Banyak Hotel-Hotel di Jakarta Dijual, Apa yang Terjadi?
Di Jakarta, kota yang tak pernah benar-benar tidur, hotel-hotel mulai kehilangan tamu. Tak sedikit yang akhirnya kehilangan harapan
Context.id, JAKARTA - Di situs-situs jual beli properti, daftar hotel yang dijual makin panjang. Dari hotel butik di Grogol hingga penginapan ekonomis di kawasan Gunung Sahari semuanya menawarkan satu hal yang sama, kesempatan untuk dibeli.
Menurut survei Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta, sebanyak 96,7% hotel anggota mereka mengalami penurunan okupansi pada April 2025. Sebagian besar bahkan mencatat kerugian yang signifikan.
Sutrisno, Ketua PHRI Jakarta, menyebutkan beban biaya operasional melonjak tajam. Tarif air naik 71%, harga gas melambung 20% dan upah minimum provinsi meningkat 9%.
Di sisi lain, pelanggan dari segmen pemerintahan yang dulu bisa diandalkan sebagai ‘penambal’ ketika turis sepi ikut menghilang karena efisiensi anggaran.
Ironisnya, sektor hotel dan restoran adalah penyumbang tetap bagi ekonomi Jakarta. Rata-rata kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai 13% Belum lagi soal tenaga kerja, menurut data BPS 2023, 603.000 orang bergantung pada sektor ini.
Namun survei terbaru PHRI menunjukkan 70% hotel berencana melakukan PHK jika kondisi ini terus berlanjut. Bahkan 90% responden akan memangkas pekerja harian, dan sepertiganya akan mengurangi staf tetap hingga 30%.
Untuk sektor yang pernah menjadi tulang punggung pariwisata, kenyataan ini menyakitkan. Tapi barangkali, ini saat yang tepat bagi negara dan daerah untuk berhenti melihat hotel hanya sebagai entitas bisnis melainkan juga sebagai infrastruktur publik tempat bernaung, bekerja dan menghidupkan kota.
POPULAR
RELATED ARTICLES
Banyak Hotel-Hotel di Jakarta Dijual, Apa yang Terjadi?
Di Jakarta, kota yang tak pernah benar-benar tidur, hotel-hotel mulai kehilangan tamu. Tak sedikit yang akhirnya kehilangan harapan
Context.id, JAKARTA - Di situs-situs jual beli properti, daftar hotel yang dijual makin panjang. Dari hotel butik di Grogol hingga penginapan ekonomis di kawasan Gunung Sahari semuanya menawarkan satu hal yang sama, kesempatan untuk dibeli.
Menurut survei Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta, sebanyak 96,7% hotel anggota mereka mengalami penurunan okupansi pada April 2025. Sebagian besar bahkan mencatat kerugian yang signifikan.
Sutrisno, Ketua PHRI Jakarta, menyebutkan beban biaya operasional melonjak tajam. Tarif air naik 71%, harga gas melambung 20% dan upah minimum provinsi meningkat 9%.
Di sisi lain, pelanggan dari segmen pemerintahan yang dulu bisa diandalkan sebagai ‘penambal’ ketika turis sepi ikut menghilang karena efisiensi anggaran.
Ironisnya, sektor hotel dan restoran adalah penyumbang tetap bagi ekonomi Jakarta. Rata-rata kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai 13% Belum lagi soal tenaga kerja, menurut data BPS 2023, 603.000 orang bergantung pada sektor ini.
Namun survei terbaru PHRI menunjukkan 70% hotel berencana melakukan PHK jika kondisi ini terus berlanjut. Bahkan 90% responden akan memangkas pekerja harian, dan sepertiganya akan mengurangi staf tetap hingga 30%.
Untuk sektor yang pernah menjadi tulang punggung pariwisata, kenyataan ini menyakitkan. Tapi barangkali, ini saat yang tepat bagi negara dan daerah untuk berhenti melihat hotel hanya sebagai entitas bisnis melainkan juga sebagai infrastruktur publik tempat bernaung, bekerja dan menghidupkan kota.
POPULAR
RELATED ARTICLES