Sama Seperti Indonesia, Thailand Mulai Melarang Impor Sampah Plastik
Negara-negara berkembang menjadi penampung sampah plastik dari negara maju karena bisa dijadikan bahan baku murah untuk industri daur ulang
Context.id, JAKARTA - Thailand baru-baru ini melarang impor sampah plastik untuk mengurangi polusi berbahaya di negara tersebut. Sejak 2018, Thailand telah menjadi tujuan utama sampah plastik dari negara-negara maju seperti AS dan Jepang.
Pada 2023, Jepang mengirim sekitar 50.000 ton sampah plastik ke Thailand. Sayangnya, banyak sampah tersebut tidak didaur ulang dengan baik, melainkan dibakar.
Praktik ini didorong oleh alasan ekonomi. Negara-negara maju lebih memilih mengekspor sampah plastik karena biaya pengelolaannya lebih murah di negara-negara seperti Thailand, yang memiliki biaya tenaga kerja rendah, seperti dilaporkan Al Jazeera
Hal ini juga memungkinkan negara-negara kaya memenuhi target daur ulang mereka meski tidak mengelola sampahnya sendiri.
Sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik sering dibakar, melepaskan polutan berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit pernapasan dan kardiovaskular.
Selain itu, mikroplastik atau partikel plastik kecil yang terurai dari barang-barang plastik telah mencemari air, udara, makanan, dan tubuh manusia, yang berisiko bagi kesehatan jangka panjang.
Selain Thailand, negara-negara seperti Vietnam, Malaysia, dan Indonesia juga menerima sampah plastik dari negara Barat.
Sebelumnya, China adalah pasar terbesar untuk sampah plastik, tetapi sejak 2018, negara ini memberlakukan larangan impor, yang menyebabkan lonjakan sampah plastik ke Thailand.
Sama halnya dengan Thailand, Indonesia juga sudah melarang impor sampah plastik mulai 2025 ini. Pelarangan ini tidak berlaku bagi bahan baku daur ulang plastik. Indonesia selama ini dikenal sebagai salah satu negara pengimpor sampah plastik terbesar di dunia.
Beberapa perusahaan di Indonesia menerima sampah plastik impor karena dianggap sebagai sumber bahan baku yang murah untuk industri daur ulang.
Namun, banyak dari plastik ini berada dalam kondisi yang tidak dapat diolah dengan baik atau bahkan tercampur dengan sampah lain, sehingga tidak semuanya dapat didaur ulang.
Beberapa negara maju, seperti Uni Eropa, berencana melarang ekspor sampah plastik ke negara-negara miskin mulai 2026. Namun, banyak aktivis menganggap solusi ini tidak cukup.
Mereka mendorong pembentukan perjanjian global yang mengatur produksi dan pengelolaan sampah plastik untuk mengurangi dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan.
Pada 2024, meski lebih dari 100 negara mendukung pengurangan sampah plastik, negara-negara penghasil minyak seperti Arab Saudi dan Rusia menentang pengurangan tersebut yang menyebabkan negosiasi gagal.
RELATED ARTICLES
Sama Seperti Indonesia, Thailand Mulai Melarang Impor Sampah Plastik
Negara-negara berkembang menjadi penampung sampah plastik dari negara maju karena bisa dijadikan bahan baku murah untuk industri daur ulang
Context.id, JAKARTA - Thailand baru-baru ini melarang impor sampah plastik untuk mengurangi polusi berbahaya di negara tersebut. Sejak 2018, Thailand telah menjadi tujuan utama sampah plastik dari negara-negara maju seperti AS dan Jepang.
Pada 2023, Jepang mengirim sekitar 50.000 ton sampah plastik ke Thailand. Sayangnya, banyak sampah tersebut tidak didaur ulang dengan baik, melainkan dibakar.
Praktik ini didorong oleh alasan ekonomi. Negara-negara maju lebih memilih mengekspor sampah plastik karena biaya pengelolaannya lebih murah di negara-negara seperti Thailand, yang memiliki biaya tenaga kerja rendah, seperti dilaporkan Al Jazeera
Hal ini juga memungkinkan negara-negara kaya memenuhi target daur ulang mereka meski tidak mengelola sampahnya sendiri.
Sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik sering dibakar, melepaskan polutan berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit pernapasan dan kardiovaskular.
Selain itu, mikroplastik atau partikel plastik kecil yang terurai dari barang-barang plastik telah mencemari air, udara, makanan, dan tubuh manusia, yang berisiko bagi kesehatan jangka panjang.
Selain Thailand, negara-negara seperti Vietnam, Malaysia, dan Indonesia juga menerima sampah plastik dari negara Barat.
Sebelumnya, China adalah pasar terbesar untuk sampah plastik, tetapi sejak 2018, negara ini memberlakukan larangan impor, yang menyebabkan lonjakan sampah plastik ke Thailand.
Sama halnya dengan Thailand, Indonesia juga sudah melarang impor sampah plastik mulai 2025 ini. Pelarangan ini tidak berlaku bagi bahan baku daur ulang plastik. Indonesia selama ini dikenal sebagai salah satu negara pengimpor sampah plastik terbesar di dunia.
Beberapa perusahaan di Indonesia menerima sampah plastik impor karena dianggap sebagai sumber bahan baku yang murah untuk industri daur ulang.
Namun, banyak dari plastik ini berada dalam kondisi yang tidak dapat diolah dengan baik atau bahkan tercampur dengan sampah lain, sehingga tidak semuanya dapat didaur ulang.
Beberapa negara maju, seperti Uni Eropa, berencana melarang ekspor sampah plastik ke negara-negara miskin mulai 2026. Namun, banyak aktivis menganggap solusi ini tidak cukup.
Mereka mendorong pembentukan perjanjian global yang mengatur produksi dan pengelolaan sampah plastik untuk mengurangi dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan.
Pada 2024, meski lebih dari 100 negara mendukung pengurangan sampah plastik, negara-negara penghasil minyak seperti Arab Saudi dan Rusia menentang pengurangan tersebut yang menyebabkan negosiasi gagal.
POPULAR
RELATED ARTICLES