Kerja Sama Maritim Indonesia-China Bakal Merugikan Kita?
Perjanjian kerja sama Indonesia-China di bidang maritim mendapat sorotan. China dikenal seringkali mengklaim wilayah maritim yang kaya sumber daya, seperti di LCS misalnya
Context.id, JAKARTA - Hubungan Jakarta-Beijing memang kadang-kadang membuat pening. Di satu sisi, Indonesia butuh kehadiran China, mulai dari investasinya hingga barang-barang produksinya yang terkenal murah.
Namun di sisi lain, kuasa atau dominasi China memang sangat membahayakan. Serbuan impor barang China menghancurkan industri dalam negeri, dari skala besar hingga UMKM. Selain itu, utang China juga kadang membuat negara ini arogan dann sering memaksakan kepentingan politiknya.
Nah, saat pertemuan Presiden Prabowo dengan Presiden XI Jinping di China, sempat juga disoroti persoalan ini. Selama ini Prabowo kan dikenal sebagai sosok yang tegas, apakah mampu mengimbangi pengaruh China.
Singkat cerita, pada 9 November 2024, Prabowo dan Xi telah menandatangani sejumlah MoU yang salah satunya berkaitan dengan kerja sama di bidang maritim, khususnya di sektor perikanan.
Ini dia, kerja sama maritim ini dipandang dapat melemahkan kedaulatan maritim Indonesia di Laut Natuna Utara, yang sebagian wilayahnya diklaim oleh China melalui ‘9-Dash-Line’.
Padahal, klaim akan ‘9-Dash-Line’ itu nggak punya dasar hukum internasionalnya, dan nggak sesuai perjanjian UNCLOS 1982.
Kalau merujuk Kementerian Luar Negeri RI, kerja sama maritim itu nggak bakal berdampak pada kedaulatan laut Indonesia di Laut Natuna Utara, tapi bisa dibilang, ini sudah jadi kebiasaan China untuk dalam tanda kutip ‘menjebak’ negara lain, demi memperluas pengaruhnya
China telah lama menerapkan strategi ‘paksaan dan insentif’, yang biasanya dilakukan melalui berbagai kerja sama bilateral.
Simpelnya, negara-negara yang terjebak kucuran insentif atau utang dari China, sulit untuk menekan China jika negara itu melakukan tindakan agresif.
Di kawasan Asia Tenggara cara China itu sudah cukup berhasil. Buktinya solidaritas Asean dalam membendung agresivitas China di Laut China Selatan terbilang lemah
Tapi satu-satunya negara Asean yang bisa dibilang masih cukup keras kepada China hanya Filipina, yang baru aja ngeluarin UU baru soal klaim wilayahnya di Laut China Selatan.
Mungkin saja karena Filipina ini dekat dengan AS yang memang jadi saingan berat China.
RELATED ARTICLES
Kerja Sama Maritim Indonesia-China Bakal Merugikan Kita?
Perjanjian kerja sama Indonesia-China di bidang maritim mendapat sorotan. China dikenal seringkali mengklaim wilayah maritim yang kaya sumber daya, seperti di LCS misalnya
Context.id, JAKARTA - Hubungan Jakarta-Beijing memang kadang-kadang membuat pening. Di satu sisi, Indonesia butuh kehadiran China, mulai dari investasinya hingga barang-barang produksinya yang terkenal murah.
Namun di sisi lain, kuasa atau dominasi China memang sangat membahayakan. Serbuan impor barang China menghancurkan industri dalam negeri, dari skala besar hingga UMKM. Selain itu, utang China juga kadang membuat negara ini arogan dann sering memaksakan kepentingan politiknya.
Nah, saat pertemuan Presiden Prabowo dengan Presiden XI Jinping di China, sempat juga disoroti persoalan ini. Selama ini Prabowo kan dikenal sebagai sosok yang tegas, apakah mampu mengimbangi pengaruh China.
Singkat cerita, pada 9 November 2024, Prabowo dan Xi telah menandatangani sejumlah MoU yang salah satunya berkaitan dengan kerja sama di bidang maritim, khususnya di sektor perikanan.
Ini dia, kerja sama maritim ini dipandang dapat melemahkan kedaulatan maritim Indonesia di Laut Natuna Utara, yang sebagian wilayahnya diklaim oleh China melalui ‘9-Dash-Line’.
Padahal, klaim akan ‘9-Dash-Line’ itu nggak punya dasar hukum internasionalnya, dan nggak sesuai perjanjian UNCLOS 1982.
Kalau merujuk Kementerian Luar Negeri RI, kerja sama maritim itu nggak bakal berdampak pada kedaulatan laut Indonesia di Laut Natuna Utara, tapi bisa dibilang, ini sudah jadi kebiasaan China untuk dalam tanda kutip ‘menjebak’ negara lain, demi memperluas pengaruhnya
China telah lama menerapkan strategi ‘paksaan dan insentif’, yang biasanya dilakukan melalui berbagai kerja sama bilateral.
Simpelnya, negara-negara yang terjebak kucuran insentif atau utang dari China, sulit untuk menekan China jika negara itu melakukan tindakan agresif.
Di kawasan Asia Tenggara cara China itu sudah cukup berhasil. Buktinya solidaritas Asean dalam membendung agresivitas China di Laut China Selatan terbilang lemah
Tapi satu-satunya negara Asean yang bisa dibilang masih cukup keras kepada China hanya Filipina, yang baru aja ngeluarin UU baru soal klaim wilayahnya di Laut China Selatan.
Mungkin saja karena Filipina ini dekat dengan AS yang memang jadi saingan berat China.
POPULAR
RELATED ARTICLES