Indonesia dan Perjudian, Sejarah Lama yang Berulang
Sejarah perjalanan Indonesia tidak pernah lepas dari dunia perjudian. Ada masa-masa bulan madu, namun seringkali judi dipandnag sebagai musuh bersama

Context.id, JAKARTA—Sejarah perjalanan Indonesia tidak pernah lepas dari dunia perjudian. Ada masa-masa bulan madu, namun sering kali judi dipandang sebagai musuh bersama.
Kini, badai judi datang kembali. Indonesia tengah diterpa gelombang perjudian digital yang akut. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memperkirakan, perputaran uang judi online pada 2025 bakal naik menjadi Rp1.200 triliun. Angka itu melonjak dari nilai transaksi pada 2024 yang tercatat mencapai Rp981 triliun.
Namun, tantangan hari ini tak hanya tentang judi. Teknologi dan alat transaksi juga berkembang, mengikuti zaman. PPATK mencatat, tindak pidana kini merambah ke ranah kripto dan platform digital lainnya. Dunia perjudian telah berubah wujud, tapi daya tariknya tetap sama, peluang untuk menang besar dalam sekejap.
Bukan hal baru sebenarnya. Sejarah menunjukkan perjudian di Indonesia telah berakar lama. Pascakemerdekaan, tahun-tahun awal republik hingga era 1960-an adalah masa penuh gejolak sosial, politik, dan ekonomi.
Krisis bermula sejak 1955, ketika defisit anggaran menembus 14%. Inflasi terus naik. Dari 1959 hingga 1962, inflasi melonjak dari 19,42% menjadi 154,40%. Di tengah ketidakpastian, rakyat mencari cara bertahan hidup. Spekulasi pun menjadi pilihan dan judi dalam berbagai rupa hadir sebagai jalan pintas.
BACA JUGA
Dalam sebuah esai di Jurnal Sejarah Islam dan Manuskrip, Mawardi Purbo Sanjoyo mencatat bagaimana undian dan perjudian merebak luas. Tidak hanya bentuk kecil-kecilan, tapi juga yang diselenggarakan pemerintah.
Pasar malam menjadi episentrum. Lapak disewa, bukan hanya untuk jualan, tapi juga untuk meja judi. Loket-loket perjudian menarik para pecandu. Lapak-lapak judi ramai diserbu. Permainan seperti Paseran, Abang Idjo, dan Tebak Angka menjamur setiap kali pasar amal digelar.
Namun bukan hanya itu. Lotere uang gratis juga menjadi tren di dekade 1950-an. Bandar judi menjual kupon secara cuma-cuma, menjanjikan hadiah besar. Pengumuman pemenang diumumkan di surat kabar, lengkap dengan tanggal pengundian dan jumlah hadiah. Bahkan, penerbit buku ramalan ikut menyelenggarakan lotere.
Iklan-iklan mereka memikat, menggoda siapa saja untuk mencoba peruntungan. Tapi lotere ini tergolong liar, karena tak mengantongi izin resmi dari Kementerian Sosial.
Di sisi lain, lotere barang juga muncul. Dari kota ke desa, dari instansi pemerintah hingga ke tangan anak-anak, lotere barang menyebar luas. Ia menjanjikan hadiah dalam bentuk benda, dan daya tariknya tak kalah kuat.
Melihat dampak negatifnya, berbagai organisasi kemasyarakatan mulai bereaksi. Mereka bersuara. Gerwani Purwokerto, Masyumi Loksukon, Mahasiswa Islam Semarang, Wiradesa Pekalongan, Pemuda Rakyat Tanjung Balai semuanya mengeluarkan resolusi. Mereka menuntut pemerintah daerah dan pihak terkait agar proaktif memberantas perjudian.
Jadi, jika hari ini judi online memusingkan kepala, sejatinya ini bukan cerita baru. Ia hanyalah babak lanjutan dari kisah lama yang belum tuntas pengulangan sejarah yang terus mencari akhir.
RELATED ARTICLES
Indonesia dan Perjudian, Sejarah Lama yang Berulang
Sejarah perjalanan Indonesia tidak pernah lepas dari dunia perjudian. Ada masa-masa bulan madu, namun seringkali judi dipandnag sebagai musuh bersama

Context.id, JAKARTA—Sejarah perjalanan Indonesia tidak pernah lepas dari dunia perjudian. Ada masa-masa bulan madu, namun sering kali judi dipandang sebagai musuh bersama.
Kini, badai judi datang kembali. Indonesia tengah diterpa gelombang perjudian digital yang akut. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memperkirakan, perputaran uang judi online pada 2025 bakal naik menjadi Rp1.200 triliun. Angka itu melonjak dari nilai transaksi pada 2024 yang tercatat mencapai Rp981 triliun.
Namun, tantangan hari ini tak hanya tentang judi. Teknologi dan alat transaksi juga berkembang, mengikuti zaman. PPATK mencatat, tindak pidana kini merambah ke ranah kripto dan platform digital lainnya. Dunia perjudian telah berubah wujud, tapi daya tariknya tetap sama, peluang untuk menang besar dalam sekejap.
Bukan hal baru sebenarnya. Sejarah menunjukkan perjudian di Indonesia telah berakar lama. Pascakemerdekaan, tahun-tahun awal republik hingga era 1960-an adalah masa penuh gejolak sosial, politik, dan ekonomi.
Krisis bermula sejak 1955, ketika defisit anggaran menembus 14%. Inflasi terus naik. Dari 1959 hingga 1962, inflasi melonjak dari 19,42% menjadi 154,40%. Di tengah ketidakpastian, rakyat mencari cara bertahan hidup. Spekulasi pun menjadi pilihan dan judi dalam berbagai rupa hadir sebagai jalan pintas.
BACA JUGA
Dalam sebuah esai di Jurnal Sejarah Islam dan Manuskrip, Mawardi Purbo Sanjoyo mencatat bagaimana undian dan perjudian merebak luas. Tidak hanya bentuk kecil-kecilan, tapi juga yang diselenggarakan pemerintah.
Pasar malam menjadi episentrum. Lapak disewa, bukan hanya untuk jualan, tapi juga untuk meja judi. Loket-loket perjudian menarik para pecandu. Lapak-lapak judi ramai diserbu. Permainan seperti Paseran, Abang Idjo, dan Tebak Angka menjamur setiap kali pasar amal digelar.
Namun bukan hanya itu. Lotere uang gratis juga menjadi tren di dekade 1950-an. Bandar judi menjual kupon secara cuma-cuma, menjanjikan hadiah besar. Pengumuman pemenang diumumkan di surat kabar, lengkap dengan tanggal pengundian dan jumlah hadiah. Bahkan, penerbit buku ramalan ikut menyelenggarakan lotere.
Iklan-iklan mereka memikat, menggoda siapa saja untuk mencoba peruntungan. Tapi lotere ini tergolong liar, karena tak mengantongi izin resmi dari Kementerian Sosial.
Di sisi lain, lotere barang juga muncul. Dari kota ke desa, dari instansi pemerintah hingga ke tangan anak-anak, lotere barang menyebar luas. Ia menjanjikan hadiah dalam bentuk benda, dan daya tariknya tak kalah kuat.
Melihat dampak negatifnya, berbagai organisasi kemasyarakatan mulai bereaksi. Mereka bersuara. Gerwani Purwokerto, Masyumi Loksukon, Mahasiswa Islam Semarang, Wiradesa Pekalongan, Pemuda Rakyat Tanjung Balai semuanya mengeluarkan resolusi. Mereka menuntut pemerintah daerah dan pihak terkait agar proaktif memberantas perjudian.
Jadi, jika hari ini judi online memusingkan kepala, sejatinya ini bukan cerita baru. Ia hanyalah babak lanjutan dari kisah lama yang belum tuntas pengulangan sejarah yang terus mencari akhir.
POPULAR
RELATED ARTICLES