Share

Home Stories

Stories 17 Mei 2024

Malaysia dan ‘Diplomasi Orangutan’ untuk Muluskan Sawit ke Eropa

Malaysia dikabarkan menggunakan diplomasi orangutan untuk meluluhkan Uni Eropa agar mau menerima kelapa sawitnya

Orangutan/wwf

Context.id, JAKARTA - Baru-baru ini Malaysia dikabarkan menggunakan diplomasi ‘orangutan’ untuk meluluhkan Uni Eropa agar mau menerima kelapa sawitnya. Dplomasi semacam ini pernah digunakan oleh China yang terkenal dengan diplomas pandanya. 

Selama ini Uni Eropa terus menghalangi masuknya minyak sawit dan produk turunannya yang berasal dari Malaysia dan Indonesia. Alasannya, perkebunan sawit kedua negara ini tidak ramah lingkungan dan menyebabkan deforestasi.  

Melansir Antara, Menteri Perkebunan dan Komoditi Malaysia Johari Abdul Ghani mengatakan dalam akun sosial media X miliknya, strategi diplomasi orangutan digunakan untuk membuktikan kepada komunitas dunia bahwa Malaysia selalu menjaga keseimbangan antara kebutuhan pangan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

“Melalui diplomasi orangutan secara langsung membuktikan kepada masyarakat dunia bahwa Malaysia senantiasa berkomitmen terhadap kelangsungan hidup keanekaragaman hayati,” tulis Ghani seperti dikutip, Jumat (17/5)

Menurut Ghani, Malaysia sebagai eksportir minyak sawit terbesar kedua di dunia tidak bisa mengambil pendekatan defensif terhadap isu negatif yang dihembuskan Uni Eropa. 



Untuk itu, pemerintahnya berusaha menggunakan pendekatan yang lebih halus dan mengundang para ahli ekologi dan lingkungan dunia untuk datang ke Malaysia melihat keseimbangan yang diciptakan. 

“Kami juga menyambut baik perusahaan kelapa sawit besar untuk berkolaborasi dengan organisasi non-pemerintah untuk merawat, melestarikan, dan meningkatkan kesadaran bagi mitra global sekaligus memberikan keahlian teknis mengenai spesies satwa liar yang ikonik di Malaysia,” kata Ghani.

Kendati demikian, pernyataan Ghani telah memicu ketegangan dengan komunitas advokasi satwa liar yang meminta pemerintah mengajukan alternatif lainnya dalam melindungi satwa liar dan lanskap perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.

“Pemerintah harus mempertimbangkan langkah diplomatik alternatif, dan perlu penelitian lebih lanjut tentang dampak potensial rencana dan kelayakan konservasi.” tegas Kelompok advokasi Justice for Wildlife Malaysia, seperti dikutip dari The Business, Rabu, (15/5).

Penulis: Candra Soemirat



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 17 Mei 2024

Malaysia dan ‘Diplomasi Orangutan’ untuk Muluskan Sawit ke Eropa

Malaysia dikabarkan menggunakan diplomasi orangutan untuk meluluhkan Uni Eropa agar mau menerima kelapa sawitnya

Orangutan/wwf

Context.id, JAKARTA - Baru-baru ini Malaysia dikabarkan menggunakan diplomasi ‘orangutan’ untuk meluluhkan Uni Eropa agar mau menerima kelapa sawitnya. Dplomasi semacam ini pernah digunakan oleh China yang terkenal dengan diplomas pandanya. 

Selama ini Uni Eropa terus menghalangi masuknya minyak sawit dan produk turunannya yang berasal dari Malaysia dan Indonesia. Alasannya, perkebunan sawit kedua negara ini tidak ramah lingkungan dan menyebabkan deforestasi.  

Melansir Antara, Menteri Perkebunan dan Komoditi Malaysia Johari Abdul Ghani mengatakan dalam akun sosial media X miliknya, strategi diplomasi orangutan digunakan untuk membuktikan kepada komunitas dunia bahwa Malaysia selalu menjaga keseimbangan antara kebutuhan pangan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

“Melalui diplomasi orangutan secara langsung membuktikan kepada masyarakat dunia bahwa Malaysia senantiasa berkomitmen terhadap kelangsungan hidup keanekaragaman hayati,” tulis Ghani seperti dikutip, Jumat (17/5)

Menurut Ghani, Malaysia sebagai eksportir minyak sawit terbesar kedua di dunia tidak bisa mengambil pendekatan defensif terhadap isu negatif yang dihembuskan Uni Eropa. 



Untuk itu, pemerintahnya berusaha menggunakan pendekatan yang lebih halus dan mengundang para ahli ekologi dan lingkungan dunia untuk datang ke Malaysia melihat keseimbangan yang diciptakan. 

“Kami juga menyambut baik perusahaan kelapa sawit besar untuk berkolaborasi dengan organisasi non-pemerintah untuk merawat, melestarikan, dan meningkatkan kesadaran bagi mitra global sekaligus memberikan keahlian teknis mengenai spesies satwa liar yang ikonik di Malaysia,” kata Ghani.

Kendati demikian, pernyataan Ghani telah memicu ketegangan dengan komunitas advokasi satwa liar yang meminta pemerintah mengajukan alternatif lainnya dalam melindungi satwa liar dan lanskap perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.

“Pemerintah harus mempertimbangkan langkah diplomatik alternatif, dan perlu penelitian lebih lanjut tentang dampak potensial rencana dan kelayakan konservasi.” tegas Kelompok advokasi Justice for Wildlife Malaysia, seperti dikutip dari The Business, Rabu, (15/5).

Penulis: Candra Soemirat



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Aplikasi yang Tak Bisa Dilepaskan Para Kreator di 2025

Kira-kira aplikasi apa yang paling penting di ponsel Anda?

Renita Sukma . 05 June 2025

Astronaut, Popok dan Martabat Manusia di Antariksa

Mengapa mengompol di luar angkasa bukanlah aib, tapi keharusan profesional

Renita Sukma . 04 June 2025

Vietnam Blokir Telegram, Antara Keamanan Negara dan Sensor Digital

Pemerintah Vietnam kembali menjadi sorotan setelah memerintahkan pemblokiran Telegram yang sangat populer di negara komunis itu

Renita Sukma . 03 June 2025

Gara-gara Konklaf UMKM Roma Raih Keuntungan Besar

Peziarah dan turis habiskan dana sampai 600 Juta Euro saat berkunjung ke Roma

Noviarizal Fernandez . 03 June 2025