Share

Home Stories

Stories 17 Desember 2024

Neurokonomi, Ilmu Saraf yang Mempelajari Respon Otak Saat Berbelanja

Dorongan berbelanja yang impulsif dipengaruhi oleh saraf-saraf yang bertemu dalam sirkuit otak, ada ilmu yang mempelajari hal ini

Ilustrasi otak dan belanja/Stevecutts.com

Context.id, JAKARTA - Bagi banyak orang, akhir tahun adalah musimnya belanja. Selain karena ada Hari Raya Natal, banyak juga yang libur bekerja karena menghabiskan cuti.

Biasanya, pusat perbelanjaan maupun dagang-el menggelar diskon untuk menjaring konsumen. 

Banyak iklan yang dirancang untuk membuat konsumen membeli barang dan jasa baik dengan uang tunai, debit, pay later maupun kartu kredit.  

Namun, apa yang sebenarnya memengaruhi keputusan orang untuk berbelanja? Apa yang terjadi pada mereka secara psikologis dan fisik saat membeli sesuatu? Dan, apakah ada hobi lain yang sama menyenangkannya tetapi lebih murah dan lebih berkelanjutan? 

Pertanyaan-pertanyaan itu coba dijawab oleh peneliti dari Universitas California San Diego, Uma Karmarkar, dengan menggunakan pendekatan neuroekonomi.  

"Neuroekonomi adalah bidang studi yang menggunakan teori dan metode dari ilmu saraf, psikologi, dan ekonomi untuk lebih memahami bagaimana orang membuat keputusan di dunia nyata," kata Karmarkar seperti dikutip dari laman UC San Diego, Selasa (17/12). 

Karmarkar, yang memegang dua gelar doktor dalam ilmu saraf dari UCLA dan perilaku konsumen dari Stanford memberikan lebih banyak latar belakang tentang neuroekonomi dan menjelaskan ilmu di balik berbelanja.

Menurutnya, sel-sel otak individu mengodekan, menyimpan, dan mengomunikasikan informasi dalam jaringan untuk membantu kita melacak waktu, mempelajari hal-hal baru, atau menciptakan kenangan baru. 

Melalui ilmu ini, peneliti bisa membangun model dari otak hingga perilaku individu dalam membuat pilihan tentang kesehatan, karier, keuangan, atau bahkan berbelanja bahan makanan.

Misalnya dalam hal berbelanja, Karmarkar mendapati ada banyak hal yang terjadi. Pada tingkat yang paling sederhana, ada bagian otak (ventral striatum) yang memberi tanda seberapa besar kita menyukai barang yang kita lihat. 

Tanda-tanda itu akan bertemu dalam sirkuit saraf yang mempertimbangkan harga, kemauan kita untuk membayar produk, dan keputusan keseluruhan.

Lalu bagaimana otak merespons produk bermerek?
Merek dapat menawarkan keakraban dan kepercayaan diri dalam situasi saat kita tidak yakin produk mana yang akan dibeli, dan kepercayaan diri itu bermanfaat di tingkat otak. 

Kita mengenali merek dari ingatan dan memiliki hubungan dengan merek yang membangkitkan perasaan yang membentuk keputusan kita. 

Satu hal yang sangat menarik yang muncul dari ilmu saraf dan perilaku konsumen adalah hubungan dengan merek ini kuat dan beraneka ragam. 

Perusahaan menggunakan neuroekonomi untuk memasarkan produk mereka, salah satunya melalui cara rekomendasi. 

Pembelian impulsif karena otak Anda selalu menjelajah sehingga perlu ada upaya untuk mencegahnya dengan membuat daftar belanja. 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 17 Desember 2024

Neurokonomi, Ilmu Saraf yang Mempelajari Respon Otak Saat Berbelanja

Dorongan berbelanja yang impulsif dipengaruhi oleh saraf-saraf yang bertemu dalam sirkuit otak, ada ilmu yang mempelajari hal ini

Ilustrasi otak dan belanja/Stevecutts.com

Context.id, JAKARTA - Bagi banyak orang, akhir tahun adalah musimnya belanja. Selain karena ada Hari Raya Natal, banyak juga yang libur bekerja karena menghabiskan cuti.

Biasanya, pusat perbelanjaan maupun dagang-el menggelar diskon untuk menjaring konsumen. 

Banyak iklan yang dirancang untuk membuat konsumen membeli barang dan jasa baik dengan uang tunai, debit, pay later maupun kartu kredit.  

Namun, apa yang sebenarnya memengaruhi keputusan orang untuk berbelanja? Apa yang terjadi pada mereka secara psikologis dan fisik saat membeli sesuatu? Dan, apakah ada hobi lain yang sama menyenangkannya tetapi lebih murah dan lebih berkelanjutan? 

Pertanyaan-pertanyaan itu coba dijawab oleh peneliti dari Universitas California San Diego, Uma Karmarkar, dengan menggunakan pendekatan neuroekonomi.  

"Neuroekonomi adalah bidang studi yang menggunakan teori dan metode dari ilmu saraf, psikologi, dan ekonomi untuk lebih memahami bagaimana orang membuat keputusan di dunia nyata," kata Karmarkar seperti dikutip dari laman UC San Diego, Selasa (17/12). 

Karmarkar, yang memegang dua gelar doktor dalam ilmu saraf dari UCLA dan perilaku konsumen dari Stanford memberikan lebih banyak latar belakang tentang neuroekonomi dan menjelaskan ilmu di balik berbelanja.

Menurutnya, sel-sel otak individu mengodekan, menyimpan, dan mengomunikasikan informasi dalam jaringan untuk membantu kita melacak waktu, mempelajari hal-hal baru, atau menciptakan kenangan baru. 

Melalui ilmu ini, peneliti bisa membangun model dari otak hingga perilaku individu dalam membuat pilihan tentang kesehatan, karier, keuangan, atau bahkan berbelanja bahan makanan.

Misalnya dalam hal berbelanja, Karmarkar mendapati ada banyak hal yang terjadi. Pada tingkat yang paling sederhana, ada bagian otak (ventral striatum) yang memberi tanda seberapa besar kita menyukai barang yang kita lihat. 

Tanda-tanda itu akan bertemu dalam sirkuit saraf yang mempertimbangkan harga, kemauan kita untuk membayar produk, dan keputusan keseluruhan.

Lalu bagaimana otak merespons produk bermerek?
Merek dapat menawarkan keakraban dan kepercayaan diri dalam situasi saat kita tidak yakin produk mana yang akan dibeli, dan kepercayaan diri itu bermanfaat di tingkat otak. 

Kita mengenali merek dari ingatan dan memiliki hubungan dengan merek yang membangkitkan perasaan yang membentuk keputusan kita. 

Satu hal yang sangat menarik yang muncul dari ilmu saraf dan perilaku konsumen adalah hubungan dengan merek ini kuat dan beraneka ragam. 

Perusahaan menggunakan neuroekonomi untuk memasarkan produk mereka, salah satunya melalui cara rekomendasi. 

Pembelian impulsif karena otak Anda selalu menjelajah sehingga perlu ada upaya untuk mencegahnya dengan membuat daftar belanja. 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025