Dataran Tinggi Golan dan Sejarah Perang Arab-Israel
Dataran Tinggi Golan telah menjadi tempat tinggal bagi lebih dari 25.000 orang yahudi Israel
Context.id, JAKARTA - Serangan roket di lapangan sepak bola di wilayah Dataran Tinggi Golan, pada Sabtu (27/7/2024) menyebabkan 12 orang penduduk Israel tewas. Melansir Reuters, dari 12 orang yang tewas, beberapa di antaranya adalah anak-anak dan remaja.
Selain menewaskan 12 orang, serangan tersebut juga melukai setidaknya 30 orang. Israel menuduh kelompok militan Suriah Hizbullah menjadi dalang atas serangan ini. Namun Hizbullah menyangkal semua tuduhan yang dilayangkan Israel.
Serangan ini merupakan insiden paling mematikan di perbatasan Israel dan Lebanon sejak permusuhan antara Israel dan Hizbullah meningkat pada Oktober tahun lalu. Seperti diketahui, Hizbullah adalah salah satu penyokong Hamas dan Palestina yang paling keras menolak berdirinya negara Israel di wilayah Palestina.
Berbicara soal Dataran Tinggi Golan, dulunya merupakan wilayah yang diperebutkan oleh Suriah dan Israel. Sebagian Dataran Tinggi Golan merupakan kawasan perbukitan berbatu yang masuk di wilayah barat daya Suriah, atau sekitar 60 km dari ibu kota Damaskus. Namun sebagian lainnya kawasan hijau yang sangat subur.
Dataran tinggi ini berbatasan dengan Sungai Yarmouk di selatan dan Laut Galilea di sebelah barat. Wilayah ini memiliki sumber mata air penting yang mengaliri Sungai Yordan, termasuk Sungai Hasbani, yang mengalir dari Lebanon dan melalui Dataran Tinggi Golan.
BACA JUGA
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Dataran Tinggi Golan menjadi wilayah milik Suriah. Namun seperti yang ditulis Al Jazeera, selama Perang Enam Hari pada 1967, Israel berhasil menguasai sekitar 1200 km persegi wilayah Dataran Tinggi Golan sehingga kini wilayah ini terbagi menjadi dua.
Menurut Britannica, Perang Enam Hari itu berlangsung pada 5–10 Juni 1967. Dalam perang tersebut, Israel berhasil merebut semenanjung Sinau, Jalur Gaza, Tepi Barat, Yerusalem, termasuk Dataran Tinggi Golan. Wilayah ini kemudian menjadi titik utama konflik antara Arab dan Israel.
Suriah berusaha untuk merebut kembali Dataran Tinggi Golan selama Perang Arab-Israel di tahun 1973. Namun upaya tersebut selalu berujung kegagalan. Pada tahun 1974, PBB menerjunkan pasukan penjaga perdamaian di wilayah tersebut. Hal itu dilakukan usai Israel dan Suriah menyepakati untuk melakukan gencatan senjata.
Selain itu, PBB melalui Dewan Keamanan juga membentuk UN Disengagement Observer Force (UNDOF) atau Pasukan Pengamat Pelepasan PBB di tahun yang sama. Pasukan tersebut juga menciptakan zona penyangga di daerah tersebut.
Hingga saat ini, Dataran Tinggi Golan telah menjadi tempat tinggal bagi lebih dari 25.000 orang yahudi Israel. Namun menurut hukum internasional, pemukiman Israel tersebut dianggap ilegal, meskipun Israel selalu membantahnya.
Selain kelompok Yahudi, kawasan ini menjadi rumah bagi 20.000 orang dari kelompok etnis Druze. Etnis Druze adalah kelompok etnis berbahasa Arab yang sebagian besar tinggal di Lebanon, Israel, Yordania, dan Suriah.
Israel menawarkan kewarganegaraan kepada seluruh penduduk di wilayah dataran tinggi Golan. Meskipun mayoritasnya lebih memilih untuk menjadi warga negara Suriah.
Sekitar 20% orang Druze yang hidup di Golan dengan status warga negara Suriah, juga menyandang status sebagai penduduk Israel. Mereka mempunyai hak yang sama dengan warga asli Israel, kecuali hak untuk memilih pemimpin.
Kontributor: Fadlan Priatna
RELATED ARTICLES
Dataran Tinggi Golan dan Sejarah Perang Arab-Israel
Dataran Tinggi Golan telah menjadi tempat tinggal bagi lebih dari 25.000 orang yahudi Israel
Context.id, JAKARTA - Serangan roket di lapangan sepak bola di wilayah Dataran Tinggi Golan, pada Sabtu (27/7/2024) menyebabkan 12 orang penduduk Israel tewas. Melansir Reuters, dari 12 orang yang tewas, beberapa di antaranya adalah anak-anak dan remaja.
Selain menewaskan 12 orang, serangan tersebut juga melukai setidaknya 30 orang. Israel menuduh kelompok militan Suriah Hizbullah menjadi dalang atas serangan ini. Namun Hizbullah menyangkal semua tuduhan yang dilayangkan Israel.
Serangan ini merupakan insiden paling mematikan di perbatasan Israel dan Lebanon sejak permusuhan antara Israel dan Hizbullah meningkat pada Oktober tahun lalu. Seperti diketahui, Hizbullah adalah salah satu penyokong Hamas dan Palestina yang paling keras menolak berdirinya negara Israel di wilayah Palestina.
Berbicara soal Dataran Tinggi Golan, dulunya merupakan wilayah yang diperebutkan oleh Suriah dan Israel. Sebagian Dataran Tinggi Golan merupakan kawasan perbukitan berbatu yang masuk di wilayah barat daya Suriah, atau sekitar 60 km dari ibu kota Damaskus. Namun sebagian lainnya kawasan hijau yang sangat subur.
Dataran tinggi ini berbatasan dengan Sungai Yarmouk di selatan dan Laut Galilea di sebelah barat. Wilayah ini memiliki sumber mata air penting yang mengaliri Sungai Yordan, termasuk Sungai Hasbani, yang mengalir dari Lebanon dan melalui Dataran Tinggi Golan.
BACA JUGA
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Dataran Tinggi Golan menjadi wilayah milik Suriah. Namun seperti yang ditulis Al Jazeera, selama Perang Enam Hari pada 1967, Israel berhasil menguasai sekitar 1200 km persegi wilayah Dataran Tinggi Golan sehingga kini wilayah ini terbagi menjadi dua.
Menurut Britannica, Perang Enam Hari itu berlangsung pada 5–10 Juni 1967. Dalam perang tersebut, Israel berhasil merebut semenanjung Sinau, Jalur Gaza, Tepi Barat, Yerusalem, termasuk Dataran Tinggi Golan. Wilayah ini kemudian menjadi titik utama konflik antara Arab dan Israel.
Suriah berusaha untuk merebut kembali Dataran Tinggi Golan selama Perang Arab-Israel di tahun 1973. Namun upaya tersebut selalu berujung kegagalan. Pada tahun 1974, PBB menerjunkan pasukan penjaga perdamaian di wilayah tersebut. Hal itu dilakukan usai Israel dan Suriah menyepakati untuk melakukan gencatan senjata.
Selain itu, PBB melalui Dewan Keamanan juga membentuk UN Disengagement Observer Force (UNDOF) atau Pasukan Pengamat Pelepasan PBB di tahun yang sama. Pasukan tersebut juga menciptakan zona penyangga di daerah tersebut.
Hingga saat ini, Dataran Tinggi Golan telah menjadi tempat tinggal bagi lebih dari 25.000 orang yahudi Israel. Namun menurut hukum internasional, pemukiman Israel tersebut dianggap ilegal, meskipun Israel selalu membantahnya.
Selain kelompok Yahudi, kawasan ini menjadi rumah bagi 20.000 orang dari kelompok etnis Druze. Etnis Druze adalah kelompok etnis berbahasa Arab yang sebagian besar tinggal di Lebanon, Israel, Yordania, dan Suriah.
Israel menawarkan kewarganegaraan kepada seluruh penduduk di wilayah dataran tinggi Golan. Meskipun mayoritasnya lebih memilih untuk menjadi warga negara Suriah.
Sekitar 20% orang Druze yang hidup di Golan dengan status warga negara Suriah, juga menyandang status sebagai penduduk Israel. Mereka mempunyai hak yang sama dengan warga asli Israel, kecuali hak untuk memilih pemimpin.
Kontributor: Fadlan Priatna
POPULAR
RELATED ARTICLES