Trump dan Bumerang Mudahnya Beli Senjata Api
Donald Trump saat menjadi presiden memberikan kelonggaran terkait aturan kepemilikan senjata api
Context.id, JAKARTA - Penembakan terhadap kandidat calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump bisa dibilang akibat kegagalannya dalam membatasi perdagangan dan kepemilikan senjata di negeri Paman Sam itu.
Seperti diketahui bersama, Donald Trump pernah menjadi Presiden Amerika Serikat pada 2017-2021. Saat menjabat presiden, dia menerbitkan sejumlah aturan yang justru makin memperluas kepemilikan senjata bagi warga sipil.
Dikutip dari democracy forward, Selasa (16/7/2024), ada beberapa kebijakan Trump yang dinilai kontraproduktif terhadap upaya pembatasan kepemilikan senjata. Berikut beberapa analisis mengenai kegagalan Trump tersebut.
Pertama, Trump secara ilegal mempersempit definisi buronan yang digunakan untuk menentukan siapa yang dilarang membeli senjata.
Berdasarkan hukum federal, siapa pun yang menjadi buronan dilarang membeli atau memiliki senjata berdasarkan hukum federal.
Untuk tujuan sistem pemeriksaan latar belakang federal untuk penjualan senjata, badan keamanan FBI telah lama menafsirkan buronan sebagai siapa pun yang terdaftar di surat perintah penangkapan yang masih beredar.
Namun kurang dari satu bulan setelah menjabat sebagai Presiden, Departemen Kehakiman di era Trump mengarahkan operator pemeriksaan latar belakang FBI untuk mempersempit definisi tersebut.
Kini aturan itu hanya melarang seseorang terdata dalam surat perintah penangkapan untuk membeli senjata jika mereka melarikan diri dari suatu negara bagian, dan melakukannya dengan tujuan menghindari tuntutan, serta akan segera dikenakan tuntutan pidana.
Hasilnya, semakin banyak orang buronan atau penjahat yang masuk karena sering melakukan pelanggaran berbahaya, kini dapat membeli senjata.
Kedua, Trump disebut menghapus 500.000 catatan buronan dari sistem pemeriksaan latar belakang federal.
Pemerintahan Trump tidak hanya mempersempit definisi buronan namun juga menghapus semua catatan di sistem pemeriksaan latar belakang federal yang mengidentifikasi buronan.
Ketika Trump menjabat, sistem pemeriksaan latar belakang berisi hampir 500.000 orang yang telah ditandai sebagai buronan.
Mereka membersihkan semua catatan ini, dan hingga saat ini hanya memulihkan sekitar 1.000 entri dalam kategori tersebut.
Tindakan pemerintah yang dinilai ceroboh dalam membersihkan catatan-catatan ini dianggap merupakan kegagalan memenuhi kewajibannya berdasarkan hukum federal.
Ketiga, Donald Trump membekukan aturan yang akan melarang orang berpenyakit mental untuk membeli senjata.
Undang-undang federal melarang penjualan senjata api kepada siapa pun yang yang telah dinyatakan sebagai cacat mental atau dimasukkan ke rumah sakit jiwa.
Pada 2014 lalu, ada usulan aturan untuk memperbaiki aturan ini dengan tujuan untuk memperluas definisi, termasuk mereka yang melakukan rawat jalan di rumah sakit jiwa, dinyatakan tidak kompeten untuk diadili, dan lain sebagainya.
Alih-alih menyelesaikan peraturan tersebut, Presiden Trump malah menghentikannya.
Keempat, Trump menghentikan usulan yang mewajibkan pembuat dan pedagang senjata untuk menjual alat keselamatan anak di toko tempat senjata dijual.
Undang-undang federal mewajibkan penjual senjata untuk menyatakan bahwa penyimpanan senjata atau perangkat keselamatan akan tersedia di mana pun senjata api dijual.
Pada 2016, Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api, dan Bahan Peledak (ATF) mengusulkan aturan untuk menutup beberapa peraturan yang melemahkan undang-undang tersebut.
Namun, kelompok lobi senjata menentang penutupan celah berbahaya ini, dan menyebut peraturan keselamatan senjata yang disebut membebani dan mahal. Jadi, setelah menjabat, Trump mencabut perlindungan tersebut.
Sepertinya setelah mengalami ancaman pembunuhan dengan senjata api saat berkampanye, Trump harus berpikir ulang soal kebijakan yang melegalkan kepemilikan senjata api di AS.
RELATED ARTICLES
Trump dan Bumerang Mudahnya Beli Senjata Api
Donald Trump saat menjadi presiden memberikan kelonggaran terkait aturan kepemilikan senjata api
Context.id, JAKARTA - Penembakan terhadap kandidat calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump bisa dibilang akibat kegagalannya dalam membatasi perdagangan dan kepemilikan senjata di negeri Paman Sam itu.
Seperti diketahui bersama, Donald Trump pernah menjadi Presiden Amerika Serikat pada 2017-2021. Saat menjabat presiden, dia menerbitkan sejumlah aturan yang justru makin memperluas kepemilikan senjata bagi warga sipil.
Dikutip dari democracy forward, Selasa (16/7/2024), ada beberapa kebijakan Trump yang dinilai kontraproduktif terhadap upaya pembatasan kepemilikan senjata. Berikut beberapa analisis mengenai kegagalan Trump tersebut.
Pertama, Trump secara ilegal mempersempit definisi buronan yang digunakan untuk menentukan siapa yang dilarang membeli senjata.
Berdasarkan hukum federal, siapa pun yang menjadi buronan dilarang membeli atau memiliki senjata berdasarkan hukum federal.
Untuk tujuan sistem pemeriksaan latar belakang federal untuk penjualan senjata, badan keamanan FBI telah lama menafsirkan buronan sebagai siapa pun yang terdaftar di surat perintah penangkapan yang masih beredar.
Namun kurang dari satu bulan setelah menjabat sebagai Presiden, Departemen Kehakiman di era Trump mengarahkan operator pemeriksaan latar belakang FBI untuk mempersempit definisi tersebut.
Kini aturan itu hanya melarang seseorang terdata dalam surat perintah penangkapan untuk membeli senjata jika mereka melarikan diri dari suatu negara bagian, dan melakukannya dengan tujuan menghindari tuntutan, serta akan segera dikenakan tuntutan pidana.
Hasilnya, semakin banyak orang buronan atau penjahat yang masuk karena sering melakukan pelanggaran berbahaya, kini dapat membeli senjata.
Kedua, Trump disebut menghapus 500.000 catatan buronan dari sistem pemeriksaan latar belakang federal.
Pemerintahan Trump tidak hanya mempersempit definisi buronan namun juga menghapus semua catatan di sistem pemeriksaan latar belakang federal yang mengidentifikasi buronan.
Ketika Trump menjabat, sistem pemeriksaan latar belakang berisi hampir 500.000 orang yang telah ditandai sebagai buronan.
Mereka membersihkan semua catatan ini, dan hingga saat ini hanya memulihkan sekitar 1.000 entri dalam kategori tersebut.
Tindakan pemerintah yang dinilai ceroboh dalam membersihkan catatan-catatan ini dianggap merupakan kegagalan memenuhi kewajibannya berdasarkan hukum federal.
Ketiga, Donald Trump membekukan aturan yang akan melarang orang berpenyakit mental untuk membeli senjata.
Undang-undang federal melarang penjualan senjata api kepada siapa pun yang yang telah dinyatakan sebagai cacat mental atau dimasukkan ke rumah sakit jiwa.
Pada 2014 lalu, ada usulan aturan untuk memperbaiki aturan ini dengan tujuan untuk memperluas definisi, termasuk mereka yang melakukan rawat jalan di rumah sakit jiwa, dinyatakan tidak kompeten untuk diadili, dan lain sebagainya.
Alih-alih menyelesaikan peraturan tersebut, Presiden Trump malah menghentikannya.
Keempat, Trump menghentikan usulan yang mewajibkan pembuat dan pedagang senjata untuk menjual alat keselamatan anak di toko tempat senjata dijual.
Undang-undang federal mewajibkan penjual senjata untuk menyatakan bahwa penyimpanan senjata atau perangkat keselamatan akan tersedia di mana pun senjata api dijual.
Pada 2016, Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api, dan Bahan Peledak (ATF) mengusulkan aturan untuk menutup beberapa peraturan yang melemahkan undang-undang tersebut.
Namun, kelompok lobi senjata menentang penutupan celah berbahaya ini, dan menyebut peraturan keselamatan senjata yang disebut membebani dan mahal. Jadi, setelah menjabat, Trump mencabut perlindungan tersebut.
Sepertinya setelah mengalami ancaman pembunuhan dengan senjata api saat berkampanye, Trump harus berpikir ulang soal kebijakan yang melegalkan kepemilikan senjata api di AS.
POPULAR
RELATED ARTICLES