Jejak Semangat Perdamaian Konferensi Asia Afrika Hari Ini
Konferensi bangsa Asia Afrika yang diinisiasi Indonesia dan melahirkan Gerakan Non Blok masih relevan saat ini, terutama terkait konflik di Timur Tengah
Context.id, JAKARTA - Sebagai negara yang pernah mengalami penjajahan kolonial Portugis, Belanda, hingga Jepang, Indonesia menjelma menjadi sebuah negara yang aktif menyerukan semangat perdamaian bagi seluruh negara di dunia.
Salah satu jejak Indonesia dalam memperjuangkan bangsa-bangsa terjajah tertoreh dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung pada April 1955 silam.
Konferensi yang dicetuskan langsung oleh Indonesia ini menggaungkan semangat baru bagi negara-negara Asia-Afrika bekas jajahan untuk bersolidaritas menjaga kemerdekaannya dan menciptakan perdamaian di dunia.
Kala itu, 29 kepala negara hadir di Gedung Merdeka, Kota Bandung dan menghasilkan total 5 keputusan, 10 pernyataan, dan 4 seruan yang kemudian dikenal sebagai Dasasila Bandung.
Adapun Dasasila Bandung yang menjadi produk dari Konferensi Asia Afrika 1955 adalah sebagai berikut:
BACA JUGA
Dasasila Bandung kemudian menjadi dasar semangat negara Asia-Afrika untuk bebas dari pengaruh penjajahan dan memperjuangkan bangsa yang masih terjajah agar dapat menentukan nasibnya sendiri.
Konferensi ini pun membuat Kota Bandung disebut sebagai ibu kota Asia-Afrika sekaligus melahirkan Gerakan Non-Blok (GNB) yang dibuat untuk menandingi blok timur maupun blok barat.
Pada masa itu, blok barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) tengah berkutat dalam perang dingin melawan blok timur yang dipimpin oleh Uni Soviet usai perang dunia kedua.
Gerakan Non-Blok kemudian menjadi wadah bagi negara-negara yang memilih berada di posisi netral dan tidak memihak blok manapun dalam perang dingin.
Relevansi KAA Hari Ini
Setelah 69 tahun berlalu, semangat perdamaian yang tertuang dalam Dasasila Bandung nyatanya masih ada dalam jati diri Indonesia hingga saat ini.
Dalam sebuah Sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi membahas perihal Semangat Bandung atau Bandung Spirit dalam pidatonya.
Semangat Bandung yang dimaksud oleh Retno adalah semangat yang seharusnya dimiliki oleh seluruh negara di dunia untuk menciptakan perdamaian dan membebaskan seluruh negara dari cengkeraman penjajahan.
Retno pun turut menyinggung krisis kemanusiaan dan permasalahan global yang belum usai hingga kini, seperti di Palestina, Afghanistan, hingga Myanmar.
Dalam pidatonya, Retno menyebut bahwa dunia seharusnya bersama-sama menciptakan solidaritas global untuk mendukung perdamaian yang setara bagi seluruh bangsa di dunia.
Retno mengingatkan bahwa negara-negara Asia dan Afrika hingga saat ini adalah kawasan yang sangat rentan mengalami krisis kemanusiaan dan peperangan, terbukti dari tak kunjung usainya konflik yang terjadi di kawasan Timur Tengah.
Kondisi Palestina yang terus digempur oleh serangan penjajahan Israel juga disorot oleh Retno sebagai kondisi memprihatinkan yang sama sekali tidak sesuai dengan semangat Dasasila Bandung.
Bahkan beberapa waktu sebelum peringatan KAA tahun ini, sinyal peperangan kembali muncul setelah rangkaian jual beli serangan yang dilancarkan oleh Iran dan Israel atas pembelaan terhadap Palestina.
Lebih jauh lagi, ketegangan yang timbul antara kedua negara tersebut turut melibatkan peran dua negara adidaya yaitu AS dan Rusia yang menyebut adanya potensi terjadinya perang dunia ketiga.
Kondisi geopolitik dunia yang kian mengkhawatirkan seperti yang disebut oleh Retno menggambarkan betapa semangat yang termuat dalam Dasasila Bandung seharusnya masih relevan dan tetap dikobarkan hingga hari ini.
Jejak semangat Konferensi Asia-Afrika hingga hari ini masih menjadi perwujudan cita-cita yang mengedepankan perdamaian dan menolak penjajahan di negara manapun di dunia, terutama Palestina yang sampai saat ini belum juga terbebas dari jajahan Israel.
Penulis: Ridho Danu
RELATED ARTICLES
Jejak Semangat Perdamaian Konferensi Asia Afrika Hari Ini
Konferensi bangsa Asia Afrika yang diinisiasi Indonesia dan melahirkan Gerakan Non Blok masih relevan saat ini, terutama terkait konflik di Timur Tengah
Context.id, JAKARTA - Sebagai negara yang pernah mengalami penjajahan kolonial Portugis, Belanda, hingga Jepang, Indonesia menjelma menjadi sebuah negara yang aktif menyerukan semangat perdamaian bagi seluruh negara di dunia.
Salah satu jejak Indonesia dalam memperjuangkan bangsa-bangsa terjajah tertoreh dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung pada April 1955 silam.
Konferensi yang dicetuskan langsung oleh Indonesia ini menggaungkan semangat baru bagi negara-negara Asia-Afrika bekas jajahan untuk bersolidaritas menjaga kemerdekaannya dan menciptakan perdamaian di dunia.
Kala itu, 29 kepala negara hadir di Gedung Merdeka, Kota Bandung dan menghasilkan total 5 keputusan, 10 pernyataan, dan 4 seruan yang kemudian dikenal sebagai Dasasila Bandung.
Adapun Dasasila Bandung yang menjadi produk dari Konferensi Asia Afrika 1955 adalah sebagai berikut:
BACA JUGA
Dasasila Bandung kemudian menjadi dasar semangat negara Asia-Afrika untuk bebas dari pengaruh penjajahan dan memperjuangkan bangsa yang masih terjajah agar dapat menentukan nasibnya sendiri.
Konferensi ini pun membuat Kota Bandung disebut sebagai ibu kota Asia-Afrika sekaligus melahirkan Gerakan Non-Blok (GNB) yang dibuat untuk menandingi blok timur maupun blok barat.
Pada masa itu, blok barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) tengah berkutat dalam perang dingin melawan blok timur yang dipimpin oleh Uni Soviet usai perang dunia kedua.
Gerakan Non-Blok kemudian menjadi wadah bagi negara-negara yang memilih berada di posisi netral dan tidak memihak blok manapun dalam perang dingin.
Relevansi KAA Hari Ini
Setelah 69 tahun berlalu, semangat perdamaian yang tertuang dalam Dasasila Bandung nyatanya masih ada dalam jati diri Indonesia hingga saat ini.
Dalam sebuah Sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi membahas perihal Semangat Bandung atau Bandung Spirit dalam pidatonya.
Semangat Bandung yang dimaksud oleh Retno adalah semangat yang seharusnya dimiliki oleh seluruh negara di dunia untuk menciptakan perdamaian dan membebaskan seluruh negara dari cengkeraman penjajahan.
Retno pun turut menyinggung krisis kemanusiaan dan permasalahan global yang belum usai hingga kini, seperti di Palestina, Afghanistan, hingga Myanmar.
Dalam pidatonya, Retno menyebut bahwa dunia seharusnya bersama-sama menciptakan solidaritas global untuk mendukung perdamaian yang setara bagi seluruh bangsa di dunia.
Retno mengingatkan bahwa negara-negara Asia dan Afrika hingga saat ini adalah kawasan yang sangat rentan mengalami krisis kemanusiaan dan peperangan, terbukti dari tak kunjung usainya konflik yang terjadi di kawasan Timur Tengah.
Kondisi Palestina yang terus digempur oleh serangan penjajahan Israel juga disorot oleh Retno sebagai kondisi memprihatinkan yang sama sekali tidak sesuai dengan semangat Dasasila Bandung.
Bahkan beberapa waktu sebelum peringatan KAA tahun ini, sinyal peperangan kembali muncul setelah rangkaian jual beli serangan yang dilancarkan oleh Iran dan Israel atas pembelaan terhadap Palestina.
Lebih jauh lagi, ketegangan yang timbul antara kedua negara tersebut turut melibatkan peran dua negara adidaya yaitu AS dan Rusia yang menyebut adanya potensi terjadinya perang dunia ketiga.
Kondisi geopolitik dunia yang kian mengkhawatirkan seperti yang disebut oleh Retno menggambarkan betapa semangat yang termuat dalam Dasasila Bandung seharusnya masih relevan dan tetap dikobarkan hingga hari ini.
Jejak semangat Konferensi Asia-Afrika hingga hari ini masih menjadi perwujudan cita-cita yang mengedepankan perdamaian dan menolak penjajahan di negara manapun di dunia, terutama Palestina yang sampai saat ini belum juga terbebas dari jajahan Israel.
Penulis: Ridho Danu
POPULAR
RELATED ARTICLES