Share

Home Stories

Stories 02 Mei 2025

Indonesia dan Perjudian, Sejarah Lama yang Berulang

Sejarah perjalanan Indonesia tidak pernah lepas dari dunia perjudian. Ada masa-masa bulan madu, namun seringkali judi dipandnag sebagai musuh bersama

Ilustrasi judi/getimg.ai

Context.id, JAKARTA—Sejarah perjalanan Indonesia tidak pernah lepas dari dunia perjudian. Ada masa-masa bulan madu, namun sering kali judi dipandang sebagai musuh bersama.

Kini, badai judi datang kembali. Indonesia tengah diterpa gelombang perjudian digital yang akut. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memperkirakan, perputaran uang judi online pada 2025 bakal naik menjadi Rp1.200 triliun. Angka itu melonjak dari nilai transaksi pada 2024 yang tercatat mencapai Rp981 triliun.

Namun, tantangan hari ini tak hanya tentang judi. Teknologi dan alat transaksi juga berkembang, mengikuti zaman. PPATK mencatat, tindak pidana kini merambah ke ranah kripto dan platform digital lainnya. Dunia perjudian telah berubah wujud, tapi daya tariknya tetap sama, peluang untuk menang besar dalam sekejap.

Bukan hal baru sebenarnya. Sejarah menunjukkan perjudian di Indonesia telah berakar lama. Pascakemerdekaan, tahun-tahun awal republik hingga era 1960-an adalah masa penuh gejolak sosial, politik, dan ekonomi.

Krisis bermula sejak 1955, ketika defisit anggaran menembus 14%. Inflasi terus naik. Dari 1959 hingga 1962, inflasi melonjak dari 19,42% menjadi 154,40%. Di tengah ketidakpastian, rakyat mencari cara bertahan hidup. Spekulasi pun menjadi pilihan dan judi dalam berbagai rupa hadir sebagai jalan pintas.



Dalam sebuah esai di Jurnal Sejarah Islam dan Manuskrip, Mawardi Purbo Sanjoyo mencatat bagaimana undian dan perjudian merebak luas. Tidak hanya bentuk kecil-kecilan, tapi juga yang diselenggarakan pemerintah.

Pasar malam menjadi episentrum. Lapak disewa, bukan hanya untuk jualan, tapi juga untuk meja judi. Loket-loket perjudian menarik para pecandu. Lapak-lapak judi ramai diserbu. Permainan seperti Paseran, Abang Idjo, dan Tebak Angka menjamur setiap kali pasar amal digelar.

Namun bukan hanya itu. Lotere uang gratis juga menjadi tren di dekade 1950-an. Bandar judi menjual kupon secara cuma-cuma, menjanjikan hadiah besar. Pengumuman pemenang diumumkan di surat kabar, lengkap dengan tanggal pengundian dan jumlah hadiah. Bahkan, penerbit buku ramalan ikut menyelenggarakan lotere.

Iklan-iklan mereka memikat, menggoda siapa saja untuk mencoba peruntungan. Tapi lotere ini tergolong liar, karena tak mengantongi izin resmi dari Kementerian Sosial.

Di sisi lain, lotere barang juga muncul. Dari kota ke desa, dari instansi pemerintah hingga ke tangan anak-anak, lotere barang menyebar luas. Ia menjanjikan hadiah dalam bentuk benda, dan daya tariknya tak kalah kuat.

Melihat dampak negatifnya, berbagai organisasi kemasyarakatan mulai bereaksi. Mereka bersuara. Gerwani Purwokerto, Masyumi Loksukon, Mahasiswa Islam Semarang, Wiradesa Pekalongan, Pemuda Rakyat Tanjung Balai semuanya mengeluarkan resolusi. Mereka menuntut pemerintah daerah dan pihak terkait agar proaktif memberantas perjudian.

Jadi, jika hari ini judi online memusingkan kepala, sejatinya ini bukan cerita baru. Ia hanyalah babak lanjutan dari kisah lama yang belum tuntas pengulangan sejarah yang terus mencari akhir.



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 02 Mei 2025

Indonesia dan Perjudian, Sejarah Lama yang Berulang

Sejarah perjalanan Indonesia tidak pernah lepas dari dunia perjudian. Ada masa-masa bulan madu, namun seringkali judi dipandnag sebagai musuh bersama

Ilustrasi judi/getimg.ai

Context.id, JAKARTA—Sejarah perjalanan Indonesia tidak pernah lepas dari dunia perjudian. Ada masa-masa bulan madu, namun sering kali judi dipandang sebagai musuh bersama.

Kini, badai judi datang kembali. Indonesia tengah diterpa gelombang perjudian digital yang akut. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memperkirakan, perputaran uang judi online pada 2025 bakal naik menjadi Rp1.200 triliun. Angka itu melonjak dari nilai transaksi pada 2024 yang tercatat mencapai Rp981 triliun.

Namun, tantangan hari ini tak hanya tentang judi. Teknologi dan alat transaksi juga berkembang, mengikuti zaman. PPATK mencatat, tindak pidana kini merambah ke ranah kripto dan platform digital lainnya. Dunia perjudian telah berubah wujud, tapi daya tariknya tetap sama, peluang untuk menang besar dalam sekejap.

Bukan hal baru sebenarnya. Sejarah menunjukkan perjudian di Indonesia telah berakar lama. Pascakemerdekaan, tahun-tahun awal republik hingga era 1960-an adalah masa penuh gejolak sosial, politik, dan ekonomi.

Krisis bermula sejak 1955, ketika defisit anggaran menembus 14%. Inflasi terus naik. Dari 1959 hingga 1962, inflasi melonjak dari 19,42% menjadi 154,40%. Di tengah ketidakpastian, rakyat mencari cara bertahan hidup. Spekulasi pun menjadi pilihan dan judi dalam berbagai rupa hadir sebagai jalan pintas.



Dalam sebuah esai di Jurnal Sejarah Islam dan Manuskrip, Mawardi Purbo Sanjoyo mencatat bagaimana undian dan perjudian merebak luas. Tidak hanya bentuk kecil-kecilan, tapi juga yang diselenggarakan pemerintah.

Pasar malam menjadi episentrum. Lapak disewa, bukan hanya untuk jualan, tapi juga untuk meja judi. Loket-loket perjudian menarik para pecandu. Lapak-lapak judi ramai diserbu. Permainan seperti Paseran, Abang Idjo, dan Tebak Angka menjamur setiap kali pasar amal digelar.

Namun bukan hanya itu. Lotere uang gratis juga menjadi tren di dekade 1950-an. Bandar judi menjual kupon secara cuma-cuma, menjanjikan hadiah besar. Pengumuman pemenang diumumkan di surat kabar, lengkap dengan tanggal pengundian dan jumlah hadiah. Bahkan, penerbit buku ramalan ikut menyelenggarakan lotere.

Iklan-iklan mereka memikat, menggoda siapa saja untuk mencoba peruntungan. Tapi lotere ini tergolong liar, karena tak mengantongi izin resmi dari Kementerian Sosial.

Di sisi lain, lotere barang juga muncul. Dari kota ke desa, dari instansi pemerintah hingga ke tangan anak-anak, lotere barang menyebar luas. Ia menjanjikan hadiah dalam bentuk benda, dan daya tariknya tak kalah kuat.

Melihat dampak negatifnya, berbagai organisasi kemasyarakatan mulai bereaksi. Mereka bersuara. Gerwani Purwokerto, Masyumi Loksukon, Mahasiswa Islam Semarang, Wiradesa Pekalongan, Pemuda Rakyat Tanjung Balai semuanya mengeluarkan resolusi. Mereka menuntut pemerintah daerah dan pihak terkait agar proaktif memberantas perjudian.

Jadi, jika hari ini judi online memusingkan kepala, sejatinya ini bukan cerita baru. Ia hanyalah babak lanjutan dari kisah lama yang belum tuntas pengulangan sejarah yang terus mencari akhir.



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025