Share

Stories 01 Maret 2024

Yuk Kenali Bensin Nitrogen Pada Mobil FCEV

Mobil FCEV biasanya memiliki kelebihan jarak tempuh yang lebih jauh

Context.id, JAKARTA - Indonesia bisa memproduksi hidrogen untuk kendaraan berteknologi fuel cell electric vehicle (FCEV) atau mobil hidrogen.

Sekadar informasi, teknologi FCEV mulai jadi sorotan masyarakat sejak PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) memulai inisiatif produksi hidrogen dan tempat pengisian kendaraan hidrogen.

Pertamina bersama lewat Pertamina NRE telah memulai pembangunan stasiun pengisian hidrogen (SPBH) di SPBU Daan Mogot pada Januari 2024, dan rencananya rampung pada pertengahan tahun ini.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan bahwa pihaknya telah mempersiapkan 17 titik pemasok hidrogen dari berbagai jenis.

Mulai dari hidrogen hijau, biru, dan abu-abu, akan digunakan untuk memasok ekosistem SPBH yang dimiliki Pertamina.

Sementara itu, PLN telah meresmikan stasiun pengisian kendaraan hidrogen pertama di Indonesia baru-baru ini. PLN pun telah memiliki basis produksi hidrogen hijau alias green hidrogen plant (GHP) di 22 pembangkit listrik besutannya.

Salah satu contoh teranyar, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang baru saja diresmikan sebagai GHP yang memiliki kapasitas produksi hidrogen hijau hingga 4,38 ton per tahun.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan bahwa total 22 GHP milik PLN mampu memproduksi hingga 203 ton hidrogen hijau per tahun.

Rencananya, 128 ton di antaranya akan digunakan untuk mendukung kendaraan hidrogen, sementara 75 ton untuk kebutuhan operasional pembangkit.

"Total kapasitas produksi hidrogen hijau tersebut bisa digunakan untuk 438 mobil dalam setahun, dengan asumsi setiap mobil menempuh jarak 100 km/hari," jelasnya dalam keterangan resmi PLN, dikutip Jumat (1/3/2024).

Sebagai informasi, kendaraan berteknologi FCEV pada prinsipnya merupakan kendaraan listrik. Namun, perbedaan utamanya dengan mobil berteknologi battery electric vehicle (BEV) adalah FCEV semacam membawa pembangkit listrik sendiri berbasis prinsip elektro-kimiawi.

FCEV memang juga membawa beterai selayaknya BEV untuk menggerakkan motor listrik. Bedanya, FCEV membawa fuel cell stack yang sederhananya mempertemukan unsur hidrogen dan oksigen dalam sebuah wadah untuk menghasilkan listrik beserta produk pembuangan berupa H2O alias air.

Oleh sebab itu, mobil FCEV biasanya memiliki kelebihan jarak tempuh yang lebih jauh dari BEV, tidak boros waktu untuk pengecasan baterai, harga hidrogen relatif murah, dan benar-benar nihil emisi karena pembuangannya hanya uap air.

Sementara itu, kekurangan kendaraan FCEV cenderung lebih berat dan tidak spacefull, karena biasanya membawa lebih dari satu tabung hidrogen, bahkan di beberapa mobil sampai-sampai memakan space bagasi. 

Komponen fuel cell stack yang biasanya ditaruh di lantai mobil pun terbilang besar, mirip-mirip dengan dimensi baterai di mobil BEV. Lantas, apa beda hidrogen hijau, biru, dan abu-abu yang bisa menjadi 'bensin' mobil FCEV?

Jenis Warna Hidrogen

Pada prinsipnya, jenis warna hidrogen berasal dari bagaimana dia diproses. Pasalnya, hidrogen bukan unsur murni yang bisa didapatkan di alam secara bebas, melainkan hasil proses pemisahan dari unsur lain, misalnya air (H2O) atau metana (CH4).

Selama proses itu, hidrogen hijau yang paling bersih karena menekankan elektrolisis air, membangkitkannya dengan sumber listrik dari energi terbarukan.

Sementara itu, hidrogen abu-abu dan hidrogen biru secara umum berasal dari gas alam atau batu bara dari proses reformasi uap metana atau gasifikasi.

Karena proses ini menghasilkan H2 dan CO2, beda keduanya adalah hidrogen biru telah memanfaatkan penggunakan teknologi carbon capture and storage, sementara hidrogen abu-abu masih melepaskan CO2 ke udara.

Terakhir, ada juga hidrogen jingga alias pertengahan dari biru dan hijau, sebab menggunakan proses pirolisis metana dari gas alam yang menghasilkan H2 dan C solid, biasanya berbentuk carbon powder.

Karena tidak menghasilkan CO2 seperti pada proses hidrogen abu-abu dan biru, hidrogen jingga juga dimasukkan ke dalam klasifikasi proses yang rendah emisi, ditempatkan tepat di bawah hidrogen hijau.



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 01 Maret 2024

Yuk Kenali Bensin Nitrogen Pada Mobil FCEV

Mobil FCEV biasanya memiliki kelebihan jarak tempuh yang lebih jauh

Context.id, JAKARTA - Indonesia bisa memproduksi hidrogen untuk kendaraan berteknologi fuel cell electric vehicle (FCEV) atau mobil hidrogen.

Sekadar informasi, teknologi FCEV mulai jadi sorotan masyarakat sejak PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) memulai inisiatif produksi hidrogen dan tempat pengisian kendaraan hidrogen.

Pertamina bersama lewat Pertamina NRE telah memulai pembangunan stasiun pengisian hidrogen (SPBH) di SPBU Daan Mogot pada Januari 2024, dan rencananya rampung pada pertengahan tahun ini.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan bahwa pihaknya telah mempersiapkan 17 titik pemasok hidrogen dari berbagai jenis.

Mulai dari hidrogen hijau, biru, dan abu-abu, akan digunakan untuk memasok ekosistem SPBH yang dimiliki Pertamina.

Sementara itu, PLN telah meresmikan stasiun pengisian kendaraan hidrogen pertama di Indonesia baru-baru ini. PLN pun telah memiliki basis produksi hidrogen hijau alias green hidrogen plant (GHP) di 22 pembangkit listrik besutannya.

Salah satu contoh teranyar, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang baru saja diresmikan sebagai GHP yang memiliki kapasitas produksi hidrogen hijau hingga 4,38 ton per tahun.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan bahwa total 22 GHP milik PLN mampu memproduksi hingga 203 ton hidrogen hijau per tahun.

Rencananya, 128 ton di antaranya akan digunakan untuk mendukung kendaraan hidrogen, sementara 75 ton untuk kebutuhan operasional pembangkit.

"Total kapasitas produksi hidrogen hijau tersebut bisa digunakan untuk 438 mobil dalam setahun, dengan asumsi setiap mobil menempuh jarak 100 km/hari," jelasnya dalam keterangan resmi PLN, dikutip Jumat (1/3/2024).

Sebagai informasi, kendaraan berteknologi FCEV pada prinsipnya merupakan kendaraan listrik. Namun, perbedaan utamanya dengan mobil berteknologi battery electric vehicle (BEV) adalah FCEV semacam membawa pembangkit listrik sendiri berbasis prinsip elektro-kimiawi.

FCEV memang juga membawa beterai selayaknya BEV untuk menggerakkan motor listrik. Bedanya, FCEV membawa fuel cell stack yang sederhananya mempertemukan unsur hidrogen dan oksigen dalam sebuah wadah untuk menghasilkan listrik beserta produk pembuangan berupa H2O alias air.

Oleh sebab itu, mobil FCEV biasanya memiliki kelebihan jarak tempuh yang lebih jauh dari BEV, tidak boros waktu untuk pengecasan baterai, harga hidrogen relatif murah, dan benar-benar nihil emisi karena pembuangannya hanya uap air.

Sementara itu, kekurangan kendaraan FCEV cenderung lebih berat dan tidak spacefull, karena biasanya membawa lebih dari satu tabung hidrogen, bahkan di beberapa mobil sampai-sampai memakan space bagasi. 

Komponen fuel cell stack yang biasanya ditaruh di lantai mobil pun terbilang besar, mirip-mirip dengan dimensi baterai di mobil BEV. Lantas, apa beda hidrogen hijau, biru, dan abu-abu yang bisa menjadi 'bensin' mobil FCEV?

Jenis Warna Hidrogen

Pada prinsipnya, jenis warna hidrogen berasal dari bagaimana dia diproses. Pasalnya, hidrogen bukan unsur murni yang bisa didapatkan di alam secara bebas, melainkan hasil proses pemisahan dari unsur lain, misalnya air (H2O) atau metana (CH4).

Selama proses itu, hidrogen hijau yang paling bersih karena menekankan elektrolisis air, membangkitkannya dengan sumber listrik dari energi terbarukan.

Sementara itu, hidrogen abu-abu dan hidrogen biru secara umum berasal dari gas alam atau batu bara dari proses reformasi uap metana atau gasifikasi.

Karena proses ini menghasilkan H2 dan CO2, beda keduanya adalah hidrogen biru telah memanfaatkan penggunakan teknologi carbon capture and storage, sementara hidrogen abu-abu masih melepaskan CO2 ke udara.

Terakhir, ada juga hidrogen jingga alias pertengahan dari biru dan hijau, sebab menggunakan proses pirolisis metana dari gas alam yang menghasilkan H2 dan C solid, biasanya berbentuk carbon powder.

Karena tidak menghasilkan CO2 seperti pada proses hidrogen abu-abu dan biru, hidrogen jingga juga dimasukkan ke dalam klasifikasi proses yang rendah emisi, ditempatkan tepat di bawah hidrogen hijau.



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Inovasi Kesehatan Mental: Mengobati Depresi Melalui Aplikasi Digital

Aplikasi Rejoyn menawarkan solusi inovatif untuk mengobati depresi dengan latihan emosional yang \"mereset \" sirkuit otak

Context.id . 30 October 2024

Lewat Pertukaran Pelajar, Hubungan Indonesia-Kazakhstan Makin Erat

Hubungan Indonesia-Kazakhstan semakin erat melalui acara \"Kazakhstan-Indonesia Friendship Society\" dan program pertukaran pelajar untuk generasi ...

Helen Angelia . 30 October 2024

Jam Kerja Rendah Tapi Produktivitas Tinggi, Berkaca dari Jerman

Data OECD menunjukkan bmeskipun orang Jerman hanya bekerja rata-rata 1.340 jam per tahun, partisipasi perempuan yang tinggi dan regulasi bagus mem ...

Context.id . 29 October 2024

Konsep Adrenal Fatigue Hanyalah Mitos dan Bukan Diagnosis yang Sahih

Konsep adrenal fatigue adalah mitos tanpa dasar ilmiah dan bukan diagnosis medis sah yang hanyalah trik marketing dari pendengung

Context.id . 29 October 2024