Share

Home Stories

Stories 30 April 2025

Presiden Harvard Lawan Trump: 170 Kampus Kompak Bela Kebebasan Akademik

Kampus di AS menolak campur tangan politik yang mengganggu kebebasan akademik di kampus, termasuk pemotongan dana publik

Ilustrasi Trump dan ruang akademik/getimg.ai

Context.id, JAKARTA - Di tengah ketegangan yang kian meningkat antara Gedung Putih dan dunia akademik, lebih dari 170 presiden perguruan tinggi di Amerika Serikat dari Harvard hingga kampus seni liberal di kota kecil menandatangani surat terbuka yang mengecam tindakan berlebihan pemerintahan Donald Trump terhadap pendidikan tinggi.

Surat tersebut, yang dirilis Selasa (22/4) oleh Asosiasi Perguruan Tinggi dan Universitas Amerika (AAC&U) seperti dikutip dari Fast Company, menjadi pernyataan kolektif paling tegas dari kampus-kampus terhadap intervensi politik yang dianggap membahayakan kemerdekaan akademik.

“Kami berbicara dengan satu suara,” bunyi surat itu. “Kami menolak campur tangan politik yang tidak semestinya dan penggunaan dana publik secara koersif.” Intinya: pemerintah boleh mengawasi, tapi jangan mengendalikan isi pikiran.

Konflik ini meletup setelah pemerintahan Trump mengancam akan membekukan pendanaan federal termasuk anggaran penelitian senilai miliaran dolar jika kampus-kampus tidak tunduk pada sejumlah tuntutan. Di antaranya, menyerahkan data mahasiswa yang mengikuti protes politik, melarang pemakaian masker, hingga mengakhiri program keberagaman.

Harvard mengambil langkah ekstrem: menggugat pemerintah. Presiden interim Harvard, Alan Garber, menyebut pembekuan dana sebesar US$2,2 miliar itu “ilegal dan membahayakan peran perguruan tinggi dalam masyarakat demokratis”.

Sementara itu, pernyataan Gedung Putih, seperti biasa, keras. "Kereta bantuan federal untuk lembaga seperti Harvard akan segera berakhir," ujar juru bicara Harrison Fields. Ia menuding universitas elite menghamburkan uang pajak untuk birokrat kampus yang digaji tinggi.

Isu ini tak muncul dalam ruang hampa. Di berbagai kampus, mahasiswa yang mendukung Palestina ditangkap atau dideportasi. Beberapa universitas seperti Columbia memecat dan mencabut gelar mahasiswa yang ikut protes. Lainnya memilih membela mahasiswanya, memantik perpecahan internal di dunia akademik.

Namun satu hal kini berubah. Surat bersama ini bisa menjadi titik balik tanda dunia akademik, yang selama ini kerap terpecah, mulai menyatukan suara.

Apakah Trump akan mundur? Tampaknya tidak. Tapi dalam pertarungan antara kekuasaan dan kebebasan berpikir, kampus-kampus Amerika sedang memperlihatkan mereka belum siap menyerah.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 30 April 2025

Presiden Harvard Lawan Trump: 170 Kampus Kompak Bela Kebebasan Akademik

Kampus di AS menolak campur tangan politik yang mengganggu kebebasan akademik di kampus, termasuk pemotongan dana publik

Ilustrasi Trump dan ruang akademik/getimg.ai

Context.id, JAKARTA - Di tengah ketegangan yang kian meningkat antara Gedung Putih dan dunia akademik, lebih dari 170 presiden perguruan tinggi di Amerika Serikat dari Harvard hingga kampus seni liberal di kota kecil menandatangani surat terbuka yang mengecam tindakan berlebihan pemerintahan Donald Trump terhadap pendidikan tinggi.

Surat tersebut, yang dirilis Selasa (22/4) oleh Asosiasi Perguruan Tinggi dan Universitas Amerika (AAC&U) seperti dikutip dari Fast Company, menjadi pernyataan kolektif paling tegas dari kampus-kampus terhadap intervensi politik yang dianggap membahayakan kemerdekaan akademik.

“Kami berbicara dengan satu suara,” bunyi surat itu. “Kami menolak campur tangan politik yang tidak semestinya dan penggunaan dana publik secara koersif.” Intinya: pemerintah boleh mengawasi, tapi jangan mengendalikan isi pikiran.

Konflik ini meletup setelah pemerintahan Trump mengancam akan membekukan pendanaan federal termasuk anggaran penelitian senilai miliaran dolar jika kampus-kampus tidak tunduk pada sejumlah tuntutan. Di antaranya, menyerahkan data mahasiswa yang mengikuti protes politik, melarang pemakaian masker, hingga mengakhiri program keberagaman.

Harvard mengambil langkah ekstrem: menggugat pemerintah. Presiden interim Harvard, Alan Garber, menyebut pembekuan dana sebesar US$2,2 miliar itu “ilegal dan membahayakan peran perguruan tinggi dalam masyarakat demokratis”.

Sementara itu, pernyataan Gedung Putih, seperti biasa, keras. "Kereta bantuan federal untuk lembaga seperti Harvard akan segera berakhir," ujar juru bicara Harrison Fields. Ia menuding universitas elite menghamburkan uang pajak untuk birokrat kampus yang digaji tinggi.

Isu ini tak muncul dalam ruang hampa. Di berbagai kampus, mahasiswa yang mendukung Palestina ditangkap atau dideportasi. Beberapa universitas seperti Columbia memecat dan mencabut gelar mahasiswa yang ikut protes. Lainnya memilih membela mahasiswanya, memantik perpecahan internal di dunia akademik.

Namun satu hal kini berubah. Surat bersama ini bisa menjadi titik balik tanda dunia akademik, yang selama ini kerap terpecah, mulai menyatukan suara.

Apakah Trump akan mundur? Tampaknya tidak. Tapi dalam pertarungan antara kekuasaan dan kebebasan berpikir, kampus-kampus Amerika sedang memperlihatkan mereka belum siap menyerah.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Turang Sudah Pulang, Film Terbaik yang Lama Menghilang

Seniman Bunga Siagian berhasil membawa pulang film karya aktivis Lekra Bachtiar Siagian berjudul Turang, yang sempat hilang puluhan tahun dari per ...

Renita Sukma . 22 June 2025

Riuh Formula E Jakarta 2025, Dan Ticktum Melesat Menuju Podium Kemenangan

Dentuman suara knalpot terdengar bersahutan dari puluhan mobil balap yang berlaga di ajang Formula E di Jakarta. Di aspal panas itu Dan Tickum me ...

Renita Sukma . 21 June 2025

Peluang UMKM Indonesia Masuk ke Pasar Asia Tengah

Kedutaan Besar Kazakhstan untuk Indonesia memberikan peluang bagi UMKM Indonesia agar dapat memasarkan produknya di Kazakhstan.

Helen Angelia . 20 June 2025

Pakaian dari Jerami, Masa Depan Mode Berasal dari Limbah

Dalam lanskap industri mode yang sarat emisi dan limbah, secercah harapan muncul dari tempat yang tidak terduga ladang gandum

Noviarizal Fernandez . 19 June 2025