Presiden Harvard Lawan Trump: 170 Kampus Kompak Bela Kebebasan Akademik
Kampus di AS menolak campur tangan politik yang mengganggu kebebasan akademik di kampus, termasuk pemotongan dana publik

Context.id, JAKARTA - Di tengah ketegangan yang kian meningkat antara Gedung Putih dan dunia akademik, lebih dari 170 presiden perguruan tinggi di Amerika Serikat dari Harvard hingga kampus seni liberal di kota kecil menandatangani surat terbuka yang mengecam tindakan berlebihan pemerintahan Donald Trump terhadap pendidikan tinggi.
Surat tersebut, yang dirilis Selasa (22/4) oleh Asosiasi Perguruan Tinggi dan Universitas Amerika (AAC&U) seperti dikutip dari Fast Company, menjadi pernyataan kolektif paling tegas dari kampus-kampus terhadap intervensi politik yang dianggap membahayakan kemerdekaan akademik.
“Kami berbicara dengan satu suara,” bunyi surat itu. “Kami menolak campur tangan politik yang tidak semestinya dan penggunaan dana publik secara koersif.” Intinya: pemerintah boleh mengawasi, tapi jangan mengendalikan isi pikiran.
Konflik ini meletup setelah pemerintahan Trump mengancam akan membekukan pendanaan federal termasuk anggaran penelitian senilai miliaran dolar jika kampus-kampus tidak tunduk pada sejumlah tuntutan. Di antaranya, menyerahkan data mahasiswa yang mengikuti protes politik, melarang pemakaian masker, hingga mengakhiri program keberagaman.
Harvard mengambil langkah ekstrem: menggugat pemerintah. Presiden interim Harvard, Alan Garber, menyebut pembekuan dana sebesar US$2,2 miliar itu “ilegal dan membahayakan peran perguruan tinggi dalam masyarakat demokratis”.
Sementara itu, pernyataan Gedung Putih, seperti biasa, keras. "Kereta bantuan federal untuk lembaga seperti Harvard akan segera berakhir," ujar juru bicara Harrison Fields. Ia menuding universitas elite menghamburkan uang pajak untuk birokrat kampus yang digaji tinggi.
Isu ini tak muncul dalam ruang hampa. Di berbagai kampus, mahasiswa yang mendukung Palestina ditangkap atau dideportasi. Beberapa universitas seperti Columbia memecat dan mencabut gelar mahasiswa yang ikut protes. Lainnya memilih membela mahasiswanya, memantik perpecahan internal di dunia akademik.
Namun satu hal kini berubah. Surat bersama ini bisa menjadi titik balik tanda dunia akademik, yang selama ini kerap terpecah, mulai menyatukan suara.
Apakah Trump akan mundur? Tampaknya tidak. Tapi dalam pertarungan antara kekuasaan dan kebebasan berpikir, kampus-kampus Amerika sedang memperlihatkan mereka belum siap menyerah.
RELATED ARTICLES
Presiden Harvard Lawan Trump: 170 Kampus Kompak Bela Kebebasan Akademik
Kampus di AS menolak campur tangan politik yang mengganggu kebebasan akademik di kampus, termasuk pemotongan dana publik

Context.id, JAKARTA - Di tengah ketegangan yang kian meningkat antara Gedung Putih dan dunia akademik, lebih dari 170 presiden perguruan tinggi di Amerika Serikat dari Harvard hingga kampus seni liberal di kota kecil menandatangani surat terbuka yang mengecam tindakan berlebihan pemerintahan Donald Trump terhadap pendidikan tinggi.
Surat tersebut, yang dirilis Selasa (22/4) oleh Asosiasi Perguruan Tinggi dan Universitas Amerika (AAC&U) seperti dikutip dari Fast Company, menjadi pernyataan kolektif paling tegas dari kampus-kampus terhadap intervensi politik yang dianggap membahayakan kemerdekaan akademik.
“Kami berbicara dengan satu suara,” bunyi surat itu. “Kami menolak campur tangan politik yang tidak semestinya dan penggunaan dana publik secara koersif.” Intinya: pemerintah boleh mengawasi, tapi jangan mengendalikan isi pikiran.
Konflik ini meletup setelah pemerintahan Trump mengancam akan membekukan pendanaan federal termasuk anggaran penelitian senilai miliaran dolar jika kampus-kampus tidak tunduk pada sejumlah tuntutan. Di antaranya, menyerahkan data mahasiswa yang mengikuti protes politik, melarang pemakaian masker, hingga mengakhiri program keberagaman.
Harvard mengambil langkah ekstrem: menggugat pemerintah. Presiden interim Harvard, Alan Garber, menyebut pembekuan dana sebesar US$2,2 miliar itu “ilegal dan membahayakan peran perguruan tinggi dalam masyarakat demokratis”.
Sementara itu, pernyataan Gedung Putih, seperti biasa, keras. "Kereta bantuan federal untuk lembaga seperti Harvard akan segera berakhir," ujar juru bicara Harrison Fields. Ia menuding universitas elite menghamburkan uang pajak untuk birokrat kampus yang digaji tinggi.
Isu ini tak muncul dalam ruang hampa. Di berbagai kampus, mahasiswa yang mendukung Palestina ditangkap atau dideportasi. Beberapa universitas seperti Columbia memecat dan mencabut gelar mahasiswa yang ikut protes. Lainnya memilih membela mahasiswanya, memantik perpecahan internal di dunia akademik.
Namun satu hal kini berubah. Surat bersama ini bisa menjadi titik balik tanda dunia akademik, yang selama ini kerap terpecah, mulai menyatukan suara.
Apakah Trump akan mundur? Tampaknya tidak. Tapi dalam pertarungan antara kekuasaan dan kebebasan berpikir, kampus-kampus Amerika sedang memperlihatkan mereka belum siap menyerah.
POPULAR
RELATED ARTICLES