Akhirnya Polisi Hentikan Kriminalisasi Advokat LBH Yogyakarta
YLBHI mendorong keadilan bagi korban, penyintas, para pendamping, dan juga para pembela HAM lainnya yang menghadapi ancaman dan serangan
Context.id, JAKARTA - Proses hokum terhadap advokat pembela korban kekerasan seksual akhirnya dihentikan oleh pihak Kepolisian.
Seperti diketahui sebelumnya, Meila Nurul Fajriah, seorang Advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang mendampingi 30 korban kekerasan seksual pada 2020-2021 dilaporkan oleh IM terduga pelaku ke Polda DIY.
Laporan yang dibuat pada 28 Desember 2021 itu melayangkan tuduhan pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 UU ITE).
Penyidik kemudian melakukan penyidikan sejak 2022 dan menetapkan Meila sebagai tersangka pada 24 Juni 2024.
Muhammad Isnur, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menjelaskan, jajarannya bersama lebih dari 57 organisasi masyarakat sipil mengirimkan desakan agar Polda DIY menghentikan proses penyidikan.
“YLBHI-LBH Yogyakarta menegaskan kerja-kerja Meila dilindungi oleh UU Advokat, UU Bantuan Hukum dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Kerja-kerja pendamping mendapatkan imunitas dan tidak boleh dikriminalisasi,” ucapnya, Rabu (7/8/2-24).
Pihaknya juga menegaskan bahwa korban dalam kasus ini jelas ada dan mengalami penderitaan yang luar biasa.
Berdasarkan rilis UII dan putusan PTUN Yogyakarta pelaku pun sudah diberikan sanksi oleh Universitas Islam Indonesia. Pelaku sempat menggugat UII ke PTUN Yogyakarta, dan PTUN tidak menerima gugatan tersebut.
Setelah berbagai desakan itu, akhirnya, Selasa (6/8/2024) YLBHI-LBH Yogyakarta menerima Surat Ketetapan penghentian penyidikan (SP3) dari Polda DIY terhadap Meila Nurul Fajriah.
YLBHI-LBH Yogya memandang solidaritas dan kerja kawan-kawan masyarakat sipil dalam memberikan dukungan terhadap pendamping korban membuahkan hasil sekaligus menegaskan ini adalah kemenangan bersama.
Menurutnya, LBH Yogyakarta -YLBHI menyatakan solidaritas dan perjuangan keadilan bagi korban dan penyintas lainnya yang masih harus kita dorong bersama.
Hingga hari ini masih banyak pembela HAM/Pejuang Keadilan yang berada dalam ancaman dan upaya kriminalisasi.
“Kita perlu menegaskan bahwa serangan dan kriminalisasi terhadap pendamping korban tidak terulang dikemudian hari,” ucapnya.
Dia menambahkan bahwa SP3 ini kemenangan korban atau penyintas kekerasan seksual.
Korban memiliki kemerdekaan untuk memilih saluran pelaporan dan jenis mekanisme pemulihan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi korban.
Hal itu sebagaimana dijamin dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, akhirnya diamini oleh Polda DIY.
“Untuk itu mari jadikan kemenangan ini untuk mendorong keadilan bagi korban, penyintas, para pendamping, dan juga para pembela HAM lainnya yang menghadapi ancaman dan serangan,” pungkasnya.
RELATED ARTICLES
Akhirnya Polisi Hentikan Kriminalisasi Advokat LBH Yogyakarta
YLBHI mendorong keadilan bagi korban, penyintas, para pendamping, dan juga para pembela HAM lainnya yang menghadapi ancaman dan serangan
Context.id, JAKARTA - Proses hokum terhadap advokat pembela korban kekerasan seksual akhirnya dihentikan oleh pihak Kepolisian.
Seperti diketahui sebelumnya, Meila Nurul Fajriah, seorang Advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang mendampingi 30 korban kekerasan seksual pada 2020-2021 dilaporkan oleh IM terduga pelaku ke Polda DIY.
Laporan yang dibuat pada 28 Desember 2021 itu melayangkan tuduhan pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 UU ITE).
Penyidik kemudian melakukan penyidikan sejak 2022 dan menetapkan Meila sebagai tersangka pada 24 Juni 2024.
Muhammad Isnur, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menjelaskan, jajarannya bersama lebih dari 57 organisasi masyarakat sipil mengirimkan desakan agar Polda DIY menghentikan proses penyidikan.
“YLBHI-LBH Yogyakarta menegaskan kerja-kerja Meila dilindungi oleh UU Advokat, UU Bantuan Hukum dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Kerja-kerja pendamping mendapatkan imunitas dan tidak boleh dikriminalisasi,” ucapnya, Rabu (7/8/2-24).
Pihaknya juga menegaskan bahwa korban dalam kasus ini jelas ada dan mengalami penderitaan yang luar biasa.
Berdasarkan rilis UII dan putusan PTUN Yogyakarta pelaku pun sudah diberikan sanksi oleh Universitas Islam Indonesia. Pelaku sempat menggugat UII ke PTUN Yogyakarta, dan PTUN tidak menerima gugatan tersebut.
Setelah berbagai desakan itu, akhirnya, Selasa (6/8/2024) YLBHI-LBH Yogyakarta menerima Surat Ketetapan penghentian penyidikan (SP3) dari Polda DIY terhadap Meila Nurul Fajriah.
YLBHI-LBH Yogya memandang solidaritas dan kerja kawan-kawan masyarakat sipil dalam memberikan dukungan terhadap pendamping korban membuahkan hasil sekaligus menegaskan ini adalah kemenangan bersama.
Menurutnya, LBH Yogyakarta -YLBHI menyatakan solidaritas dan perjuangan keadilan bagi korban dan penyintas lainnya yang masih harus kita dorong bersama.
Hingga hari ini masih banyak pembela HAM/Pejuang Keadilan yang berada dalam ancaman dan upaya kriminalisasi.
“Kita perlu menegaskan bahwa serangan dan kriminalisasi terhadap pendamping korban tidak terulang dikemudian hari,” ucapnya.
Dia menambahkan bahwa SP3 ini kemenangan korban atau penyintas kekerasan seksual.
Korban memiliki kemerdekaan untuk memilih saluran pelaporan dan jenis mekanisme pemulihan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi korban.
Hal itu sebagaimana dijamin dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, akhirnya diamini oleh Polda DIY.
“Untuk itu mari jadikan kemenangan ini untuk mendorong keadilan bagi korban, penyintas, para pendamping, dan juga para pembela HAM lainnya yang menghadapi ancaman dan serangan,” pungkasnya.
POPULAR
RELATED ARTICLES