Share

Originals 08 November 2024

Mengenal Sistem Pemilihan Presiden di Amerika Serikat

Amerika Serikat diklaim sebagai negara demokrasi terbesar di dunia. Tapi, kini sebagian rakyatnya mengkritik kebijakan pemilihan suara di AS yang kerap dikatakan kurang adil

Pilpres AS/ Rizki Ghazali-Context

Context.id, JAKARTA - Hasil hitung cepat sejumlah media memastikan Donald Trump meraih kemenangan dari Kamala Harris di Pilpres AS 2024. Trump mengantongi 50,9 persen atau 72 juta suara popular vote dan 295 suara elektoral.

Sedangkan Kamala Harris meraih 226 suara elektoral, dan 47 persen atau 67 juta popular vote. Padahal dalam jajak pendapat terakhir menjelang pemilihan, Harris selalu unggul dari Trump. 

Bicara soal pilpres di AS, itu sama seperti di Indonesia atau tidak ya? Sepertinya sih sangat jauh berbeda, walaupun esensinya sama, mengumpulkan suara terbanyak. Tapi ada perbedaan mendasar dengan pemilu di Indonesia. 

Sebenarnya, di Indonesia, bisa dibilang pemungutan suaranya lebih simpel. Orang-orang datang ke TPS, nyobolos pilihannya, lalu suara atau kertas pencoblosan bakal dikumpulin dan dihitung suaranya ke pasangan calon (paslon) mana saja. 

Paslon yang suaranya di atas 50%, otomatis menang Pilpres, tapi kalau di AS, nggak sesederhana itu! Soal waktu pelaksanaan, sama seperti Indonesia diadakan setiap empat tahun sekali, pada hari Selasa pertama setelah hari Senin pertama di bulan November

Di AS, kendaraan politik alias partai politiknya didominasi dua partai besar, yaitu Partai Republik dan Demokrat. Partai-partai kecil sih masih ada, hanya saja peraturan yang berlaku di sana bikin mereka susah naik dan bersaing sama Republik atau Demokrat

Lalu untuk sistem perolehan suaranya ini nih yang beda, karena pakai sistem electoral college, yang dibuat untuk menyeimbangkan kepentingan rakyat dan negara bagian. 

Jadi alih-alih pemilihan nasional, pemilihan ini merupakan pemilihan negara bagian. Memenangkan salah satu dari 50 negara bagian berarti kandidat tersebut mengumpulkan semua suara elektoral. Total ada 538 suara elektoral.

Seorang kandidat harus memperoleh suara mayoritas - 270 atau lebih - untuk memenangkan kursi kepresidenan. Calon wakil presidennya akan menjadi wakil presiden.

Setiap negara bagian memiliki sejumlah suara elektoral, yang kira-kira sesuai dengan jumlah populasinya.

California memiliki jumlah terbanyak yaitu 54, sementara beberapa negara bagian yang penduduknya jarang seperti Wyoming, Alaska, dan North Dakota (serta Washington DC) memiliki jumlah minimum tiga.

Secara umum, negara bagian memberikan semua suara elektoralnya kepada siapa pun yang memenangkan jajak pendapat pemilih biasa di negara bagian tersebut.

Misalnya, jika seorang kandidat memenangkan 50,1% suara di Texas, ia akan memperoleh semua 40 suara elektoral negara bagian tersebut. Seorang kandidat yang memenangkan sebuah negara bagian dengan suara telak akan tetap memperoleh jumlah suara elektoral yang sama.

Mengapa sistem electoral college dipilih?
Ketika konstitusi AS disusun pada tahun 1787, pemungutan suara rakyat secara nasional untuk memilih presiden praktis mustahil dilakukan karena besarnya negara dan kurangnya metode komunikasi yang dapat diandalkan.

Oleh karena itu, para perumus konstitusi menciptakan sistem pemilihan umum (electoral college). Itu populer di negara bagian selatan di mana budak merupakan bagian besar dari populasi.

Mereka tidak dapat memilih tetapi dihitung sebagai bagian dari populasi, sehingga memberikan pengaruh yang sangat besar kepada negara bagian selatan.

Jadi, masyarakat AS nggak cuma milih Capresnya saja, melainkan juga memilih orang untuk menduduki posisi electoral college

Sistem seperti ini yang membuat persaingan para capres di AS nggak cuma ada di tingkat nasional, tapi juga negara bagian. Contohnya, waktu Pilpres 2016 lalu, Hillary Clinton sebenarnya unggul suara mayoritas secara nasional, tapi kalah dalam perhitungan electoral college

Bagaimana? Kira-kira lebih adil sistem Pilpres di AS atau Indonesia?



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Wahyu Arifin

Originals 08 November 2024

Mengenal Sistem Pemilihan Presiden di Amerika Serikat

Amerika Serikat diklaim sebagai negara demokrasi terbesar di dunia. Tapi, kini sebagian rakyatnya mengkritik kebijakan pemilihan suara di AS yang kerap dikatakan kurang adil

Pilpres AS/ Rizki Ghazali-Context

Context.id, JAKARTA - Hasil hitung cepat sejumlah media memastikan Donald Trump meraih kemenangan dari Kamala Harris di Pilpres AS 2024. Trump mengantongi 50,9 persen atau 72 juta suara popular vote dan 295 suara elektoral.

Sedangkan Kamala Harris meraih 226 suara elektoral, dan 47 persen atau 67 juta popular vote. Padahal dalam jajak pendapat terakhir menjelang pemilihan, Harris selalu unggul dari Trump. 

Bicara soal pilpres di AS, itu sama seperti di Indonesia atau tidak ya? Sepertinya sih sangat jauh berbeda, walaupun esensinya sama, mengumpulkan suara terbanyak. Tapi ada perbedaan mendasar dengan pemilu di Indonesia. 

Sebenarnya, di Indonesia, bisa dibilang pemungutan suaranya lebih simpel. Orang-orang datang ke TPS, nyobolos pilihannya, lalu suara atau kertas pencoblosan bakal dikumpulin dan dihitung suaranya ke pasangan calon (paslon) mana saja. 

Paslon yang suaranya di atas 50%, otomatis menang Pilpres, tapi kalau di AS, nggak sesederhana itu! Soal waktu pelaksanaan, sama seperti Indonesia diadakan setiap empat tahun sekali, pada hari Selasa pertama setelah hari Senin pertama di bulan November

Di AS, kendaraan politik alias partai politiknya didominasi dua partai besar, yaitu Partai Republik dan Demokrat. Partai-partai kecil sih masih ada, hanya saja peraturan yang berlaku di sana bikin mereka susah naik dan bersaing sama Republik atau Demokrat

Lalu untuk sistem perolehan suaranya ini nih yang beda, karena pakai sistem electoral college, yang dibuat untuk menyeimbangkan kepentingan rakyat dan negara bagian. 

Jadi alih-alih pemilihan nasional, pemilihan ini merupakan pemilihan negara bagian. Memenangkan salah satu dari 50 negara bagian berarti kandidat tersebut mengumpulkan semua suara elektoral. Total ada 538 suara elektoral.

Seorang kandidat harus memperoleh suara mayoritas - 270 atau lebih - untuk memenangkan kursi kepresidenan. Calon wakil presidennya akan menjadi wakil presiden.

Setiap negara bagian memiliki sejumlah suara elektoral, yang kira-kira sesuai dengan jumlah populasinya.

California memiliki jumlah terbanyak yaitu 54, sementara beberapa negara bagian yang penduduknya jarang seperti Wyoming, Alaska, dan North Dakota (serta Washington DC) memiliki jumlah minimum tiga.

Secara umum, negara bagian memberikan semua suara elektoralnya kepada siapa pun yang memenangkan jajak pendapat pemilih biasa di negara bagian tersebut.

Misalnya, jika seorang kandidat memenangkan 50,1% suara di Texas, ia akan memperoleh semua 40 suara elektoral negara bagian tersebut. Seorang kandidat yang memenangkan sebuah negara bagian dengan suara telak akan tetap memperoleh jumlah suara elektoral yang sama.

Mengapa sistem electoral college dipilih?
Ketika konstitusi AS disusun pada tahun 1787, pemungutan suara rakyat secara nasional untuk memilih presiden praktis mustahil dilakukan karena besarnya negara dan kurangnya metode komunikasi yang dapat diandalkan.

Oleh karena itu, para perumus konstitusi menciptakan sistem pemilihan umum (electoral college). Itu populer di negara bagian selatan di mana budak merupakan bagian besar dari populasi.

Mereka tidak dapat memilih tetapi dihitung sebagai bagian dari populasi, sehingga memberikan pengaruh yang sangat besar kepada negara bagian selatan.

Jadi, masyarakat AS nggak cuma milih Capresnya saja, melainkan juga memilih orang untuk menduduki posisi electoral college

Sistem seperti ini yang membuat persaingan para capres di AS nggak cuma ada di tingkat nasional, tapi juga negara bagian. Contohnya, waktu Pilpres 2016 lalu, Hillary Clinton sebenarnya unggul suara mayoritas secara nasional, tapi kalah dalam perhitungan electoral college

Bagaimana? Kira-kira lebih adil sistem Pilpres di AS atau Indonesia?



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Rebranding Jaguar Malah Tuai Kontroversi, Kenapa?

Jaguar, produsen mobil maskulin memutuskan untuk melakukan rebranding setelah menjadi produsen mobil listrik.

Naufal Jauhar Nazhif . 05 December 2024

Kenapa Artis di Korea Selatan Nggak Dianggap Sebagai Pekerja!?

Perseteruan NewJeans dengan ADOR dan HYBE memunculkan sebuah isu baru. Terungkit bahwa sesuai UU Ketenagakerjaan setempat, artis di sana bukanlah ...

Naufal Jauhar Nazhif . 04 December 2024

Kalau Perang Dunia III Terjadi, Perangnya Kayak Gimana?

Perang Dunia III diperkirakan bakal berbeda dari perang-perang sebelumnya. Masih menggunakan senjata, tapi lebih melibatkan teknologi hingga internet

Naufal Jauhar Nazhif . 02 December 2024

Kisah Larry the Cat, Sepenting Apa Perannya di Pemerintahan Inggris?

Larry the Cat, kucing jalanan asal London ini menjadi terkenal di media sosial setelah ‘diangkat’ sebagai Kepala Pengendali Tikus di Kantor Pe ...

Naufal Jauhar Nazhif . 28 November 2024