Fenomena Overturisme Melanda Eropa, Asia Menyusul?
Ketika terlalu banyak wisatawan hadir secara bersamaan, destinasi tersebut tidak lagi dapat menangani dampak sosial, ekologis, dan ekonomis yang ditimbulkan
Context.id, JAKARTA - Saat pemerintah berupaya keras menggaet wisatawan sebanyak-banyak untuk berkunjung ke Indonesia, di Spanyol tepatnya Barcelona, warganya malah mengusir para pelancong.
Warga Barcelona merasa muak karena sektor pariwisata yang berkembang pesat di sana justru malah menyebabkan kesulitan bagai mereka.
Dilansir dari Independent, dalam 10 tahun terakhir, harga sewa properti pada daerah tujuan wisata di Spanyol meningkat 68 persen. Hal ini turut pula mendongkrak harga properti menjadi 38 persen sehingga menyulitkan penduduk setempat untuk menyewa atau memiliki hunian.
Sekitar 3000 warga kemudian menggelar aksi unjuk rasa untuk menolak kedatangan para wisatawan. Para demonstran membentangkan berbagai spanduk yang menginginkan agar para pelancong segera kembali ke negeri asal mereka.
Tidak hanya itu, mereka bahkan menyemprotkan air kepada para wisatawan.
Walikota Barcelona, Jaume Collboni, belum lama ini berjanji untuk melarang wisatawan menyewa apartemen liburan pada tahun-tahun mendatang.
Barcelona menjadi kota yang paling banyak dikunjungi wisatawan asing di Spanyol. Selain destinasi wisatanya yang cukup menarik, Barcelona memiliki daya tarik yang kuat karena memiliki klub bola yang sangat terkenal.
Otoritas Barcelona berupaya menerapkan langkah-langkah untuk mengendalikan melonjaknya biaya perumahan dan menjadikan kota ini lebih layak huni bagi penduduknya.
Salah satunya dengan membatalkan lisensi 10.101 apartemen yang saat ini disetujui sebagai sewa jangka pendek pada November 2028.
“Kami menghadapi apa yang kami yakini sebagai masalah terbesar Barcelona,” kata sang walikota.
Selain Barcelona, daerah lain di Spanyol yang muak terhadap kedatangan para wisatawan mancanegara adalah Malaga. Pada akhir Juni lalu, setidaknya 15.000 warga Malaga menggelar aksi demonstrasi.
Tidak di situ saja, di Mallorca, aksi demonstrasi sudah terjadi sejak April 2024.
Fenomena Overturisme
Belakangan ini beberapa destinasi wisata di banyak negara mengalami overturisme, tak terkecuali di Indonesia. Fenomena overturisme atau kepadatan wisatawan merujuk pada keadaan ketika destinasi pariwisata menerima jumlah wisatawan melebihi kapasitasnya, yang berdampak negatif pada lingkungan, budaya, dan kehidupan masyarakat setempat.
Kondisi ini biasanya terjadi di lokasi-lokasi yang populer, seperti kota-kota besar, pulau tropis, atau situs-situs bersejarah terkenal. Pertumbuhan pesat jumlah wisatawan yang datang tidak sebanding dengan kapasitas infrastruktur dan daya dukung lingkungan dan budaya lokal.
Ketika terlalu banyak wisatawan hadir secara bersamaan, destinasi tersebut tidak lagi dapat menangani dampak sosial, ekologis, dan ekonomis yang ditimbulkan, seperti misalnya kerusakan jalan, sampah yang berserakan, biaya hidup yang semakin membengkak hingga polusi udara.
Di Indonesia, Bali pernah dianggap overturisme. Tingkat kunjungan wisman ke Bali terus meningkat bahkan lebih dari 80 persen secara tahunan. Sedangkan, wisatawan nusantara (wisnus) juga bertumbuh antara single digit atau low double digit.
Melansir Bisnis, sejumlah kota di Eropa tengah mengambil langkah untuk mengatasi lonjakan wisatawan di era penerbangan murah dan Airbnb.
Kota Dubrovnik, Kroasia misalnya, sejak 2019 kota berpenduduk 41.000 orang ini membatasi jumlah kedatangan kapal pesiar menjadi dua kapal per hari dengan masing-masing tidak lebih dari 4.000 penumpang.
Sebelum aturan ini diberlakukan, tercatat kota ini mencapai rekor 1,4 juta turis dan sebanyak 4,4 juta orang menginap per malamnya. Kota ini menerima lonjakan pengunjung sejak adegan serial HBO Game of Thrones difilmkan di dalam bentengnya pada 2011.
Adanya pembatasan membuat Dubrovnik mengalami penurunan jumlah pengunjung menjadi lebih dari 1 juta orang.
Venesia juga melakukan upaya serupa dan dalam beberapa tahun ini telah melakukan detourism. Venesia yang kerap menerima 5,5 juta pengunjung di 2019 itu melarang kapal pesiar besar dari laguna Venesia pada 2021.
Larangan ini muncul karena kekhawatiran akan dampaknya terhadap lingkungan akibat keberadaan kapal besar di kotanya.
Venesia juga memberlakukan pajak bagi pengunjung yang menginap dan berencana untuk memperkenalkan skema pemesanan berbayar yakni antara 3-10 Euro untuk pelancong harian.
Kendati demikian, skema tersebut terus ditunda karena dikhawatirkan dapat mengurangi pendapatan wisatawan.
Pariwisata Berkelanjutan
Solusi untuk mengatasi overturisme bisa dilakukan dengan mengatur jumlah wisatawan. Pemerintah dan otoritas pariwisata dapat membatasi jumlah wisatawan yang diperbolehkan untuk masuk ke destinasi populer.
Ini dapat dilakukan melalui kuota harian, harga tiket yang lebih tinggi pada musim ramai, atau penggunaan sistem pemesanan yang terkontrol.
Selain itu diperlukan pengembangan pariwisata berkelanjutan dapat membantu mengurangi dampak negatif pada lingkungan dan budaya.
Penggunaan energi terbarukan, pengelolaan limbah yang bijaksana, dan melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan pariwisata adalah contoh strategi berkelanjutan.
Pemerintah juga harus melakukan diversifikasi pariwisata dengan mengarahkan wisatawan ke lokasi alternatif dan kurang terkenal sehingga dapat membantu mengurangi tekanan pada destinasi utama.
Salah satu hal yang penting juga dengan melibatkan masyarakat setempat dalam pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan pariwisata dapat meningkatkan penerimaan dan dukungan mereka terhadap industri pariwisata.
RELATED ARTICLES
Fenomena Overturisme Melanda Eropa, Asia Menyusul?
Ketika terlalu banyak wisatawan hadir secara bersamaan, destinasi tersebut tidak lagi dapat menangani dampak sosial, ekologis, dan ekonomis yang ditimbulkan
Context.id, JAKARTA - Saat pemerintah berupaya keras menggaet wisatawan sebanyak-banyak untuk berkunjung ke Indonesia, di Spanyol tepatnya Barcelona, warganya malah mengusir para pelancong.
Warga Barcelona merasa muak karena sektor pariwisata yang berkembang pesat di sana justru malah menyebabkan kesulitan bagai mereka.
Dilansir dari Independent, dalam 10 tahun terakhir, harga sewa properti pada daerah tujuan wisata di Spanyol meningkat 68 persen. Hal ini turut pula mendongkrak harga properti menjadi 38 persen sehingga menyulitkan penduduk setempat untuk menyewa atau memiliki hunian.
Sekitar 3000 warga kemudian menggelar aksi unjuk rasa untuk menolak kedatangan para wisatawan. Para demonstran membentangkan berbagai spanduk yang menginginkan agar para pelancong segera kembali ke negeri asal mereka.
Tidak hanya itu, mereka bahkan menyemprotkan air kepada para wisatawan.
Walikota Barcelona, Jaume Collboni, belum lama ini berjanji untuk melarang wisatawan menyewa apartemen liburan pada tahun-tahun mendatang.
Barcelona menjadi kota yang paling banyak dikunjungi wisatawan asing di Spanyol. Selain destinasi wisatanya yang cukup menarik, Barcelona memiliki daya tarik yang kuat karena memiliki klub bola yang sangat terkenal.
Otoritas Barcelona berupaya menerapkan langkah-langkah untuk mengendalikan melonjaknya biaya perumahan dan menjadikan kota ini lebih layak huni bagi penduduknya.
Salah satunya dengan membatalkan lisensi 10.101 apartemen yang saat ini disetujui sebagai sewa jangka pendek pada November 2028.
“Kami menghadapi apa yang kami yakini sebagai masalah terbesar Barcelona,” kata sang walikota.
Selain Barcelona, daerah lain di Spanyol yang muak terhadap kedatangan para wisatawan mancanegara adalah Malaga. Pada akhir Juni lalu, setidaknya 15.000 warga Malaga menggelar aksi demonstrasi.
Tidak di situ saja, di Mallorca, aksi demonstrasi sudah terjadi sejak April 2024.
Fenomena Overturisme
Belakangan ini beberapa destinasi wisata di banyak negara mengalami overturisme, tak terkecuali di Indonesia. Fenomena overturisme atau kepadatan wisatawan merujuk pada keadaan ketika destinasi pariwisata menerima jumlah wisatawan melebihi kapasitasnya, yang berdampak negatif pada lingkungan, budaya, dan kehidupan masyarakat setempat.
Kondisi ini biasanya terjadi di lokasi-lokasi yang populer, seperti kota-kota besar, pulau tropis, atau situs-situs bersejarah terkenal. Pertumbuhan pesat jumlah wisatawan yang datang tidak sebanding dengan kapasitas infrastruktur dan daya dukung lingkungan dan budaya lokal.
Ketika terlalu banyak wisatawan hadir secara bersamaan, destinasi tersebut tidak lagi dapat menangani dampak sosial, ekologis, dan ekonomis yang ditimbulkan, seperti misalnya kerusakan jalan, sampah yang berserakan, biaya hidup yang semakin membengkak hingga polusi udara.
Di Indonesia, Bali pernah dianggap overturisme. Tingkat kunjungan wisman ke Bali terus meningkat bahkan lebih dari 80 persen secara tahunan. Sedangkan, wisatawan nusantara (wisnus) juga bertumbuh antara single digit atau low double digit.
Melansir Bisnis, sejumlah kota di Eropa tengah mengambil langkah untuk mengatasi lonjakan wisatawan di era penerbangan murah dan Airbnb.
Kota Dubrovnik, Kroasia misalnya, sejak 2019 kota berpenduduk 41.000 orang ini membatasi jumlah kedatangan kapal pesiar menjadi dua kapal per hari dengan masing-masing tidak lebih dari 4.000 penumpang.
Sebelum aturan ini diberlakukan, tercatat kota ini mencapai rekor 1,4 juta turis dan sebanyak 4,4 juta orang menginap per malamnya. Kota ini menerima lonjakan pengunjung sejak adegan serial HBO Game of Thrones difilmkan di dalam bentengnya pada 2011.
Adanya pembatasan membuat Dubrovnik mengalami penurunan jumlah pengunjung menjadi lebih dari 1 juta orang.
Venesia juga melakukan upaya serupa dan dalam beberapa tahun ini telah melakukan detourism. Venesia yang kerap menerima 5,5 juta pengunjung di 2019 itu melarang kapal pesiar besar dari laguna Venesia pada 2021.
Larangan ini muncul karena kekhawatiran akan dampaknya terhadap lingkungan akibat keberadaan kapal besar di kotanya.
Venesia juga memberlakukan pajak bagi pengunjung yang menginap dan berencana untuk memperkenalkan skema pemesanan berbayar yakni antara 3-10 Euro untuk pelancong harian.
Kendati demikian, skema tersebut terus ditunda karena dikhawatirkan dapat mengurangi pendapatan wisatawan.
Pariwisata Berkelanjutan
Solusi untuk mengatasi overturisme bisa dilakukan dengan mengatur jumlah wisatawan. Pemerintah dan otoritas pariwisata dapat membatasi jumlah wisatawan yang diperbolehkan untuk masuk ke destinasi populer.
Ini dapat dilakukan melalui kuota harian, harga tiket yang lebih tinggi pada musim ramai, atau penggunaan sistem pemesanan yang terkontrol.
Selain itu diperlukan pengembangan pariwisata berkelanjutan dapat membantu mengurangi dampak negatif pada lingkungan dan budaya.
Penggunaan energi terbarukan, pengelolaan limbah yang bijaksana, dan melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan pariwisata adalah contoh strategi berkelanjutan.
Pemerintah juga harus melakukan diversifikasi pariwisata dengan mengarahkan wisatawan ke lokasi alternatif dan kurang terkenal sehingga dapat membantu mengurangi tekanan pada destinasi utama.
Salah satu hal yang penting juga dengan melibatkan masyarakat setempat dalam pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan pariwisata dapat meningkatkan penerimaan dan dukungan mereka terhadap industri pariwisata.
POPULAR
RELATED ARTICLES