Nazi Gunakan Narkoba sebagai Logistik Perang
Dalam catatan harian dan surat medis Ranke di masa perang, pervitin dapat membuat prajurit Nazi tidak merasa lelah berperang dan berjalan selama 3650 jam
Context.id, JAKARTA - Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei, atau yang lazim dikenal dengan Partai Nazi, merupakan partai politik pimpinan Adolf Hitler yang menguasai Jerman dengan rezim fasis dari tahun 1933–1945.
Salah satu poros Nazi dalam mengokohkan kekuasaan, salah satunya dengan membangun kontrol total atas semua kegiatan politik, sosial, dan budaya di Jerman.
Melansir Britannica, manifestasi ini terjadi saat meninggalnya mantan Presiden Jerman Paul von Hindenburg.
Saat itu, Partai Nazi mengambil alih fungsi militer dan pemerintahan dan menarik sumpah secara paksa dari pasukan dan pejabat di Jerman untuk mengucap kesetiaan pada Adolf Hitler.
Jerman di bawah kendali Hitler menginvasi Polandia pada September 1939. Seperti yang ditulis Imperial War Museums, invasi ini memicu Inggris dan Prancis untuk mendeklarasikan perang terhadap Jerman.
BACA JUGA
Setelah itu, pada 1940, Jerman menyerang wilayah Eropa Barat, yang sekaligus menaklukan empat negara sekaligus–Prancis, Luksemburg, Belanda, dan Belgia.
Kedigdayaan Jerman dalam menaklukan hampir sebagian wilayah Eropa khususnya Prancis, tidak serta merta karena metode perang Blitzkrieg, yaitu penggabungan tank, infanteri, dan artileri untuk mengalahkan pertahanan.
Salah satu strategi perang lain yang dilakukan Nazi adalah penggunaan narkoba.
Tentara Nazi menggunakan metamfetamin atau yang sekarang lebih dikenal sabu dalam beberapa invasi dalam niat menguasai Eropa. Melansir History, Jerman mengenal metamfetamin dengan nama Pervitin.
Pervitin dikembangkan oleh perusahaan farmasi Temmler yang berpusat di Berlin. Jenis narkoba ini dipasarkan tahun 1937 sebagai pil anti depresi yang tersedia secara bebas tanpa perlu resep dokter.
Menurut laporan Al Jazeera, Jerman bahkan memproduksi coklat dengan merk Hildebrand, yang mengandung 13 mg obat–lebih banyak dari obat biasa yang kadarnya hanya 3 mg.
Lalu, seorang dokter di Institut Fisiologi Umum dan Pertahanan di Akademi Kedokteran Militer Berlin Otto Ranke melakukan percobaan dengan pervitin pada 90 mahasiswa.
Berdasarkan percobaannya, Ranke menyimpulkan pervitin bisa membantu Jerman memenangkan perang.
Seperti yang ditulis The Security Distillery, pervitin dimasukan ke dalam ransum harian para tentara yang dapat dikonsumsi hingga dua kali sehari.
Melalui asupan narkoba ini, para prajurit Nazi bisa tidak tidur selama tiga hari dan berjalan sejauh 60 km tanpa gangguan.
Ranke mengungkap tujuan pervitin dalam perang untuk meningkatkan kemampuan prajurit agar bisa bertempur lebih lama daripada lawan mereka.
Dalam catatan harian dan surat medis Ranke di masa perang, pervitin dapat membuat penggunanya tidak merasa lelah selama 36–50 jam.
Perwira medis Wehrmacht–angkatan bersenjata Nazi–menyuplai pervitin untuk tentara Divisi Tank Ketiga selama invasi Cekoslowakia tahun 1938.
Namun uji coba pervitin pada tentara Nazi yang sesungguhnya baru dimulai saat invasi Polandia tahun 1939.
Sebuah dekrit dikeluarkan pada bulan April 1940. Dekrit tersebut berisi perintah untuk mengirim 35 juta tablet pervitin ke garda terdepan peperangan.
Dekrit pervitin ini turut berperan dalam kesuksesan Nazi menginvasi Prancis melalui Pegunungan Ardennes.
Invasi tersebut mengenalkan taktik peperangan baru, yakni Blitzkrieg. Taktik ini berfokus pada kecepatan dan kejutan, yang akan membuat musuh lengah. Kelemahan taktik ini berasal dari manusia yang akan cepat lelah saat menerapkan strategi ini.
Di sinilah peran pervitin digunakan sebagai stimulus tentara agar mampu beradaptasi dengan taktik blitzkrieg.
Namun sejak 1941, Nazi sadar pervitin menimbulkan efek samping dan bersifat adiktif. Kekhawatiran utama adalah ketergantungan imbas pemberian dosis tinggi pada tentara.
Rezim Hitler cemas jika nantinya pervitin malah menjadi masalah pada populasi dan tentara yang mempunyai gejala halusinasi, depresi, penurunan kapasitas kognitif.
Seorang dokter Nazi bernama Leo Conti berusaha untuk membatasi penggunaan pervitin. Namun upayanya gagal, setelah beberapa tahun ke depan, semakin banyak prajurit yang meninggal karena gagal jantung dan bunuh diri.
Taktik rahasia Jerman dalam menginvasi negara-negara Eropa nyatanya menjadi bumerang hingga akhirnya mereka takluk pada 1945.
Kontributor: Fadlan Priatna
RELATED ARTICLES
Nazi Gunakan Narkoba sebagai Logistik Perang
Dalam catatan harian dan surat medis Ranke di masa perang, pervitin dapat membuat prajurit Nazi tidak merasa lelah berperang dan berjalan selama 3650 jam
Context.id, JAKARTA - Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei, atau yang lazim dikenal dengan Partai Nazi, merupakan partai politik pimpinan Adolf Hitler yang menguasai Jerman dengan rezim fasis dari tahun 1933–1945.
Salah satu poros Nazi dalam mengokohkan kekuasaan, salah satunya dengan membangun kontrol total atas semua kegiatan politik, sosial, dan budaya di Jerman.
Melansir Britannica, manifestasi ini terjadi saat meninggalnya mantan Presiden Jerman Paul von Hindenburg.
Saat itu, Partai Nazi mengambil alih fungsi militer dan pemerintahan dan menarik sumpah secara paksa dari pasukan dan pejabat di Jerman untuk mengucap kesetiaan pada Adolf Hitler.
Jerman di bawah kendali Hitler menginvasi Polandia pada September 1939. Seperti yang ditulis Imperial War Museums, invasi ini memicu Inggris dan Prancis untuk mendeklarasikan perang terhadap Jerman.
BACA JUGA
Setelah itu, pada 1940, Jerman menyerang wilayah Eropa Barat, yang sekaligus menaklukan empat negara sekaligus–Prancis, Luksemburg, Belanda, dan Belgia.
Kedigdayaan Jerman dalam menaklukan hampir sebagian wilayah Eropa khususnya Prancis, tidak serta merta karena metode perang Blitzkrieg, yaitu penggabungan tank, infanteri, dan artileri untuk mengalahkan pertahanan.
Salah satu strategi perang lain yang dilakukan Nazi adalah penggunaan narkoba.
Tentara Nazi menggunakan metamfetamin atau yang sekarang lebih dikenal sabu dalam beberapa invasi dalam niat menguasai Eropa. Melansir History, Jerman mengenal metamfetamin dengan nama Pervitin.
Pervitin dikembangkan oleh perusahaan farmasi Temmler yang berpusat di Berlin. Jenis narkoba ini dipasarkan tahun 1937 sebagai pil anti depresi yang tersedia secara bebas tanpa perlu resep dokter.
Menurut laporan Al Jazeera, Jerman bahkan memproduksi coklat dengan merk Hildebrand, yang mengandung 13 mg obat–lebih banyak dari obat biasa yang kadarnya hanya 3 mg.
Lalu, seorang dokter di Institut Fisiologi Umum dan Pertahanan di Akademi Kedokteran Militer Berlin Otto Ranke melakukan percobaan dengan pervitin pada 90 mahasiswa.
Berdasarkan percobaannya, Ranke menyimpulkan pervitin bisa membantu Jerman memenangkan perang.
Seperti yang ditulis The Security Distillery, pervitin dimasukan ke dalam ransum harian para tentara yang dapat dikonsumsi hingga dua kali sehari.
Melalui asupan narkoba ini, para prajurit Nazi bisa tidak tidur selama tiga hari dan berjalan sejauh 60 km tanpa gangguan.
Ranke mengungkap tujuan pervitin dalam perang untuk meningkatkan kemampuan prajurit agar bisa bertempur lebih lama daripada lawan mereka.
Dalam catatan harian dan surat medis Ranke di masa perang, pervitin dapat membuat penggunanya tidak merasa lelah selama 36–50 jam.
Perwira medis Wehrmacht–angkatan bersenjata Nazi–menyuplai pervitin untuk tentara Divisi Tank Ketiga selama invasi Cekoslowakia tahun 1938.
Namun uji coba pervitin pada tentara Nazi yang sesungguhnya baru dimulai saat invasi Polandia tahun 1939.
Sebuah dekrit dikeluarkan pada bulan April 1940. Dekrit tersebut berisi perintah untuk mengirim 35 juta tablet pervitin ke garda terdepan peperangan.
Dekrit pervitin ini turut berperan dalam kesuksesan Nazi menginvasi Prancis melalui Pegunungan Ardennes.
Invasi tersebut mengenalkan taktik peperangan baru, yakni Blitzkrieg. Taktik ini berfokus pada kecepatan dan kejutan, yang akan membuat musuh lengah. Kelemahan taktik ini berasal dari manusia yang akan cepat lelah saat menerapkan strategi ini.
Di sinilah peran pervitin digunakan sebagai stimulus tentara agar mampu beradaptasi dengan taktik blitzkrieg.
Namun sejak 1941, Nazi sadar pervitin menimbulkan efek samping dan bersifat adiktif. Kekhawatiran utama adalah ketergantungan imbas pemberian dosis tinggi pada tentara.
Rezim Hitler cemas jika nantinya pervitin malah menjadi masalah pada populasi dan tentara yang mempunyai gejala halusinasi, depresi, penurunan kapasitas kognitif.
Seorang dokter Nazi bernama Leo Conti berusaha untuk membatasi penggunaan pervitin. Namun upayanya gagal, setelah beberapa tahun ke depan, semakin banyak prajurit yang meninggal karena gagal jantung dan bunuh diri.
Taktik rahasia Jerman dalam menginvasi negara-negara Eropa nyatanya menjadi bumerang hingga akhirnya mereka takluk pada 1945.
Kontributor: Fadlan Priatna
POPULAR
RELATED ARTICLES