Kejagung Dalami Korupsi Dana Sawit di BPDPKS
Kerugian negara dalam dugaan korupsi di BPDPKS ini karena ada korporasi yang mendapatkan dana pengembangan biodiesel tapi hasilnya tidak sesuai
Context.id, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang membuka penyidikan baru dalam perkara dugaan korupsi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) periode 2015-2022.
Kejagung menyatakan telah meningkatkan status pengusutan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana sawit oleh BPDPKS dari penyelidikan ke penyidikan.
Dalam proses penyidikan, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 15 saksi dan menggelar operasi penggeledahan di beberapa lokasi.
Lalu pada Selasa, 19 September 2023, Kejagung melakukan pemeriksaan terhadap tiga saksi.
"Adapun posisi kasus dalam perkara ini yaitu diduga adanya perubahan melawan hukum dalam penentuan Harga Indeks Pasar (HIP) Biodiesel sehingga berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara," tutur Ketut kepada wartawan, Rabu (20/9/2023).
Beberapa yang diperiksa di antaranya EW selaku Tim Evaluasi Pengadaan BBN Tahun 2015 yang juga mantan Operation Supply Chain Manager PT Pertamina, J selaku Pengurus Indonesian National Shipowners Association atau INSA, dan EH selaku Tim Evaluasi Pengadaan BBN Tahun 2016 yang juga mantan Operation Supply Chain Manager PT Pertamina.
Selain nama di atas, Kejagung juga memeriksa empat saksi lain yakni Staf Asistensi Deputi Perkebunan dan Hortikultura Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berinisial NL, S selaku Pengurus Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia, HH selaku Direktur PT Bayas Biofuel PT Darmex Biofuel, dan F selaku Direktur PT LDC Indonesia.
Meski sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan, penyidik Kejaksaan Agung belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Penyidik masih mendalami penggunaan dana BPDPKS untuk pengembangan biodiesel.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah, pada (20/9/2023), menyampaikan, dalam penyidikan dugaan korupsi di BPDPKS, penyidik mendalami tujuan dibentuknya lembaga BPDPKS dengan realita yang terjadi dalam kurun waktu 2015-2022. Salah satu yang didalami adalah tentang pengembangan biodiesel.
Menurut Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, dana yang dihimpun oleh BPDPKS digunakan di antaranya untuk membiayai peremajaan sawit rakyat (PSR); hilirisasi industri, serta penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati.
Penyidik Kejagung sedang mempelajari mekanisme dan proses penunjukan perusahaan yang menjadi penerima dana dari BPDPKS dan juga mendalami tentang besaran harga indeks pasar (HIP) bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel.
Dalam kasus dugaan korupsi di BPDPKS ini, diduga terdapat korporasi yang mendapatkan dana untuk pengembangan biodiesel, tetapi hasilnya tidak sesuai atau di bawah dari yang seharusnya.
Kekurangan itulah yang kemudian diduga akan diklasifikasikan sebagai kerugian keuangan negara. Terkait kasus ini, Boyamin memastikan akan mengawalnya karena dalam kasus korupsi ekspor minyak sawit yang sudah diproses sebelumnya, MAKI merupakan pihak pelapor ke Kejagung.
Sebagai badan layanan umum (BLU), BPDPKS menghimpun dana publik tetapi tanpa didukung pengawasan yang ketat sehingga punya potensi diselewengkan.
RELATED ARTICLES
Kejagung Dalami Korupsi Dana Sawit di BPDPKS
Kerugian negara dalam dugaan korupsi di BPDPKS ini karena ada korporasi yang mendapatkan dana pengembangan biodiesel tapi hasilnya tidak sesuai
Context.id, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang membuka penyidikan baru dalam perkara dugaan korupsi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) periode 2015-2022.
Kejagung menyatakan telah meningkatkan status pengusutan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana sawit oleh BPDPKS dari penyelidikan ke penyidikan.
Dalam proses penyidikan, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 15 saksi dan menggelar operasi penggeledahan di beberapa lokasi.
Lalu pada Selasa, 19 September 2023, Kejagung melakukan pemeriksaan terhadap tiga saksi.
"Adapun posisi kasus dalam perkara ini yaitu diduga adanya perubahan melawan hukum dalam penentuan Harga Indeks Pasar (HIP) Biodiesel sehingga berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara," tutur Ketut kepada wartawan, Rabu (20/9/2023).
Beberapa yang diperiksa di antaranya EW selaku Tim Evaluasi Pengadaan BBN Tahun 2015 yang juga mantan Operation Supply Chain Manager PT Pertamina, J selaku Pengurus Indonesian National Shipowners Association atau INSA, dan EH selaku Tim Evaluasi Pengadaan BBN Tahun 2016 yang juga mantan Operation Supply Chain Manager PT Pertamina.
Selain nama di atas, Kejagung juga memeriksa empat saksi lain yakni Staf Asistensi Deputi Perkebunan dan Hortikultura Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berinisial NL, S selaku Pengurus Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia, HH selaku Direktur PT Bayas Biofuel PT Darmex Biofuel, dan F selaku Direktur PT LDC Indonesia.
Meski sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan, penyidik Kejaksaan Agung belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Penyidik masih mendalami penggunaan dana BPDPKS untuk pengembangan biodiesel.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah, pada (20/9/2023), menyampaikan, dalam penyidikan dugaan korupsi di BPDPKS, penyidik mendalami tujuan dibentuknya lembaga BPDPKS dengan realita yang terjadi dalam kurun waktu 2015-2022. Salah satu yang didalami adalah tentang pengembangan biodiesel.
Menurut Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, dana yang dihimpun oleh BPDPKS digunakan di antaranya untuk membiayai peremajaan sawit rakyat (PSR); hilirisasi industri, serta penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati.
Penyidik Kejagung sedang mempelajari mekanisme dan proses penunjukan perusahaan yang menjadi penerima dana dari BPDPKS dan juga mendalami tentang besaran harga indeks pasar (HIP) bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel.
Dalam kasus dugaan korupsi di BPDPKS ini, diduga terdapat korporasi yang mendapatkan dana untuk pengembangan biodiesel, tetapi hasilnya tidak sesuai atau di bawah dari yang seharusnya.
Kekurangan itulah yang kemudian diduga akan diklasifikasikan sebagai kerugian keuangan negara. Terkait kasus ini, Boyamin memastikan akan mengawalnya karena dalam kasus korupsi ekspor minyak sawit yang sudah diproses sebelumnya, MAKI merupakan pihak pelapor ke Kejagung.
Sebagai badan layanan umum (BLU), BPDPKS menghimpun dana publik tetapi tanpa didukung pengawasan yang ketat sehingga punya potensi diselewengkan.
POPULAR
RELATED ARTICLES