Noda Hitam Menyelimuti Korps Baju Coklat
Kekerasan demi kekerasan selalu melekat dengan institusi satu ini
Context.id, JAKARTA - Bebasnya Pegi Setiawan, tersangka pembunuhan di Cirebon menambah deretan kritik terhadap kinerja Kepolisian.
Dalam sidang praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Senin (8/7/2024), hakim menyatakan bahwa penetapan status tersangka kepada Pegi dalam kasus dugaan pembunuhan terhadap Vina dan Eki menyalahi prosedur.
Majelis hakim memerintahkan penyidik Polda Jawa Barat untuk melepaskan status tersangka kepada Pegi dan melepaskan pemuda itu. Polisi juga harus memulihkan harkat dan martabat Pegi Setiawan.
Sebelumnya kubu Pegi memang menilai polisi bertindak tidak professional. Pasalnya, setelah penangkapan Pegi, polisi diduga menghapus akun facebook milik pria itu.
Padahal unggahan di dalam akun itu menguatkan alibi bahwa Pegi Setiawan tidak terlibat dalam kasus pembunuhan tersebut.
Pada akun itu, Pegi memperlihatkan status dia berangkat ke Bandung untuk merantau pada 12 Agustus 2016 sedangkan, pada 27 Agustus 2016 pembunuhan Vina dan Eki terjadi.
Pada 30 Agustus 2016, tiap hari setelah kejadian, polisi itu mendatangi rumah orang tua Pegi. Ketika itu, penyidik juga mengamankan sepeda motor milik Pegi Setiawan.
Selain persoalan Pegi Setiawan, polisi juga tengah disorot dalam kasus kematian anak berinisial AM yang diduga melibatkan anggota Polda Sumatra Barat.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai tim penyidik mengabaikan fakta korban yang diduga dianiaya oknum polisi.
Komisioner KPAI, Dian Sasmita mengatakan beberapa fakta telah muncul ke permukaan termasuk foto luka-luka di tubuh korban AM dan anak-anak lainnya.
Ditambah lagi, kata Dian, tempat penemuan jenazah AM merupakan sungai dangkal dan ketinggian jembatan diperkirakan hanya 5 meter.
"Kekerasan juga telah dilakukan oknum di halaman Polsek Kuranji dan Polda Sumbar oleh sejumlah oknum polisi yang bertugas malam tersebut," tuturnya di Jakarta, Rabu (3/7/2024).
Berangkat dari kinerja Kepolisian yang penuh sorotan, bertepatan dengan momentum Hari Bhayangkara awal bulan ini, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyerukan imbauan.
Menurut YLBHI, Polri hari melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kelembagaan, kewenangan maupun pengelolaan anggaran yang justru menghasilkan kegagalan substantif reformasi institusi itu.
“Memperkuat mekanisme pengawasan kepolisian RI baik internal dan eksternal untuk mendorong profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas kepolisian,” bunyi seruan itu.
YLBHI juga menyerukan agar negara membatasi kewenangan dan pendanaan polisi yang begitu besar tapi minim pengawasan maupun transparansi dan akuntabilitas.
Hal itu dilakukan agar kepolisian tidak justru menjadi lembaga yang koruptif dan aktif melakukan penyalahgunaan kekuasaan.
Pemerintah dan DPR juga diminta menghentikan pembahasan revisi Undang-undang Polri yang dinilai akan menjadikan polisi menjadi lembaga super tanpa pengawasan.
Di samping itu perlu juga melakukan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas serta sistem penegakan hukum pidana.
“Menyerukan kepada seluruh warga negara indonesia untuk terus bersuara lantang menuntut upaya serius negara mengembalikan fungsi kepolisian sebagai lembaga penegak hukum yang memperkuat demokrasi, negara hukum dan hak asasi manusia, bukan justru sebaliknya,” pungkas YLBHI.
RELATED ARTICLES
Noda Hitam Menyelimuti Korps Baju Coklat
Kekerasan demi kekerasan selalu melekat dengan institusi satu ini
Context.id, JAKARTA - Bebasnya Pegi Setiawan, tersangka pembunuhan di Cirebon menambah deretan kritik terhadap kinerja Kepolisian.
Dalam sidang praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Senin (8/7/2024), hakim menyatakan bahwa penetapan status tersangka kepada Pegi dalam kasus dugaan pembunuhan terhadap Vina dan Eki menyalahi prosedur.
Majelis hakim memerintahkan penyidik Polda Jawa Barat untuk melepaskan status tersangka kepada Pegi dan melepaskan pemuda itu. Polisi juga harus memulihkan harkat dan martabat Pegi Setiawan.
Sebelumnya kubu Pegi memang menilai polisi bertindak tidak professional. Pasalnya, setelah penangkapan Pegi, polisi diduga menghapus akun facebook milik pria itu.
Padahal unggahan di dalam akun itu menguatkan alibi bahwa Pegi Setiawan tidak terlibat dalam kasus pembunuhan tersebut.
Pada akun itu, Pegi memperlihatkan status dia berangkat ke Bandung untuk merantau pada 12 Agustus 2016 sedangkan, pada 27 Agustus 2016 pembunuhan Vina dan Eki terjadi.
Pada 30 Agustus 2016, tiap hari setelah kejadian, polisi itu mendatangi rumah orang tua Pegi. Ketika itu, penyidik juga mengamankan sepeda motor milik Pegi Setiawan.
Selain persoalan Pegi Setiawan, polisi juga tengah disorot dalam kasus kematian anak berinisial AM yang diduga melibatkan anggota Polda Sumatra Barat.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai tim penyidik mengabaikan fakta korban yang diduga dianiaya oknum polisi.
Komisioner KPAI, Dian Sasmita mengatakan beberapa fakta telah muncul ke permukaan termasuk foto luka-luka di tubuh korban AM dan anak-anak lainnya.
Ditambah lagi, kata Dian, tempat penemuan jenazah AM merupakan sungai dangkal dan ketinggian jembatan diperkirakan hanya 5 meter.
"Kekerasan juga telah dilakukan oknum di halaman Polsek Kuranji dan Polda Sumbar oleh sejumlah oknum polisi yang bertugas malam tersebut," tuturnya di Jakarta, Rabu (3/7/2024).
Berangkat dari kinerja Kepolisian yang penuh sorotan, bertepatan dengan momentum Hari Bhayangkara awal bulan ini, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyerukan imbauan.
Menurut YLBHI, Polri hari melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kelembagaan, kewenangan maupun pengelolaan anggaran yang justru menghasilkan kegagalan substantif reformasi institusi itu.
“Memperkuat mekanisme pengawasan kepolisian RI baik internal dan eksternal untuk mendorong profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas kepolisian,” bunyi seruan itu.
YLBHI juga menyerukan agar negara membatasi kewenangan dan pendanaan polisi yang begitu besar tapi minim pengawasan maupun transparansi dan akuntabilitas.
Hal itu dilakukan agar kepolisian tidak justru menjadi lembaga yang koruptif dan aktif melakukan penyalahgunaan kekuasaan.
Pemerintah dan DPR juga diminta menghentikan pembahasan revisi Undang-undang Polri yang dinilai akan menjadikan polisi menjadi lembaga super tanpa pengawasan.
Di samping itu perlu juga melakukan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas serta sistem penegakan hukum pidana.
“Menyerukan kepada seluruh warga negara indonesia untuk terus bersuara lantang menuntut upaya serius negara mengembalikan fungsi kepolisian sebagai lembaga penegak hukum yang memperkuat demokrasi, negara hukum dan hak asasi manusia, bukan justru sebaliknya,” pungkas YLBHI.
POPULAR
RELATED ARTICLES