Keamanan atau Perang Dagang? AS Larang Teknologi Mobil Listrik China
Alasan keamanan nasional membuat AS melarang teknologi Cina dan Rusia di dalam kendaraan otonom atau kendaraan listriknya
Context.id, JAKARTA - Amerika Serikat (AS) kembali melancarkan perang dagang dengan melarang kendaraan otonom yang menggunakan teknologi asal Cina atau Rusia. Hal ini dirilis dalam pengumuman Departemen Perdagangan AS pada Senin (23/9).
Larangan teknologi otonom ini muncul di tengah persaingan ketat antara industri otomotif AS dan Cina sehingga dianggap sebagai bagian dari perang dagang. Namun, Gedung Putih berdalih pelarangan itu tindakan pencegahan terkait keamanan.
"Ini bukan tentang perdagangan atau keuntungan ekonomi. Ini murni tindakan keamanan nasional. Kabar baiknya, saat ini kita tidak memiliki banyak mobil Cina atau Rusia di jalan kita,” kata Menteri Perdagangan AS, Gina Raimondo seperti dikutip dari DW.
Selain impor, pelarangan ini juga mencakup kendaraan yang diproduksi di AS, tetapi menggunakan teknologi impor dari Cina atau Rusia.
Ini termasuk perangkat lunak dan perangkat keras yang menghubungkan kendaraan otonom dengan dunia luar.
Menurut laporan AFP, pelarangan perangkat lunak dapat berlaku secepatnya pada 2027, sementara pelarangan perangkat keras akan ditunda hingga 2029 untuk memberikan waktu kepada rantai pasokan AS agar bisa menyingkirkan teknologi Cina.
"Hari ini, mobil memiliki kamera, mikrofon, pelacakan GPS, dan teknologi lain yang terhubung ke internet. Tidak sulit untuk membayangkan bagaimana musuh asing (Cina-Rusia) dengan akses ke informasi ini dapat menimbulkan risiko serius terhadap keamanan nasional kita serta privasi warga negara AS," tegas Raimondo
Diskriminatif
Menanggapi langkah AS itu, Beijing pun memberikan pandangan dengan mengatakan perluasan konsep keamanan nasional oleh AS dan tindakan diskriminatif yang diambil terhadap perusahaan dan produk Cina.
Selama beberapa tahun terakhir pemerintahan Biden telah terlibat dalam perang tarif yang tajam terhadap impor Cina, dan kendaraan listrik secara umum telah menjadi titik konflik berulang kali.
Setelah resmi menaikkan tarif impor kendaraan listrik China awal bulan ini, pemerintah AS semakin serius dalam mencegah masuknya mobil buatan China ke negara tersebut.
Langkah pemerintah AS muncul saat Cina meningkatkan jumlah kendaraan canggihnya yang terjangkau, dan terutama yang bertenaga listrik, yang dibuat dan dijualnya di luar negeri.
Ekspor mobil Cina tumbuh lebih dari 30 persen hanya dalam paruh pertama tahun ini. Hal itu menjadi alarm bagi Eropa dan AS. Mereka khawatir kendaraan listrik Cina yang dibuat dengan murah dapat membanjiri industri dalam negeri.
AS dan Uni Eropa telah bergerak untuk mempersulit Cina untuk menjual mobilnya di wilayah tersebut, salah satunya melalui pajak dan bea masuk.
Namun produsen mobil China menyiasatinya dengan dengan mendirikan basis manufaktur di Eropa Timur, Afrika dan Meksiko.
Langkah itu diprediksi akan memberikan celah untuk memungkinkan lebih banyak kendaraan yang dirancang dan direkayasa Cina masuk ke pasar Barat yang baru.
Membunuh EV China
Steve Man, kepala penelitian otomotif global di Bloomberg Intelligence mengatakan soal keamanan nasional sebenarnya tidak sepenuhnya realistis. Pasalnya, hanya sedikit perusahaan China dan Rusia yang memasok perangkat lunak atau perangkat keras otomotif di AS saat ini.
Larangan perangkat lunak dan perangkat keras yang diusulkan lebih bersifat pencegahan daripada respons terhadap risiko keamanan langsung, kata Steve Man.
Karena aturan tersebut akan berlaku untuk semua kendaraan yang terhubung, bukan hanya kendaraan listrik, maka aturan tersebut akan menciptakan larangan yang lebih kuat terhadap teknologi otomotif buatan China.
“Selain kenaikan tarif masuk, larangan yang diusulkan pada semua teknologi China di kendaraan listrik akan menjadi hukuman mati bagi China EV Inc. yang ingin memasuki AS," kata Lei Xing, mantan pemimpin redaksi di China Auto Review dan analis independen seperti dikutip dari Wired.
Di bawah aturan tersebut, katanya, prospek penjualan kendaraan listrik China di AS dalam dekade mendatang "hampir nol."
Industri otomotif AS tampaknya meyakini bahwa peraturan tersebut merupakan langkah ke arah yang benar.
Dalam sebuah pernyataan, John Bozzella, presiden dan CEO kelompok dagang Alliance for Automotive Innovation, menyebut langkah pemerintah melarang teknologi China dan Rusia sebagai keputusan bijaksana.
Meskipun hal itu akan membutuhkan waktu bagi beberapa produsen mobil untuk menemukan pemasok perangkat lunak dan perangkat keras baru di luar China.
Seperti diketahui, perusahaan teknologi dan otomotif Negeri Tirai Bambu termasuk Huawei, Tencent, Baidu, BYD, dan Geely, telah berinvestasi besar dalam pengembangan perangkat lunak dan perangkat keras mereka sendiri untuk mobil tanpa pengemudi.
Namun sejauh ini, produk-produk ini hampir semuanya digunakan pada mobil yang dijual di pasar China.
RELATED ARTICLES
Keamanan atau Perang Dagang? AS Larang Teknologi Mobil Listrik China
Alasan keamanan nasional membuat AS melarang teknologi Cina dan Rusia di dalam kendaraan otonom atau kendaraan listriknya
Context.id, JAKARTA - Amerika Serikat (AS) kembali melancarkan perang dagang dengan melarang kendaraan otonom yang menggunakan teknologi asal Cina atau Rusia. Hal ini dirilis dalam pengumuman Departemen Perdagangan AS pada Senin (23/9).
Larangan teknologi otonom ini muncul di tengah persaingan ketat antara industri otomotif AS dan Cina sehingga dianggap sebagai bagian dari perang dagang. Namun, Gedung Putih berdalih pelarangan itu tindakan pencegahan terkait keamanan.
"Ini bukan tentang perdagangan atau keuntungan ekonomi. Ini murni tindakan keamanan nasional. Kabar baiknya, saat ini kita tidak memiliki banyak mobil Cina atau Rusia di jalan kita,” kata Menteri Perdagangan AS, Gina Raimondo seperti dikutip dari DW.
Selain impor, pelarangan ini juga mencakup kendaraan yang diproduksi di AS, tetapi menggunakan teknologi impor dari Cina atau Rusia.
Ini termasuk perangkat lunak dan perangkat keras yang menghubungkan kendaraan otonom dengan dunia luar.
Menurut laporan AFP, pelarangan perangkat lunak dapat berlaku secepatnya pada 2027, sementara pelarangan perangkat keras akan ditunda hingga 2029 untuk memberikan waktu kepada rantai pasokan AS agar bisa menyingkirkan teknologi Cina.
"Hari ini, mobil memiliki kamera, mikrofon, pelacakan GPS, dan teknologi lain yang terhubung ke internet. Tidak sulit untuk membayangkan bagaimana musuh asing (Cina-Rusia) dengan akses ke informasi ini dapat menimbulkan risiko serius terhadap keamanan nasional kita serta privasi warga negara AS," tegas Raimondo
Diskriminatif
Menanggapi langkah AS itu, Beijing pun memberikan pandangan dengan mengatakan perluasan konsep keamanan nasional oleh AS dan tindakan diskriminatif yang diambil terhadap perusahaan dan produk Cina.
Selama beberapa tahun terakhir pemerintahan Biden telah terlibat dalam perang tarif yang tajam terhadap impor Cina, dan kendaraan listrik secara umum telah menjadi titik konflik berulang kali.
Setelah resmi menaikkan tarif impor kendaraan listrik China awal bulan ini, pemerintah AS semakin serius dalam mencegah masuknya mobil buatan China ke negara tersebut.
Langkah pemerintah AS muncul saat Cina meningkatkan jumlah kendaraan canggihnya yang terjangkau, dan terutama yang bertenaga listrik, yang dibuat dan dijualnya di luar negeri.
Ekspor mobil Cina tumbuh lebih dari 30 persen hanya dalam paruh pertama tahun ini. Hal itu menjadi alarm bagi Eropa dan AS. Mereka khawatir kendaraan listrik Cina yang dibuat dengan murah dapat membanjiri industri dalam negeri.
AS dan Uni Eropa telah bergerak untuk mempersulit Cina untuk menjual mobilnya di wilayah tersebut, salah satunya melalui pajak dan bea masuk.
Namun produsen mobil China menyiasatinya dengan dengan mendirikan basis manufaktur di Eropa Timur, Afrika dan Meksiko.
Langkah itu diprediksi akan memberikan celah untuk memungkinkan lebih banyak kendaraan yang dirancang dan direkayasa Cina masuk ke pasar Barat yang baru.
Membunuh EV China
Steve Man, kepala penelitian otomotif global di Bloomberg Intelligence mengatakan soal keamanan nasional sebenarnya tidak sepenuhnya realistis. Pasalnya, hanya sedikit perusahaan China dan Rusia yang memasok perangkat lunak atau perangkat keras otomotif di AS saat ini.
Larangan perangkat lunak dan perangkat keras yang diusulkan lebih bersifat pencegahan daripada respons terhadap risiko keamanan langsung, kata Steve Man.
Karena aturan tersebut akan berlaku untuk semua kendaraan yang terhubung, bukan hanya kendaraan listrik, maka aturan tersebut akan menciptakan larangan yang lebih kuat terhadap teknologi otomotif buatan China.
“Selain kenaikan tarif masuk, larangan yang diusulkan pada semua teknologi China di kendaraan listrik akan menjadi hukuman mati bagi China EV Inc. yang ingin memasuki AS," kata Lei Xing, mantan pemimpin redaksi di China Auto Review dan analis independen seperti dikutip dari Wired.
Di bawah aturan tersebut, katanya, prospek penjualan kendaraan listrik China di AS dalam dekade mendatang "hampir nol."
Industri otomotif AS tampaknya meyakini bahwa peraturan tersebut merupakan langkah ke arah yang benar.
Dalam sebuah pernyataan, John Bozzella, presiden dan CEO kelompok dagang Alliance for Automotive Innovation, menyebut langkah pemerintah melarang teknologi China dan Rusia sebagai keputusan bijaksana.
Meskipun hal itu akan membutuhkan waktu bagi beberapa produsen mobil untuk menemukan pemasok perangkat lunak dan perangkat keras baru di luar China.
Seperti diketahui, perusahaan teknologi dan otomotif Negeri Tirai Bambu termasuk Huawei, Tencent, Baidu, BYD, dan Geely, telah berinvestasi besar dalam pengembangan perangkat lunak dan perangkat keras mereka sendiri untuk mobil tanpa pengemudi.
Namun sejauh ini, produk-produk ini hampir semuanya digunakan pada mobil yang dijual di pasar China.
POPULAR
RELATED ARTICLES