Cafe & Restoran Selektif Pilih Musik, Berapa Tarif Royalti yang Sebenarnya?
Kini tarif royalti musik menjadi polemik bagi pelaku usaha di Indonesia, kira-kira berapa tarif royalti yang harus dibayar?
_20250216042417505 (1).jpg)
Context.id, JAKARTA - Isu bayar royalti musik menjadi polemik di antara pelaku usaha. Hal tersebut berdampak hingga para pelaku usaha yang kini lebih selektif memutar musik agar terhindar dari jeratan royalti musik.
Meskipun pelaku usaha telah berlangganan layanan musik seperti Spotify, YouTube Premium, Apple Music, atau layanan streaming lainnya, mereka tetap wajib membayar royalti kepada pemilik dan hak terkait. Hal ini ditekankan oleh Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJK Agung Damarsasongko.
“Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” ucapnya.
Apa tujuan dari tarif royalti?
Agung menjelaskan bahwa tujuan dari adanya tarif royalti musik ini bukan untuk menambah pemasukan negara, melainkan untuk memberikan kepastian hukum serta memastikan bahwa pelaku industri kreatif mendapatkan hak ekonominya secara adil.
Tak hanya itu, Agung mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap kewajiban pembayaran royalti dapat dikenakan sanksi hukum. Namun dengan melakukan mediasi terlebih dahulu sesuai pasal 95 ayat 4 UU Hak Cipta.
“Perlindungan hak cipta bukan semata soal kewajiban hukum, tapi bentuk penghargaan nyata terhadap kerja keras para pencipta yang memberi nilai tambah pada pengalaman usaha Anda,” tutur Agung.
Lalu berapa tarif royalti untuk bidang usaha jasa kuliner?
Ketentuan mengenai royalti musik dan lagu tercantum dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Nomor: HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu. Berikut rinciannya:
Restoran dan Kafe
Royalti pencipta: Rp60.000 per kursi/tahun
Royalti hak terkait: Rp60.000 per kursi/tahun
Pub, Bar, Bistro
Royalti pencipta: Rp180.000 per m²/tahun
Royalti hak terkait: Rp180.000 per m²/tahun
Diskotek dan Klub Malam
Royalti pencipta: Rp250.000 per m²/tahun
Royalti hak terkait: Rp180.000 per m²/tahun.
Pembayaran Royalti dilakukan minimal 1 (satu) tahun sekali
Ada kalkulator lisensi untuk cek besaran royalti musik dan lagu!
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menyediakan kalkulator lisensi yang dapat digunakan untuk menghitung besaran royalti. Kalkulator tersebut dapat diakses melalui tautan lmkn.id/kalkulator-lisensi.
Pada website tersebut terlampir kategori pengguna musik atau lagu, seperti bioskop, hotel, restoran, kafe, dan sebagainya. Kemudian pilih subkategori dan masukkan rata-rata tingkat okupansi kursi per tahun atau besaran luas sebagai dasar perhitungan royalti musik dan lagu.
Selanjutnya tekan tombol “Hitung” dan jumlah royalti musik atau lagu yang harus dibayarkan dalam satu tahun akan muncul secara otomatis. Penting untuk diketahui bahwa nominal yang ditunjukkan berupa estimasi dan belum termasuk pajak.
Bagaimana respons pemerintah?
Istana Kepresidenan menanggapi keresahan pelaku usaha kafe, restoran, dan tempat publik lainnya terkait polemik pemutaran musik. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan bahwa pemerintah tengah mencari solusi terbaik yang adil bagi semua pihak.
“Kita sedang mencari jalan keluar sebaik-baiknya. Karena di satu sisi, memang ada hak yang diperjuangkan oleh saudara-saudara kita pencipta lagu,” jelas Prasetyo, Selasa (5/8/2025).
Menurut Prasetyo, perdebatan ini muncul karena adanya perbedaan tafsir soal bentuk pemanfaatan lagu, apakah benar-benar bersifat komersial atau sekadar elemen pendukung suasana.
Pemerintah juga akan mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi dari kebijakan ini, terutama di tengah situasi pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi dan upaya mendorong sektor UMKM.
“Sebagian juga yang merasa bahwa kalau itu domain publik, kemudian juga kalaupun dalam tanda kutip dianggap dikomersialisasikan itu, tetapi bentuknya seperti hanya diputar di kafe atau di rumah makan, ada juga yang berpendapat bahwa kalau seperti itu bentuknya ya enggak masalah,” pungkas Prasetyo.
Penulis: Syifa Khairunnisa Zahrah
POPULAR
RELATED ARTICLES
Cafe & Restoran Selektif Pilih Musik, Berapa Tarif Royalti yang Sebenarnya?
Kini tarif royalti musik menjadi polemik bagi pelaku usaha di Indonesia, kira-kira berapa tarif royalti yang harus dibayar?
_20250216042417505 (1).jpg)
Context.id, JAKARTA - Isu bayar royalti musik menjadi polemik di antara pelaku usaha. Hal tersebut berdampak hingga para pelaku usaha yang kini lebih selektif memutar musik agar terhindar dari jeratan royalti musik.
Meskipun pelaku usaha telah berlangganan layanan musik seperti Spotify, YouTube Premium, Apple Music, atau layanan streaming lainnya, mereka tetap wajib membayar royalti kepada pemilik dan hak terkait. Hal ini ditekankan oleh Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJK Agung Damarsasongko.
“Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” ucapnya.
Apa tujuan dari tarif royalti?
Agung menjelaskan bahwa tujuan dari adanya tarif royalti musik ini bukan untuk menambah pemasukan negara, melainkan untuk memberikan kepastian hukum serta memastikan bahwa pelaku industri kreatif mendapatkan hak ekonominya secara adil.
Tak hanya itu, Agung mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap kewajiban pembayaran royalti dapat dikenakan sanksi hukum. Namun dengan melakukan mediasi terlebih dahulu sesuai pasal 95 ayat 4 UU Hak Cipta.
“Perlindungan hak cipta bukan semata soal kewajiban hukum, tapi bentuk penghargaan nyata terhadap kerja keras para pencipta yang memberi nilai tambah pada pengalaman usaha Anda,” tutur Agung.
Lalu berapa tarif royalti untuk bidang usaha jasa kuliner?
Ketentuan mengenai royalti musik dan lagu tercantum dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Nomor: HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu. Berikut rinciannya:
Restoran dan Kafe
Royalti pencipta: Rp60.000 per kursi/tahun
Royalti hak terkait: Rp60.000 per kursi/tahun
Pub, Bar, Bistro
Royalti pencipta: Rp180.000 per m²/tahun
Royalti hak terkait: Rp180.000 per m²/tahun
Diskotek dan Klub Malam
Royalti pencipta: Rp250.000 per m²/tahun
Royalti hak terkait: Rp180.000 per m²/tahun.
Pembayaran Royalti dilakukan minimal 1 (satu) tahun sekali
Ada kalkulator lisensi untuk cek besaran royalti musik dan lagu!
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menyediakan kalkulator lisensi yang dapat digunakan untuk menghitung besaran royalti. Kalkulator tersebut dapat diakses melalui tautan lmkn.id/kalkulator-lisensi.
Pada website tersebut terlampir kategori pengguna musik atau lagu, seperti bioskop, hotel, restoran, kafe, dan sebagainya. Kemudian pilih subkategori dan masukkan rata-rata tingkat okupansi kursi per tahun atau besaran luas sebagai dasar perhitungan royalti musik dan lagu.
Selanjutnya tekan tombol “Hitung” dan jumlah royalti musik atau lagu yang harus dibayarkan dalam satu tahun akan muncul secara otomatis. Penting untuk diketahui bahwa nominal yang ditunjukkan berupa estimasi dan belum termasuk pajak.
Bagaimana respons pemerintah?
Istana Kepresidenan menanggapi keresahan pelaku usaha kafe, restoran, dan tempat publik lainnya terkait polemik pemutaran musik. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan bahwa pemerintah tengah mencari solusi terbaik yang adil bagi semua pihak.
“Kita sedang mencari jalan keluar sebaik-baiknya. Karena di satu sisi, memang ada hak yang diperjuangkan oleh saudara-saudara kita pencipta lagu,” jelas Prasetyo, Selasa (5/8/2025).
Menurut Prasetyo, perdebatan ini muncul karena adanya perbedaan tafsir soal bentuk pemanfaatan lagu, apakah benar-benar bersifat komersial atau sekadar elemen pendukung suasana.
Pemerintah juga akan mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi dari kebijakan ini, terutama di tengah situasi pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi dan upaya mendorong sektor UMKM.
“Sebagian juga yang merasa bahwa kalau itu domain publik, kemudian juga kalaupun dalam tanda kutip dianggap dikomersialisasikan itu, tetapi bentuknya seperti hanya diputar di kafe atau di rumah makan, ada juga yang berpendapat bahwa kalau seperti itu bentuknya ya enggak masalah,” pungkas Prasetyo.
Penulis: Syifa Khairunnisa Zahrah
POPULAR
RELATED ARTICLES