Miskin Versi Bank Dunia, Benarkah 7 dari 10 Orang Indonesia Miskin?
Jika lebih dari setengah warga negara ini dianggap miskin oleh standar global, artinya sudah seberapa jauh standar hidup kita tertinggal?
Context.id, JAKARTA - Bayangkan, dari 281 juta jiwa penduduk Indonesia, sebanyak 194 juta di antaranya dikategorikan miskin. Itu artinya hampir 7 dari 10 orang Indonesia tidak punya pengeluaran yang cukup untuk hidup layak setidaknya menurut versi terbaru Bank Dunia.
Angka itu sontak membuat dahi berkerut. Pasalnya, versi resmi pemerintah lewat Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut jumlah orang miskin Indonesia hanya sekitar 24 juta orang. Selisihnya mencolok, lebih dari 170 juta jiwa. Apa yang sedang terjadi?
Perbedaan angka yang begitu besar ini muncul bukan karena penduduk Indonesia tiba-tiba kehilangan penghasilannya. Melainkan karena perubahan metode penghitungan kemiskinan oleh Bank Dunia.
Lembaga global itu kini menggunakan standar baru yang lebih tinggi. Garis kemiskinan untuk negara berpenghasilan menengah atas seperti Indonesia dinaikkan dari pengeluaran minimum US$6,85 per hari ke US$8,30.
Itu artinya, siapa pun yang pengeluarannya di bawah angka Rp135.000 per hari dianggap miskin. Hasilnya, menurut simulasi Bank Dunia, 68% penduduk Indonesia berada di bawah garis tersebut.
Untuk memahami perubahan ini, kita bisa membayangkan sepiring nasi goreng. Di Indonesia, mungkin hanya Rp20.000. Tapi di Amerika Serikat, menu serupa bisa dihargai US$5 atau setara Rp80.000.
Nah, konsep purchasing power parity (PPP) yang digunakan Bank Dunia memperhitungkan daya beli ini berapa nilai sebenarnya uang kita di masing-masing negara, bukan sekadar nilai tukar mata uang.
PPP versi 2021 yang lebih baru mencerminkan perubahan harga dan daya beli global yang lebih mutakhir. Ini yang menyebabkan “batas miskin” juga ikut naik.
Konsep ini berbeda dengan versi BPS. BPS menggunakan metode yang menghitung pengeluaran minimum untuk kebutuhan pokok makanan, sandang, dan papan dalam konteks Indonesia.
Per Mei 2025, batas itu ditetapkan pada Rp595.932 per bulan. Jika pengeluaran seseorang di bawah angka itu, maka dia masuk kategori miskin. Menggunakan pendekatan ini, jumlah penduduk miskin versi BPS hanya 24,05 juta orang, atau sekitar 8,57% dari populasi.
POPULAR
RELATED ARTICLES
Miskin Versi Bank Dunia, Benarkah 7 dari 10 Orang Indonesia Miskin?
Jika lebih dari setengah warga negara ini dianggap miskin oleh standar global, artinya sudah seberapa jauh standar hidup kita tertinggal?
Context.id, JAKARTA - Bayangkan, dari 281 juta jiwa penduduk Indonesia, sebanyak 194 juta di antaranya dikategorikan miskin. Itu artinya hampir 7 dari 10 orang Indonesia tidak punya pengeluaran yang cukup untuk hidup layak setidaknya menurut versi terbaru Bank Dunia.
Angka itu sontak membuat dahi berkerut. Pasalnya, versi resmi pemerintah lewat Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut jumlah orang miskin Indonesia hanya sekitar 24 juta orang. Selisihnya mencolok, lebih dari 170 juta jiwa. Apa yang sedang terjadi?
Perbedaan angka yang begitu besar ini muncul bukan karena penduduk Indonesia tiba-tiba kehilangan penghasilannya. Melainkan karena perubahan metode penghitungan kemiskinan oleh Bank Dunia.
Lembaga global itu kini menggunakan standar baru yang lebih tinggi. Garis kemiskinan untuk negara berpenghasilan menengah atas seperti Indonesia dinaikkan dari pengeluaran minimum US$6,85 per hari ke US$8,30.
Itu artinya, siapa pun yang pengeluarannya di bawah angka Rp135.000 per hari dianggap miskin. Hasilnya, menurut simulasi Bank Dunia, 68% penduduk Indonesia berada di bawah garis tersebut.
Untuk memahami perubahan ini, kita bisa membayangkan sepiring nasi goreng. Di Indonesia, mungkin hanya Rp20.000. Tapi di Amerika Serikat, menu serupa bisa dihargai US$5 atau setara Rp80.000.
Nah, konsep purchasing power parity (PPP) yang digunakan Bank Dunia memperhitungkan daya beli ini berapa nilai sebenarnya uang kita di masing-masing negara, bukan sekadar nilai tukar mata uang.
PPP versi 2021 yang lebih baru mencerminkan perubahan harga dan daya beli global yang lebih mutakhir. Ini yang menyebabkan “batas miskin” juga ikut naik.
Konsep ini berbeda dengan versi BPS. BPS menggunakan metode yang menghitung pengeluaran minimum untuk kebutuhan pokok makanan, sandang, dan papan dalam konteks Indonesia.
Per Mei 2025, batas itu ditetapkan pada Rp595.932 per bulan. Jika pengeluaran seseorang di bawah angka itu, maka dia masuk kategori miskin. Menggunakan pendekatan ini, jumlah penduduk miskin versi BPS hanya 24,05 juta orang, atau sekitar 8,57% dari populasi.
POPULAR
RELATED ARTICLES