Utang RI Meningkat, Apa Penyebabnya?
Utang pemerintah Indonesia pada Maret 2022 mencapai Rp7.052,5 triliun atau naik 0,54 persen (Rp37,9 miliar) dari bulan sebelumnya.
Context.id, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, utang pemerintah Indonesia pada Maret 2022 mencapai Rp7.052,5 triliun atau naik 0,54 persen (Rp37,9 miliar) dari bulan sebelumnya.
Utang Indonesia ini ternyata juga naik 9,42 persen dibandingkan Maret tahun sebelumnya, saat masih mencapai angka Rp6.445,07 triliun.
Adapun, persentase utang negara periode ini didominasi Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 88,24 persen (Rp6.222,94 triliun) dan pinjaman sebesar Rp.829,56 triliun.
Angka ini masih dinilai aman. Pasalnya, jika dibandingkan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau nilai ekonomi Indonesia, utang Indonesia baru mencapai 40,39 persen. Dimana, menurut UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, persentase utang masih dalam batas wajar, jika angkanya di bawah 60 persen.
Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo mengatakan bahwa peningkatan ini memang wajar, mengingat utang negara memang cenderung meningkat. Selain itu, untuk mengatasi peningkatan ini, pengelolaan utang negara juga harus diperbaiki dan Indonesia telah melakukannya.
“Total nominal utang pemerintah pusat dari tahun ke tahun memang cenderung meningkat. Namun, pengelolaan utang juga terus diperbaiki waktu ke waktu,” ujar Prastowo dalam cuitannya di Twitter.
Kenapa Utang Bisa Meningkat?
Untuk di Indonesia pada periode ini, peningkatan utang diakibatkan penerbitan surat utang dari negara (SBN) dan penarikan pinjaman pada Maret 2022. Padahal pemerintah masih harus menutupi pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Maret 2022.
Oleh karena itulah, pada periode ini, Indonesia sedang kekurangan uang dan utang jadi jalan terakhir yang ditempuh.
Kemudian, belanja utang pemerintah pusat juga mengalami peningkatan pada 5 tahun terakhir. Melansir dari Bisnis, pada 2014, proporsi negara membuat utang mencapai 11 persen pada total belanja pemerintah pusat. Angka inipun melonjak naik pada akhir 2020, ke angka 19 persen dari total belanja pemerintah pusat, akibat pandemi.
Namun, perlu diketahui bahwa hampir semua negara di dunia juga sedang mengalami kenaikan utang sejak pandemi. Menurut laporan perusahaan manajemen aset, Janus Henderson, total utang negara di dunia akan naik hingga 9,5 persen menjadi US$71,6 triliun pada 2022.
Pasalnya, negara-negara mencoba meningkatkan pinjaman untuk menekan dampak krisis yang menyerang seluruh dunia.
Bagaimana Jika Utang Terus Meningkat?
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad mengatakan, rasio utang yang terus meningkat, akan menimbulkan sejumlah resiko.
Yang pertama, peningkatan utang akan berakibat pada berkurangnya dana APBN dan secara tidak langsung menyebabkan meningkatnya inflasi. Selain itu, kenaikan utang pemerintah juga akan berdampak pada kestabilan nilai tukar rupiah, terutama jika utang negara banyak dibeli oleh orang asing.
Ketiga, utang negara yang meningkat akan menambah beban cicilan bunga dari utang pemerintah. Hal ini pun menimbulkan dana yang dikeluarkan pemerintah untuk membayar utang menjadi semakin banyak.
Kemudian yang terakhir, menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, dengan meningkatnya utang, pemerintah otomatis akan menaikan pajak. Pasalnya, salah satu sumber pembayaran utang pemerintah adalah dari dana pajak.
“Pajak di masyarakat digunakan untuk membayar utang. Semakin tinggi jumlah utang, maka pajak yang ditarik juga semakin besar,” ujar Bhima kepada Bisnis.
RELATED ARTICLES
Utang RI Meningkat, Apa Penyebabnya?
Utang pemerintah Indonesia pada Maret 2022 mencapai Rp7.052,5 triliun atau naik 0,54 persen (Rp37,9 miliar) dari bulan sebelumnya.
Context.id, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, utang pemerintah Indonesia pada Maret 2022 mencapai Rp7.052,5 triliun atau naik 0,54 persen (Rp37,9 miliar) dari bulan sebelumnya.
Utang Indonesia ini ternyata juga naik 9,42 persen dibandingkan Maret tahun sebelumnya, saat masih mencapai angka Rp6.445,07 triliun.
Adapun, persentase utang negara periode ini didominasi Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 88,24 persen (Rp6.222,94 triliun) dan pinjaman sebesar Rp.829,56 triliun.
Angka ini masih dinilai aman. Pasalnya, jika dibandingkan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau nilai ekonomi Indonesia, utang Indonesia baru mencapai 40,39 persen. Dimana, menurut UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, persentase utang masih dalam batas wajar, jika angkanya di bawah 60 persen.
Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo mengatakan bahwa peningkatan ini memang wajar, mengingat utang negara memang cenderung meningkat. Selain itu, untuk mengatasi peningkatan ini, pengelolaan utang negara juga harus diperbaiki dan Indonesia telah melakukannya.
“Total nominal utang pemerintah pusat dari tahun ke tahun memang cenderung meningkat. Namun, pengelolaan utang juga terus diperbaiki waktu ke waktu,” ujar Prastowo dalam cuitannya di Twitter.
Kenapa Utang Bisa Meningkat?
Untuk di Indonesia pada periode ini, peningkatan utang diakibatkan penerbitan surat utang dari negara (SBN) dan penarikan pinjaman pada Maret 2022. Padahal pemerintah masih harus menutupi pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Maret 2022.
Oleh karena itulah, pada periode ini, Indonesia sedang kekurangan uang dan utang jadi jalan terakhir yang ditempuh.
Kemudian, belanja utang pemerintah pusat juga mengalami peningkatan pada 5 tahun terakhir. Melansir dari Bisnis, pada 2014, proporsi negara membuat utang mencapai 11 persen pada total belanja pemerintah pusat. Angka inipun melonjak naik pada akhir 2020, ke angka 19 persen dari total belanja pemerintah pusat, akibat pandemi.
Namun, perlu diketahui bahwa hampir semua negara di dunia juga sedang mengalami kenaikan utang sejak pandemi. Menurut laporan perusahaan manajemen aset, Janus Henderson, total utang negara di dunia akan naik hingga 9,5 persen menjadi US$71,6 triliun pada 2022.
Pasalnya, negara-negara mencoba meningkatkan pinjaman untuk menekan dampak krisis yang menyerang seluruh dunia.
Bagaimana Jika Utang Terus Meningkat?
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad mengatakan, rasio utang yang terus meningkat, akan menimbulkan sejumlah resiko.
Yang pertama, peningkatan utang akan berakibat pada berkurangnya dana APBN dan secara tidak langsung menyebabkan meningkatnya inflasi. Selain itu, kenaikan utang pemerintah juga akan berdampak pada kestabilan nilai tukar rupiah, terutama jika utang negara banyak dibeli oleh orang asing.
Ketiga, utang negara yang meningkat akan menambah beban cicilan bunga dari utang pemerintah. Hal ini pun menimbulkan dana yang dikeluarkan pemerintah untuk membayar utang menjadi semakin banyak.
Kemudian yang terakhir, menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, dengan meningkatnya utang, pemerintah otomatis akan menaikan pajak. Pasalnya, salah satu sumber pembayaran utang pemerintah adalah dari dana pajak.
“Pajak di masyarakat digunakan untuk membayar utang. Semakin tinggi jumlah utang, maka pajak yang ditarik juga semakin besar,” ujar Bhima kepada Bisnis.
POPULAR
RELATED ARTICLES