Google Maps Dianggap Mempersulit Warga Palestina Menjelajahi Tepi Barat
Google Maps sering kali membawa pengemudi untuk menuju ke pos pemeriksaan tentara Israel
Context.id, JAKARTA - Pada suatu Senin di Tepi Barat, Diana Buttu, seorang pengacara hak asasi manusia, terjebak dalam kemacetan selama sembilan jam untuk menempuh jarak kurang dari 10 mil.
Pos pemeriksaan sementara yang didirikan oleh pihak berwenang Israel menyebabkan antrean panjang.
Sementara di banyak tempat lain aplikasi seperti Google Maps dapat membantu menghindari situasi seperti ini, di Tepi Barat, aplikasi tersebut justru sering menjadi sumber masalah.
Melansir Wired, hal yang dialami Buttu seringkali menimpa warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat,Palestina.
Mereka telah lama mengeluhkan kurangnya data akurat dan terkini di Google Maps, termasuk informasi tentang pembatasan jalan dan peraturan lalu lintas.
Dalam konflik terbaru di Gaza, masalah ini semakin diperburuk.
Ada banyak laporan dari pengguna lain yang mengeluhkan Google Maps sering kali memberikan arahan yang membawa mereka ke tembok penghalang, jalan terbatas, atau bahkan ke situasi berbahaya dengan otoritas Israel.
Upaya Google
Menurut beberapa karyawan Google yang berbicara secara anonim kepada Wired, ada dorongan internal untuk memperbaiki Google Maps agar lebih aman bagi warga Palestina.
Namun, juru bicara Google, Caroline Bourdeau membantah tudingan klaim ketidakadilan Google Maps di wilayah tersebut.
Bourdeau menyebut perusahaan terus memperbarui data untuk Tepi Barat dan Gaza, termasuk menambahkan 5.000 mil jalan sejak 2021.
Namun, Bourdeau mengakui tantangan pemetaan di Tepi Barat sangat kompleks karena kondisi lapangan yang terus berubah dan kurangnya data yang konsisten.
Google Maps sering gagal membedakan antara jalan yang diperbolehkan untuk warga Palestina dan yang eksklusif untuk pemukim Israel.
Ini telah menyebabkan situasi berbahaya, seperti yang dialami Buttu ketika diarahkan ke gerbang tertutup di mana tentara Israel bersenjata mendekati mobilnya.
Dalam beberapa kasus, Google Maps bahkan tidak dapat memberikan arah sama sekali, seperti antara Hebron dan Ramallah.
Masalah ini, menurut karyawan Google, disebabkan oleh kurangnya investasi dalam pengembangan navigasi untuk tiga zona administratif di Tepi Barat.
Alternatif yang terbatas
Karena ketidakandalan Google Maps, warga Palestina mulai mengandalkan platform seperti Telegram, WhatsApp, dan aplikasi lokal bernama Azmeh untuk berbagi informasi tentang kondisi jalan dan pos pemeriksaan.
Namun, ini tidak selalu berhasil.
Pada masa perang, sinyal GPS sering terganggu oleh pasukan Israel, membuat aplikasi salah mengidentifikasi lokasinya.
Google Maps, meskipun menjadi aplikasi navigasi terpopuler di dunia, menghadapi tantangan besar dalam melayani wilayah kompleks seperti Tepi Barat.
Ketidakandalan dan bias dalam aplikasi ini mencerminkan perlunya solusi yang lebih komprehensif dan inklusif di tengah konflik geopolitik yang sedang berlangsung.
RELATED ARTICLES
Google Maps Dianggap Mempersulit Warga Palestina Menjelajahi Tepi Barat
Google Maps sering kali membawa pengemudi untuk menuju ke pos pemeriksaan tentara Israel
Context.id, JAKARTA - Pada suatu Senin di Tepi Barat, Diana Buttu, seorang pengacara hak asasi manusia, terjebak dalam kemacetan selama sembilan jam untuk menempuh jarak kurang dari 10 mil.
Pos pemeriksaan sementara yang didirikan oleh pihak berwenang Israel menyebabkan antrean panjang.
Sementara di banyak tempat lain aplikasi seperti Google Maps dapat membantu menghindari situasi seperti ini, di Tepi Barat, aplikasi tersebut justru sering menjadi sumber masalah.
Melansir Wired, hal yang dialami Buttu seringkali menimpa warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat,Palestina.
Mereka telah lama mengeluhkan kurangnya data akurat dan terkini di Google Maps, termasuk informasi tentang pembatasan jalan dan peraturan lalu lintas.
Dalam konflik terbaru di Gaza, masalah ini semakin diperburuk.
Ada banyak laporan dari pengguna lain yang mengeluhkan Google Maps sering kali memberikan arahan yang membawa mereka ke tembok penghalang, jalan terbatas, atau bahkan ke situasi berbahaya dengan otoritas Israel.
Upaya Google
Menurut beberapa karyawan Google yang berbicara secara anonim kepada Wired, ada dorongan internal untuk memperbaiki Google Maps agar lebih aman bagi warga Palestina.
Namun, juru bicara Google, Caroline Bourdeau membantah tudingan klaim ketidakadilan Google Maps di wilayah tersebut.
Bourdeau menyebut perusahaan terus memperbarui data untuk Tepi Barat dan Gaza, termasuk menambahkan 5.000 mil jalan sejak 2021.
Namun, Bourdeau mengakui tantangan pemetaan di Tepi Barat sangat kompleks karena kondisi lapangan yang terus berubah dan kurangnya data yang konsisten.
Google Maps sering gagal membedakan antara jalan yang diperbolehkan untuk warga Palestina dan yang eksklusif untuk pemukim Israel.
Ini telah menyebabkan situasi berbahaya, seperti yang dialami Buttu ketika diarahkan ke gerbang tertutup di mana tentara Israel bersenjata mendekati mobilnya.
Dalam beberapa kasus, Google Maps bahkan tidak dapat memberikan arah sama sekali, seperti antara Hebron dan Ramallah.
Masalah ini, menurut karyawan Google, disebabkan oleh kurangnya investasi dalam pengembangan navigasi untuk tiga zona administratif di Tepi Barat.
Alternatif yang terbatas
Karena ketidakandalan Google Maps, warga Palestina mulai mengandalkan platform seperti Telegram, WhatsApp, dan aplikasi lokal bernama Azmeh untuk berbagi informasi tentang kondisi jalan dan pos pemeriksaan.
Namun, ini tidak selalu berhasil.
Pada masa perang, sinyal GPS sering terganggu oleh pasukan Israel, membuat aplikasi salah mengidentifikasi lokasinya.
Google Maps, meskipun menjadi aplikasi navigasi terpopuler di dunia, menghadapi tantangan besar dalam melayani wilayah kompleks seperti Tepi Barat.
Ketidakandalan dan bias dalam aplikasi ini mencerminkan perlunya solusi yang lebih komprehensif dan inklusif di tengah konflik geopolitik yang sedang berlangsung.
POPULAR
RELATED ARTICLES