Benci Tapi Rindu PKB dan PBNU
Pembentukan PKB diinisiasi oleh pengurus PBNU pada masa Reformasi 1998
Context.id, JAKARTA - Konflik antara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kian meruncing.
Mantan Sekretaris Jenderal PKB Lukman Eddy menjelaskan, konflik antara PKB dan PBNU saat ini berawal ketika DPP PKB menggelar Muktamar pada 2019 di Bali.
Ketika itu, kata Lukman, Muhaimin Iskandar selaku Ketua Umum DPP PKB telah merevisi AD/ART untuk mengurangi peran dan kewenangan Dewan Syuro DPP PKB.
Selain itu, retaknya hubungan PBNU-PKB menurut Lukman juga disebabkan Pilpres 2024 dan Gus Yahya Cholil Staquf menang di Muktamar NU Lampung melawan Said Aqil Siradj selaku petahana.
Dia menjelaskan setelah Muktamar NU di Lampung beberapa tahun lalu, komunikasi antara PKB dan PBNU sudah mulai terkikis, ditambah lagi ketika Pilpres 2024 digelar di Indonesia.
"Jadi sejak Muktamar NU di Lampung dan Pilpres kemarin itu kok ada komunikasi tidak baik antara PKB dan PBNU," katanya.
Konflik itu kian meruncing setelah Fraksi PKB di DPR menghembuskan panitia khusus (pansus) penyelenggaraan haji.
PBNU kemudian merespon dengan menyatakan bahwa tanpa bantuan NU, PKB tidak akan bisa berkembang dari pusat hingga ke daerah.
Di balik konflik itu, sesungguhnya ada konflik besar lainnya yang justru berada di tubuh PKB yakni perseteruan antara Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dan Yenny Akbar, putri dari pendiri PKB, Abdurrachman Wahid atau Gus Dur.
Konflik antara Cak Imin yang sebenarnya masih keponakan Gus Dur dan Yenny Wahid bermula pada 2008.
Ketika itu Muhaimin yang menjabat sebagai Ketua Umum PKB hasil Muktamar Semarang 2005 dilengserkan oleh Gus Dur yang menjabat sebagai Ketua Dewan Syuro PKB.
Gus Dur memecat Muhamimin karena dinilai kerap mendekati pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sementara PKB merupakan partai oposisi.
Kedua kubu lantas sama-sama menggelar Muktamar Luar Biasa. Kubu Gus Dur menggelar Muktamar di Parung, Bogor pada 30 April sampai 1 Mei 2008.
Pada 2 Mei 2008, Cak Imin memimpin muktamar di Hotel Mercure Ancol dan memutuskan dirinya kembali menjadi pemimpin PKB.
Muktamar kubu Muhaimin itu juga mendepak Yenny Wahid yang saat itu menjabat Sekretaris Jenderal PKB. Gus Dur ikut dikeluarkan dan digantikan oleh K.H. Aziz Mansyur.
Kubu Gus Dur lantas menggugat kubu Muhaimin ke pengadilan karena dianggap melanggar Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga PKB. Pengadilan ternyata memenangkan kubu Muhaimin yang akhirnya memimpin PKB hingga saat ini.
Meski kalah, Yenny Wahid terus menyuarakan PKB Gus Dur yang sah. Ia bahkan sempat menggelar Muktamar ke-III PKB di Gor Kertajaya, Surabaya, pada 26 Desember 2010.
Namun upayanya untuk mengambil kembali PKB tetap gagal. Putri sulung Gus Dur itu lantas mendirikan Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia (PKBI) yang kemudian berubah nama menjadi Partai Kemakmuran Bangsa Nusantara (PKBN) pada 2011.
Cak Imin meradang dengan kehadiran PKBN. Pasalnya PKBN memiliki kemiripan nama, lambang atau tanda gambar dengan PKB. Cak Imin mengirimkan surat kepada Menteri Hukum dan HAM era SBY,saat itu, Patrialis Akbar.
Cak Imin meminta Menkumham tidak meloloskan PKBN dalam proses verifikasi partai politik untuk Pemilu 2014.
Pada Desember 2011, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin yang menggantikan Patrialis Akbar menyatakan PKBN tidak bisa memperoleh status berbadan hukum.
Sejarah Kelahiran PKB
PKB lahir dan dideklarasikan di Jakarta pada 29 Rabiul Awal 1419 H atau 23 Juli 1998. Melansir situs resmi PKB, kelahiran partai ini tidak terlepas dari inisiasi para kiai NU, termasuk Gus Dur yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PBNU.
Pada 22 Mei 1998, atau sehari setelah Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden, PBNU mendapatkan desakan dari warga NU agar segera ikut berpartisipasi dalam periode reformasi, salah satunya melalui partai politik.
Namun saat itu para pimpinan PBNU menyikapi usulan nahdliyin dengan hati-hati. Para petinggi merasa masih memegang amanat Muktamar Situbondo yang menegaskan secara organisatoris NU tidak terkait dengan partai politik manapun dan tidak melakukan kegiatan politik praktis.
Namun karena desakan yang kuat, PBNU akhirnya membentuk Tim Lima yang terdiri dari KH Ma`ruf Amin sebagai ketua (Rais Suriyah/Kordinator Harian PBNU), dengan anggota, KH M Dawam Anwar (Katib Aam PBNU), Dr KH Said Aqil Siroj, M.A. (Wakil Katib Aam PBNU).
Selain itu ada juga HM Rozy Munir,S.E., M.Sc. (Ketua PBNU), dan Ahmad Bagdja (Sekretaris Jenderal PBNU). Tim Lima ini dibentuk untuk menampung dan mengkaji usulan warga NU.
Selain Tim Lima, dibentuk juga Tim Asistensi yang diketuai oleh Arifin Djunaedi (Wakil Sekjen PBNU) dengan anggota H Muhyiddin Arubusman, H.M. Fachri Thaha Ma`ruf, Lc., Drs. H Abdul Aziz, M.A., Drs. H Andi Muarli Sunrawa, H.M. Nasihin Hasan, H Lukman Saifuddin, Drs. Amin Said Husni, dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Dari hasil kajian Tim Lima dan Tim Asistensi itulah akhirnya PKB terbentuk. Namun, mereka tetap mencoba memperjelas bahwa PKB merupakan kendaraan politik warga NU, dan bukan bagian dari PBNU.
Gus Dur juga menegaskan bahwa PKB dan NU mempunyai hubungan historis dan budaya yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Menurutnya, yang membedakan keduanya hanya organisasinya.
Gus Dur mengatakan sejarah berdirinya PKB tidak bisa dilepaskan dari NU. Karena yang membidani kelahiran PKB adalah PBNU.
Secara budaya NU juga sama dengan PKB, kalau NU senang ziarah kubur, PKB juga senang ziarah kubur. NU senang tahlil PKB juga senang tahlil, NU senang silaturrahim PKB juga senang silaturrahim.
Selain itu, Gus Dur juga menjelaskan garis perjuangan NU dan PKB adalah bagaimana menerapkan ajaran agama Islam yang seutuhnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa harus menjadikan Indonesia sebagai negara Islam.
RELATED ARTICLES
Benci Tapi Rindu PKB dan PBNU
Pembentukan PKB diinisiasi oleh pengurus PBNU pada masa Reformasi 1998
Context.id, JAKARTA - Konflik antara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kian meruncing.
Mantan Sekretaris Jenderal PKB Lukman Eddy menjelaskan, konflik antara PKB dan PBNU saat ini berawal ketika DPP PKB menggelar Muktamar pada 2019 di Bali.
Ketika itu, kata Lukman, Muhaimin Iskandar selaku Ketua Umum DPP PKB telah merevisi AD/ART untuk mengurangi peran dan kewenangan Dewan Syuro DPP PKB.
Selain itu, retaknya hubungan PBNU-PKB menurut Lukman juga disebabkan Pilpres 2024 dan Gus Yahya Cholil Staquf menang di Muktamar NU Lampung melawan Said Aqil Siradj selaku petahana.
Dia menjelaskan setelah Muktamar NU di Lampung beberapa tahun lalu, komunikasi antara PKB dan PBNU sudah mulai terkikis, ditambah lagi ketika Pilpres 2024 digelar di Indonesia.
"Jadi sejak Muktamar NU di Lampung dan Pilpres kemarin itu kok ada komunikasi tidak baik antara PKB dan PBNU," katanya.
Konflik itu kian meruncing setelah Fraksi PKB di DPR menghembuskan panitia khusus (pansus) penyelenggaraan haji.
PBNU kemudian merespon dengan menyatakan bahwa tanpa bantuan NU, PKB tidak akan bisa berkembang dari pusat hingga ke daerah.
Di balik konflik itu, sesungguhnya ada konflik besar lainnya yang justru berada di tubuh PKB yakni perseteruan antara Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dan Yenny Akbar, putri dari pendiri PKB, Abdurrachman Wahid atau Gus Dur.
Konflik antara Cak Imin yang sebenarnya masih keponakan Gus Dur dan Yenny Wahid bermula pada 2008.
Ketika itu Muhaimin yang menjabat sebagai Ketua Umum PKB hasil Muktamar Semarang 2005 dilengserkan oleh Gus Dur yang menjabat sebagai Ketua Dewan Syuro PKB.
Gus Dur memecat Muhamimin karena dinilai kerap mendekati pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sementara PKB merupakan partai oposisi.
Kedua kubu lantas sama-sama menggelar Muktamar Luar Biasa. Kubu Gus Dur menggelar Muktamar di Parung, Bogor pada 30 April sampai 1 Mei 2008.
Pada 2 Mei 2008, Cak Imin memimpin muktamar di Hotel Mercure Ancol dan memutuskan dirinya kembali menjadi pemimpin PKB.
Muktamar kubu Muhaimin itu juga mendepak Yenny Wahid yang saat itu menjabat Sekretaris Jenderal PKB. Gus Dur ikut dikeluarkan dan digantikan oleh K.H. Aziz Mansyur.
Kubu Gus Dur lantas menggugat kubu Muhaimin ke pengadilan karena dianggap melanggar Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga PKB. Pengadilan ternyata memenangkan kubu Muhaimin yang akhirnya memimpin PKB hingga saat ini.
Meski kalah, Yenny Wahid terus menyuarakan PKB Gus Dur yang sah. Ia bahkan sempat menggelar Muktamar ke-III PKB di Gor Kertajaya, Surabaya, pada 26 Desember 2010.
Namun upayanya untuk mengambil kembali PKB tetap gagal. Putri sulung Gus Dur itu lantas mendirikan Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia (PKBI) yang kemudian berubah nama menjadi Partai Kemakmuran Bangsa Nusantara (PKBN) pada 2011.
Cak Imin meradang dengan kehadiran PKBN. Pasalnya PKBN memiliki kemiripan nama, lambang atau tanda gambar dengan PKB. Cak Imin mengirimkan surat kepada Menteri Hukum dan HAM era SBY,saat itu, Patrialis Akbar.
Cak Imin meminta Menkumham tidak meloloskan PKBN dalam proses verifikasi partai politik untuk Pemilu 2014.
Pada Desember 2011, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin yang menggantikan Patrialis Akbar menyatakan PKBN tidak bisa memperoleh status berbadan hukum.
Sejarah Kelahiran PKB
PKB lahir dan dideklarasikan di Jakarta pada 29 Rabiul Awal 1419 H atau 23 Juli 1998. Melansir situs resmi PKB, kelahiran partai ini tidak terlepas dari inisiasi para kiai NU, termasuk Gus Dur yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PBNU.
Pada 22 Mei 1998, atau sehari setelah Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden, PBNU mendapatkan desakan dari warga NU agar segera ikut berpartisipasi dalam periode reformasi, salah satunya melalui partai politik.
Namun saat itu para pimpinan PBNU menyikapi usulan nahdliyin dengan hati-hati. Para petinggi merasa masih memegang amanat Muktamar Situbondo yang menegaskan secara organisatoris NU tidak terkait dengan partai politik manapun dan tidak melakukan kegiatan politik praktis.
Namun karena desakan yang kuat, PBNU akhirnya membentuk Tim Lima yang terdiri dari KH Ma`ruf Amin sebagai ketua (Rais Suriyah/Kordinator Harian PBNU), dengan anggota, KH M Dawam Anwar (Katib Aam PBNU), Dr KH Said Aqil Siroj, M.A. (Wakil Katib Aam PBNU).
Selain itu ada juga HM Rozy Munir,S.E., M.Sc. (Ketua PBNU), dan Ahmad Bagdja (Sekretaris Jenderal PBNU). Tim Lima ini dibentuk untuk menampung dan mengkaji usulan warga NU.
Selain Tim Lima, dibentuk juga Tim Asistensi yang diketuai oleh Arifin Djunaedi (Wakil Sekjen PBNU) dengan anggota H Muhyiddin Arubusman, H.M. Fachri Thaha Ma`ruf, Lc., Drs. H Abdul Aziz, M.A., Drs. H Andi Muarli Sunrawa, H.M. Nasihin Hasan, H Lukman Saifuddin, Drs. Amin Said Husni, dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Dari hasil kajian Tim Lima dan Tim Asistensi itulah akhirnya PKB terbentuk. Namun, mereka tetap mencoba memperjelas bahwa PKB merupakan kendaraan politik warga NU, dan bukan bagian dari PBNU.
Gus Dur juga menegaskan bahwa PKB dan NU mempunyai hubungan historis dan budaya yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Menurutnya, yang membedakan keduanya hanya organisasinya.
Gus Dur mengatakan sejarah berdirinya PKB tidak bisa dilepaskan dari NU. Karena yang membidani kelahiran PKB adalah PBNU.
Secara budaya NU juga sama dengan PKB, kalau NU senang ziarah kubur, PKB juga senang ziarah kubur. NU senang tahlil PKB juga senang tahlil, NU senang silaturrahim PKB juga senang silaturrahim.
Selain itu, Gus Dur juga menjelaskan garis perjuangan NU dan PKB adalah bagaimana menerapkan ajaran agama Islam yang seutuhnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa harus menjadikan Indonesia sebagai negara Islam.
POPULAR
RELATED ARTICLES