelaku sistem pembayaran. Kedua, kunci otentifikasi data dalam pemrosesan transaksi. Ketiga, kunci unik dalam proses agregasi antara data profil individu dengan data transaksional. 

Dudi menjelaskan bahwa Payment ID dapat mengintegrasikan seluruh aktivitas keuangan dengan identitas tersebut. Misalnya, BI dapat mengidentifikasi seseorang yang memiliki lebih dari satu rekening bank, memiliki pinjaman/kredit di multifinance, memiliki akun e-wallet dan uang elektronik, hingga memiliki akun pinjaman online atau pinjol.

Integrasi tersebut dapat membuat otoritas moneter mengetahui aktivitas pembayaran, transfer, dan seluruh transaksi. BI juga bisa mengetahui nominal dan sumber pendapatan seseorang, kewajiban dan utang yang sedang dimiliki, penempatan investasi, hingga aktivitas pinjol. 

Menurut Dudi, data tersebut dapat menjadi acuan untuk menilai kesehatan keuangan seseorang, apakah rasio pinjaman atau kreditnya masih dalam batas aman terhadap total penghasilannya, juga profil keuangan seseorang yang terkait dengan aktivitas berisiko seperti pinjol ilegal.

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Dicky Kartikoyono juga menyatakan bahwa implementasi Payment ID yang secara bertahap ini setidaknya memberikan manfaat bagi masing-masing pelaku terkait. 

Pertama, bagi pemerintah hal ini akan mendukung program transformasi digital pemerintah dan pertumbuhan ekonomi nasional. Kedua, bagi Bank Indonesia, hal ini memperkuat kapabilitas bank sentral dalam memelihara stabilitas sistem pembayaran, mencapai stabilitas nilai rupiah, dan turut menjaga stabilitas sistem keuangan. Ketiga, bagi industri, Payment ID menjadi alat untuk menjamin ekosistem dan integritas transaksi, serta mendukung sistem keuangan yang built on trust. Sementara bagi masyarakat, pembentukan payment history akan mendukung perluasan akses pembiayaan dan kualitas kredit.

Implementasi akan berlangsung bertahap mulai 2026

Implementasi sistem pemantauan transaksi seluruh warga Indonesia alias Payment ID akan berlangsung bertahap mulai 2026.  

“Payment ID sebagai bagian dari pengembangan infrastruktur data SP akan diimplementasikan secara bertahap mulai 2026,” ungkap Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Dicky Kartikoyono. 

Pada tahap awal, Dicky menyampaikan bahwa pengembangan sistem itu akan diawali dengan tahap eksperimentasi untuk menguji model bisnis, mekanisme pembentukan, dan pemanfaatan Payment ID. Eksperimentasi dilakukan secara terbatas, antara lain pada use case penyaluran bantuan sosial (bansos) untuk mendukung program digitalisasi bansos yang dilakukan oleh pemerintah. 

Apakah Data Payment ID aman?

Meski segera dioperasikan, masyarakat Indonesia membicarakan persoalan sistem Payment ID ini di media sosial. Warganet menganggap tanggal peluncuran Payment ID yang bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia sebagai hal yang ironis. Mereka berpendapat bahwa konsep ‘merdeka’ seharusnya berarti kebebasan, tetapi dengan adanya pemantauan melalui sistem Payment ID, kebebasan tersebut seolah-olah dirampas.

Anggota Komisi I DPR RI dari PDI Perjuangan Sarifah Ainun Jariyah juga menanggapi dengan meminta agar pelaksanaan Payment ID ditunda. Menurutnya, pengawasan melekat melalui Payment ID rentan karena infrastruktur keamanan yang dinilai belum siap. 

Selain meminta penundaan Payment ID, anggota Komisi I DPR RI itu juga meminta perbaikan sistem pajak dengan memberikan kompensasi otomatis, serta penerapan model pelaporan berkala bukan pelaporan per transaksi. Dia juga menilai infrastruktur digital Indonesia masih rentan. Mengutip data Indonesia Data Protection Authority, Sarifah menjelaskan sepanjang 2023-2024 terjadi 3.814 kasus kebocoran data.

Sarifah juga memaparkan alasan utama terkait usulannya seperti sistem perpajakan Indonesia dinilai belum mampu memberikan insentif memadai. Data Direktorat Jenderal Pajak mencatat hanya 16,5 juta wajib pajak aktif dari total 275 juta penduduk. Lainnya, perlindungan hukum bagi korban kebocoran data dinilai belum memadai. Sarifah mencontohkan kasus kebocoran data BPJS Kesehatan 2023 yang menimpa 279 juta orang, tetapi tidak disertai kompensasi memadai bagi korban. 

Dia juga mengutip laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mencatat 120.000 rekening nasabah diperjualbelikan di situs media sosial hingga e-commerce. Saat yang sama, data KTP dan NPWP di bank belum terintegrasi sehingga akan menimbulkan permasalahan baru dalam pelaksanaannya.

Di sisi lain, Dicky menjelaskan bahwa BI akan mengembangkan Payment ID sebagai unique identifier yang merepresentasikan pelaku sistem pembayaran, baik individu maupun entitas. Tujuannya, untuk mendukung penguatan integritas transaksi pembayaran, perluasan inklusi keuangan, dan perumusan kebijakan. 

Nantinya, format Payment ID terdiri dari 9 digit alfanumerik yang akan dibentuk berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang di-hash dengan formula enkripsi terkini. 

Pembentukan dan pemanfaatan Payment ID akan dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keamanan data sesuai Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), antara lain pemanfaatan Payment History hanya dapat dilakukan setelah memperoleh consent atau persetujuan dari individu pemilik data. 

"Uji coba ini sekadar melakukan identifikasi apa yang selama ini Bank Indonesia sudah punya, yang menjadi amanah UU terhadap Bank Indonesia. [Data] tidak akan dibuka tanpa consent pemilik data," jelas Dicky di Jakarta, Selasa (12/8/2025). 

Terkait dengan kabar BI memantau setiap transaksi warga melalui Payment ID, Dicky juga menegaskan Bank Sentral tidak akan pernah masuk ke ruang privat masyarakat satu per satu. Pasalnya, kata dia, selain melanggar undang-undang, jika BI ingin mengetahui potensi pertumbuhan di sektor tertentu, tidak melalui data individu. Menurutnya, tugas BI berada di ranah kebijakan publik, bukan kebijakan privat. 

"Bahwa [isu] Bank Indonesia ingin memata-matai, ingin mengetahui ruang privat individu masyarakat, tidak mungkin," ungkapnya. 

Apa pandanganmu terkait sistem Payment ID?

Penulis: Syifa Khairunnisa Zahrah



Penulis : Context.id

Editor   : Fahri N. Muharom

Stories 13 Agustus 2025

Siap-siap, Payment ID akan Pantau Transaksi Keuangan Warga Indonesia

Mengenal sistem pemantauan transaksi keuangan masyarakat, yakni Payment ID

Ilustrasi Seorang Wanita sedang Melakukan Transaksi Digital - Unsplash

Context.id, JAKARTA - Bertepatan dengan HUT RI ke-80, rencananya Payment ID akan diluncurkan. Payment ID adalah sistem pemantauan transaksi baik perbankan, multifinance, pinjaman online hingga dompet elektronik (e-wallet). Secara sederhana, setiap orang akan memiliki identitas pembayaran yang terintegrasi dengan nomor induk kependudukan alias NIK. Payment ID juga merupakan bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030. 

Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Dudi Dermawan menjelaskan, "Payment ID di-generate dari NIK, NIK di-generate dari data kependudukan. Jadi, seluruh data di bank nantinya terkait dengan nomor rekening maka akan ada ekuivalen yang terkait dengan Payment ID-nya," jelas Dudi dalam Editors Briefing Bank Indonesia. 

Apa fungsi dan tujuan Payment ID?

Berdasarkan BSPI 2030, pemanfaatan Payment ID mencakup tiga fungsi. Pertama, kunci identifikasi untuk membentuk data profil pelaku sistem pembayaran. Kedua, kunci otentifikasi data dalam pemrosesan transaksi. Ketiga, kunci unik dalam proses agregasi antara data profil individu dengan data transaksional. 

Dudi menjelaskan bahwa Payment ID dapat mengintegrasikan seluruh aktivitas keuangan dengan identitas tersebut. Misalnya, BI dapat mengidentifikasi seseorang yang memiliki lebih dari satu rekening bank, memiliki pinjaman/kredit di multifinance, memiliki akun e-wallet dan uang elektronik, hingga memiliki akun pinjaman online atau pinjol.

Integrasi tersebut dapat membuat otoritas moneter mengetahui aktivitas pembayaran, transfer, dan seluruh transaksi. BI juga bisa mengetahui nominal dan sumber pendapatan seseorang, kewajiban dan utang yang sedang dimiliki, penempatan investasi, hingga aktivitas pinjol. 

Menurut Dudi, data tersebut dapat menjadi acuan untuk menilai kesehatan keuangan seseorang, apakah rasio pinjaman atau kreditnya masih dalam batas aman terhadap total penghasilannya, juga profil keuangan seseorang yang terkait dengan aktivitas berisiko seperti pinjol ilegal.

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Dicky Kartikoyono juga menyatakan bahwa implementasi Payment ID yang secara bertahap ini setidaknya memberikan manfaat bagi masing-masing pelaku terkait. 

Pertama, bagi pemerintah hal ini akan mendukung program transformasi digital pemerintah dan pertumbuhan ekonomi nasional. Kedua, bagi Bank Indonesia, hal ini memperkuat kapabilitas bank sentral dalam memelihara stabilitas sistem pembayaran, mencapai stabilitas nilai rupiah, dan turut menjaga stabilitas sistem keuangan. Ketiga, bagi industri, Payment ID menjadi alat untuk menjamin ekosistem dan integritas transaksi, serta mendukung sistem keuangan yang built on trust. Sementara bagi masyarakat, pembentukan payment history akan mendukung perluasan akses pembiayaan dan kualitas kredit.

Implementasi akan berlangsung bertahap mulai 2026

Implementasi sistem pemantauan transaksi seluruh warga Indonesia alias Payment ID akan berlangsung bertahap mulai 2026.  

“Payment ID sebagai bagian dari pengembangan infrastruktur data SP akan diimplementasikan secara bertahap mulai 2026,” ungkap Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Dicky Kartikoyono. 

Pada tahap awal, Dicky menyampaikan bahwa pengembangan sistem itu akan diawali dengan tahap eksperimentasi untuk menguji model bisnis, mekanisme pembentukan, dan pemanfaatan Payment ID. Eksperimentasi dilakukan secara terbatas, antara lain pada use case penyaluran bantuan sosial (bansos) untuk mendukung program digitalisasi bansos yang dilakukan oleh pemerintah. 

Apakah Data Payment ID aman?

Meski segera dioperasikan, masyarakat Indonesia membicarakan persoalan sistem Payment ID ini di media sosial. Warganet menganggap tanggal peluncuran Payment ID yang bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia sebagai hal yang ironis. Mereka berpendapat bahwa konsep ‘merdeka’ seharusnya berarti kebebasan, tetapi dengan adanya pemantauan melalui sistem Payment ID, kebebasan tersebut seolah-olah dirampas.

Anggota Komisi I DPR RI dari PDI Perjuangan Sarifah Ainun Jariyah juga menanggapi dengan meminta agar pelaksanaan Payment ID ditunda. Menurutnya, pengawasan melekat melalui Payment ID rentan karena infrastruktur keamanan yang dinilai belum siap. 

Selain meminta penundaan Payment ID, anggota Komisi I DPR RI itu juga meminta perbaikan sistem pajak dengan memberikan kompensasi otomatis, serta penerapan model pelaporan berkala bukan pelaporan per transaksi. Dia juga menilai infrastruktur digital Indonesia masih rentan. Mengutip data Indonesia Data Protection Authority, Sarifah menjelaskan sepanjang 2023-2024 terjadi 3.814 kasus kebocoran data.

Sarifah juga memaparkan alasan utama terkait usulannya seperti sistem perpajakan Indonesia dinilai belum mampu memberikan insentif memadai. Data Direktorat Jenderal Pajak mencatat hanya 16,5 juta wajib pajak aktif dari total 275 juta penduduk. Lainnya, perlindungan hukum bagi korban kebocoran data dinilai belum memadai. Sarifah mencontohkan kasus kebocoran data BPJS Kesehatan 2023 yang menimpa 279 juta orang, tetapi tidak disertai kompensasi memadai bagi korban. 

Dia juga mengutip laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mencatat 120.000 rekening nasabah diperjualbelikan di situs media sosial hingga e-commerce. Saat yang sama, data KTP dan NPWP di bank belum terintegrasi sehingga akan menimbulkan permasalahan baru dalam pelaksanaannya.

Di sisi lain, Dicky menjelaskan bahwa BI akan mengembangkan Payment ID sebagai unique identifier yang merepresentasikan pelaku sistem pembayaran, baik individu maupun entitas. Tujuannya, untuk mendukung penguatan integritas transaksi pembayaran, perluasan inklusi keuangan, dan perumusan kebijakan. 

Nantinya, format Payment ID terdiri dari 9 digit alfanumerik yang akan dibentuk berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang di-hash dengan formula enkripsi terkini. 

Pembentukan dan pemanfaatan Payment ID akan dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keamanan data sesuai Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), antara lain pemanfaatan Payment History hanya dapat dilakukan setelah memperoleh consent atau persetujuan dari individu pemilik data. 

"Uji coba ini sekadar melakukan identifikasi apa yang selama ini Bank Indonesia sudah punya, yang menjadi amanah UU terhadap Bank Indonesia. [Data] tidak akan dibuka tanpa consent pemilik data," jelas Dicky di Jakarta, Selasa (12/8/2025). 

Terkait dengan kabar BI memantau setiap transaksi warga melalui Payment ID, Dicky juga menegaskan Bank Sentral tidak akan pernah masuk ke ruang privat masyarakat satu per satu. Pasalnya, kata dia, selain melanggar undang-undang, jika BI ingin mengetahui potensi pertumbuhan di sektor tertentu, tidak melalui data individu. Menurutnya, tugas BI berada di ranah kebijakan publik, bukan kebijakan privat. 

"Bahwa [isu] Bank Indonesia ingin memata-matai, ingin mengetahui ruang privat individu masyarakat, tidak mungkin," ungkapnya. 

Apa pandanganmu terkait sistem Payment ID?

Penulis: Syifa Khairunnisa Zahrah



Penulis : Context.id

Editor   : Fahri N. Muharom


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025