Perjalanan Hidup Hamzah Haz, Wapres ke-9 RI
Hamzah Haz merupakan orang NU pertama yang menjadi Ketua Umum PPP
Context.id, JAKARTA - Wakil Presiden ke-9 Hamzah Haz tutup usia, Rabu (24/7). Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu meninggal di Klinik Tegalan pukul 09.30 WIB.
Hamzah Haz menjabat Wakil Presiden ke-9 sejak 26 Juli 2001 hingga 20 Oktober 2004, mendampingi Megawati Soekarnoputri sekaligus sebagai Ketua Umum PPP periode 1998–2007.
Melansir Bisnis, Hamzah Haz lahir pada 15 Februari 1940 di Ketapang, Kalimantan Barat. Dia menyelesaikan pendidikan menengah di Pontianak, lalu merantau ke Yogyakarta.
Hamzah kemudian memilih untuk mudik ke Pontianak dan menempuh pendidikan di Universitas Tanjungpura.
Keterlibatannya di PPP diawali dengan kiprahnya terlebih dahulu dalam Nahdlatul Ulama (NU). Setelah terjadi fusi partai politik di era 1970-an, NU bergabung dalam wadah PPP sehingga secara otomatis Hamzah Haz pun terlibat dalam partai tersebut.
Hamzah Haz punya tempat tersendiri bagi NU. Bisa dibilang, dirinya adalah satu-satunya Ketua Umum PPP yang berlatarbelakang NU pada era penghujung Orde Baru.
Seperti diketahui, sebelum reformasi, PPP adalah satu-satunya wadah aspirasi politik umat Islam.
Namun di sisi lain, kelahiran PPP menjadi titik nadir dalam sejarah politik umat Islam, terutama NU, yang sejak pembentukan PPP mulai dipinggirkan oleh pemerintah rezim daripadanya Soeharto.
NU adalah kelompok politik paling besar di dalam PPP. Pada Pemilu 1971, NU mampu meraup 18,68 persen suara atau unggul jauh dari anak kandung Masyumi yakni Parmusi yang hanya memperoleh 5,36 suara.
Kendati dominan, politikus NU jarang atau bahkan tidak pernah menduduki jabatan sebagai orang nomor satu PPP.
Jabatan Ketua Umum PPP didominasi oleh tokoh politik eks Parmusi seperti Mohammad Syafaat Mintaredja, Djaelani Naro hingga Ismail Hasan Metareum.
Padahal berkat NU, pada masa Orde Baru, PPP mampu memperoleh suara hingga 29 persen pada Pemilu 1977.
Suatu capaian, yang menurut Indonesianis MC Riklefs, tak akan pernah tercapai pada pemilu-pemilu setelahnya.
Tongkat estafet kepemimpinan PPP ke tangan politikus NU baru terjadi ketika Hamzah Haz menjadi ketua umum pada tahun 1998.
Setelah kejatuhan Soeharto, Hamzah Haz sempat ditunjuk menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) oleh Presiden Habibie saat itu. Akan tetapi, dia memutuskan mengundurkan diri setahun kemudian.
Sesudah pemilihan umum 1999, Hamzah Haz yang terpilih sebagai wakil rakyat, berhasil mendapatkan kursi wakil ketua DPR.
Seusai pemilihan presiden yang dimenangkan oleh Abdurahman Wahid alias Gus Dur, Hamzah Haz ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra).
Namun dia kemudian mengundurkan diri dari jabatan itu. Setelah Gus Dur tumbang dan Megawati menjadi presiden, Hamzah Haz kemudian dipilih menjadi wakilnya.
Semasa hidupnya, Hamzah Haz juga pernah berada di pusaran kontroversi. Dia pernah menyambangi kelompok kanan berbasis keagamaan yang kerap disebut kalangan radikalis.
Dia pernah menemui Ja’far Umar Thalib, pemimpin Laskar Jihad, serta bertandang ke Pondok Pesantre Ngruki, kediaman Abubakar Ba’asyir. Kunjungan itu dinilai sebagian pihak memberikan angin segar bagi kelompok tersebut.
RELATED ARTICLES
Perjalanan Hidup Hamzah Haz, Wapres ke-9 RI
Hamzah Haz merupakan orang NU pertama yang menjadi Ketua Umum PPP
Context.id, JAKARTA - Wakil Presiden ke-9 Hamzah Haz tutup usia, Rabu (24/7). Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu meninggal di Klinik Tegalan pukul 09.30 WIB.
Hamzah Haz menjabat Wakil Presiden ke-9 sejak 26 Juli 2001 hingga 20 Oktober 2004, mendampingi Megawati Soekarnoputri sekaligus sebagai Ketua Umum PPP periode 1998–2007.
Melansir Bisnis, Hamzah Haz lahir pada 15 Februari 1940 di Ketapang, Kalimantan Barat. Dia menyelesaikan pendidikan menengah di Pontianak, lalu merantau ke Yogyakarta.
Hamzah kemudian memilih untuk mudik ke Pontianak dan menempuh pendidikan di Universitas Tanjungpura.
Keterlibatannya di PPP diawali dengan kiprahnya terlebih dahulu dalam Nahdlatul Ulama (NU). Setelah terjadi fusi partai politik di era 1970-an, NU bergabung dalam wadah PPP sehingga secara otomatis Hamzah Haz pun terlibat dalam partai tersebut.
Hamzah Haz punya tempat tersendiri bagi NU. Bisa dibilang, dirinya adalah satu-satunya Ketua Umum PPP yang berlatarbelakang NU pada era penghujung Orde Baru.
Seperti diketahui, sebelum reformasi, PPP adalah satu-satunya wadah aspirasi politik umat Islam.
Namun di sisi lain, kelahiran PPP menjadi titik nadir dalam sejarah politik umat Islam, terutama NU, yang sejak pembentukan PPP mulai dipinggirkan oleh pemerintah rezim daripadanya Soeharto.
NU adalah kelompok politik paling besar di dalam PPP. Pada Pemilu 1971, NU mampu meraup 18,68 persen suara atau unggul jauh dari anak kandung Masyumi yakni Parmusi yang hanya memperoleh 5,36 suara.
Kendati dominan, politikus NU jarang atau bahkan tidak pernah menduduki jabatan sebagai orang nomor satu PPP.
Jabatan Ketua Umum PPP didominasi oleh tokoh politik eks Parmusi seperti Mohammad Syafaat Mintaredja, Djaelani Naro hingga Ismail Hasan Metareum.
Padahal berkat NU, pada masa Orde Baru, PPP mampu memperoleh suara hingga 29 persen pada Pemilu 1977.
Suatu capaian, yang menurut Indonesianis MC Riklefs, tak akan pernah tercapai pada pemilu-pemilu setelahnya.
Tongkat estafet kepemimpinan PPP ke tangan politikus NU baru terjadi ketika Hamzah Haz menjadi ketua umum pada tahun 1998.
Setelah kejatuhan Soeharto, Hamzah Haz sempat ditunjuk menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) oleh Presiden Habibie saat itu. Akan tetapi, dia memutuskan mengundurkan diri setahun kemudian.
Sesudah pemilihan umum 1999, Hamzah Haz yang terpilih sebagai wakil rakyat, berhasil mendapatkan kursi wakil ketua DPR.
Seusai pemilihan presiden yang dimenangkan oleh Abdurahman Wahid alias Gus Dur, Hamzah Haz ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra).
Namun dia kemudian mengundurkan diri dari jabatan itu. Setelah Gus Dur tumbang dan Megawati menjadi presiden, Hamzah Haz kemudian dipilih menjadi wakilnya.
Semasa hidupnya, Hamzah Haz juga pernah berada di pusaran kontroversi. Dia pernah menyambangi kelompok kanan berbasis keagamaan yang kerap disebut kalangan radikalis.
Dia pernah menemui Ja’far Umar Thalib, pemimpin Laskar Jihad, serta bertandang ke Pondok Pesantre Ngruki, kediaman Abubakar Ba’asyir. Kunjungan itu dinilai sebagian pihak memberikan angin segar bagi kelompok tersebut.
POPULAR
RELATED ARTICLES