Share

Stories 16 Februari 2024

Kenali Gejala Psikologi Father Hunger

Keterlibatan ayah dalam rumah tangga mampu berkontribusi dalam mewujudkan keluarga yang tangguh

Ilustrasi Father Hunger - Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Anak bisa mengalami gejala psikologi yang disebut father hunger. Father hunger, adalah kondisi anak merasakan tekanan psikologis karena ketiadaan figur seorang ayah. 

Ketiadaan itu bisa karena ayahnya sudah meninggal, perceraian atau minimnya peran dari ayah dalam membimbing buah hatinya.

Kondisi ini dapat berdampak bagi mereka. Salah satunya gampang melakukan kekerasan fisik dan psikologis. 

Alhasil hal ini perlu diatasi kesiapan ayah menjalankan fungsinya, belajar pengasuhan, kemandirian istri dan mengembangkan soft skill dan hard skill yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, Nandy Agustin Syakarofath, mengatakan salah satu peran ayah adalah sebagai pencari nafkah dalam keluarga.

Namun seiring mobilitas yang semakin tinggi dan mulai munculnya beragam profesi, kehadiran figur ayah di rumah terasa kurang dan membuat ikatan emosional antara ayah dan anak berkurang. 

Hal ini yang menjadi salah satu penyebab anak mengalami father hunger.

“Akibatnya seperti melakukan kekerasan fisik atau psikologis,” ujarnya.  

Riset terdahulu menyebutkan, kata dia, keterlibatan ayah dalam rumah tangga mampu berkontribusi dalam mewujudkan keluarga yang tangguh.

Maksud dari tangguh adalah bisa membuat setiap individunya mampu mengatasi berbagai permasalahan.

“Jika terjadi sebaliknya, maka keluarga akan menjadi rentan, bahkan dapat menjadi penyumbang berbagai persoalan psikologis yang dihadapi oleh setiap anggotanya termasuk istri dan anak,” ucap Nandy.

Sejatinya, orang tua memiliki fungsi utama yang wajib diberikan pada anak, yaitu asah, asuh dan asih. Asah artinya memberikan bimbingan hidup atau pengajaran sehingga anak terlatih serta memiliki skill dan tujuan yang jelas.

Asih adalah pemenuhan kebutuhan dasar sebagai manusia untuk mendapatkan cinta kasih dari orang terdekatnya, yang dapat dirasakan melalui kontak fisik dan kontak batin.

Sementara asuh adalah pemenuhan kebutuhan hidup dalam membersamai tumbuh kembang anak hingga dewasa dan seterusnya.

Misalnya saja memberikan makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan dan fasilitas yang layak bagi anak sehingga mereka merasa aman dan nyaman.

Apabila ketiga fungsi atau peran tersebut tidak diberikan oleh ayah atau ibu, maka anak akan mengalami berbagai masalah atau isu kesehatan mental seperti masalah emosi, perilaku, konflik teman sebaya, hiperaktivitas hingga persoalan perilaku prososial.

 “Bahkan anak dapat mengalami kecemasan, depresi hingga bunuh diri. Jadi ayah dan ibu sama-sama memiliki kedudukan penting dalam kehidupan keluarga terutama bagi anak-anaknya,” jelasnya.

Nandy memberikan beberapa tips mencegah dampak negatif dari father hunger, yakni calon ayah dan calon ibu harus siap lahir dan batin dan dengan pertimbangan yang matang saat memutuskan akan menikah.

Menikah adalah memulai lembar kehidupan yang baru dengan peran dan fungsi baru berikut juga permasalahannya. Mempersiapkan diri dengan cukup untuk membekali kehidupan rumah tangga sangat penting.

Selanjutnya,  belajar mengenai pengasuhan atau cara-cara untuk menguatkan keluarga agar menjadi tangguh.

Ketiga, bagi istri yang ditinggal suami, baik cerai hidup atau cerai mati, maka maksimalkan asah, asuh dan asih pada anak sehingga kebutuhan dasar anak dapat terpenuhi.

“Umumnya, yang paling sulit dijalankan oleh perempuan pada kondisi tersebut adalah fungsi asuhnya. Terutama jika kurang mandiri secara finansial. Jadi, meski sudah menikah, tidak ada salahnya wanita juga memiliki penghasilan sendiri,” tandasnya.

Tips terakhir, anak hendaknya bisa mengembangkan soft skill dan hard skill yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu mengoptimalkan potensi yang dimiliki, agar memiliki kemampuan beradaptasi menghadapi berbagai situasi sulit.

“Meski demikian, tidak semua stres atau persoalan hidup bersifat negatif. Dalam kadar tertentu, stres dibutuhkan oleh manusia untuk meningkatkan keterampilan berdamai dengan berbagai persoalan hidup,“ ucapnya.
 



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 16 Februari 2024

Kenali Gejala Psikologi Father Hunger

Keterlibatan ayah dalam rumah tangga mampu berkontribusi dalam mewujudkan keluarga yang tangguh

Ilustrasi Father Hunger - Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Anak bisa mengalami gejala psikologi yang disebut father hunger. Father hunger, adalah kondisi anak merasakan tekanan psikologis karena ketiadaan figur seorang ayah. 

Ketiadaan itu bisa karena ayahnya sudah meninggal, perceraian atau minimnya peran dari ayah dalam membimbing buah hatinya.

Kondisi ini dapat berdampak bagi mereka. Salah satunya gampang melakukan kekerasan fisik dan psikologis. 

Alhasil hal ini perlu diatasi kesiapan ayah menjalankan fungsinya, belajar pengasuhan, kemandirian istri dan mengembangkan soft skill dan hard skill yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, Nandy Agustin Syakarofath, mengatakan salah satu peran ayah adalah sebagai pencari nafkah dalam keluarga.

Namun seiring mobilitas yang semakin tinggi dan mulai munculnya beragam profesi, kehadiran figur ayah di rumah terasa kurang dan membuat ikatan emosional antara ayah dan anak berkurang. 

Hal ini yang menjadi salah satu penyebab anak mengalami father hunger.

“Akibatnya seperti melakukan kekerasan fisik atau psikologis,” ujarnya.  

Riset terdahulu menyebutkan, kata dia, keterlibatan ayah dalam rumah tangga mampu berkontribusi dalam mewujudkan keluarga yang tangguh.

Maksud dari tangguh adalah bisa membuat setiap individunya mampu mengatasi berbagai permasalahan.

“Jika terjadi sebaliknya, maka keluarga akan menjadi rentan, bahkan dapat menjadi penyumbang berbagai persoalan psikologis yang dihadapi oleh setiap anggotanya termasuk istri dan anak,” ucap Nandy.

Sejatinya, orang tua memiliki fungsi utama yang wajib diberikan pada anak, yaitu asah, asuh dan asih. Asah artinya memberikan bimbingan hidup atau pengajaran sehingga anak terlatih serta memiliki skill dan tujuan yang jelas.

Asih adalah pemenuhan kebutuhan dasar sebagai manusia untuk mendapatkan cinta kasih dari orang terdekatnya, yang dapat dirasakan melalui kontak fisik dan kontak batin.

Sementara asuh adalah pemenuhan kebutuhan hidup dalam membersamai tumbuh kembang anak hingga dewasa dan seterusnya.

Misalnya saja memberikan makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan dan fasilitas yang layak bagi anak sehingga mereka merasa aman dan nyaman.

Apabila ketiga fungsi atau peran tersebut tidak diberikan oleh ayah atau ibu, maka anak akan mengalami berbagai masalah atau isu kesehatan mental seperti masalah emosi, perilaku, konflik teman sebaya, hiperaktivitas hingga persoalan perilaku prososial.

 “Bahkan anak dapat mengalami kecemasan, depresi hingga bunuh diri. Jadi ayah dan ibu sama-sama memiliki kedudukan penting dalam kehidupan keluarga terutama bagi anak-anaknya,” jelasnya.

Nandy memberikan beberapa tips mencegah dampak negatif dari father hunger, yakni calon ayah dan calon ibu harus siap lahir dan batin dan dengan pertimbangan yang matang saat memutuskan akan menikah.

Menikah adalah memulai lembar kehidupan yang baru dengan peran dan fungsi baru berikut juga permasalahannya. Mempersiapkan diri dengan cukup untuk membekali kehidupan rumah tangga sangat penting.

Selanjutnya,  belajar mengenai pengasuhan atau cara-cara untuk menguatkan keluarga agar menjadi tangguh.

Ketiga, bagi istri yang ditinggal suami, baik cerai hidup atau cerai mati, maka maksimalkan asah, asuh dan asih pada anak sehingga kebutuhan dasar anak dapat terpenuhi.

“Umumnya, yang paling sulit dijalankan oleh perempuan pada kondisi tersebut adalah fungsi asuhnya. Terutama jika kurang mandiri secara finansial. Jadi, meski sudah menikah, tidak ada salahnya wanita juga memiliki penghasilan sendiri,” tandasnya.

Tips terakhir, anak hendaknya bisa mengembangkan soft skill dan hard skill yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu mengoptimalkan potensi yang dimiliki, agar memiliki kemampuan beradaptasi menghadapi berbagai situasi sulit.

“Meski demikian, tidak semua stres atau persoalan hidup bersifat negatif. Dalam kadar tertentu, stres dibutuhkan oleh manusia untuk meningkatkan keterampilan berdamai dengan berbagai persoalan hidup,“ ucapnya.
 



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Haruskah Tetap Belajar Coding di Dunia AI?

Kamp pelatihan coding dulunya tampak seperti tiket emas menuju masa depan yang aman secara ekonomi. Namun, saat janji itu memudar, apa yang harus ...

Context.id . 25 November 2024

Menuju Pemulihan: Dua Ilmuwan Harvard Mencari Jalan Cepat Atasi Depresi

Depresi menjadi musuh yang sulit ditaklukkan karena pengobatannya butuh waktu panjang

Context.id . 24 November 2024

Hati-hati! Terlalu Banyak Duduk Rentan Terkena Serangan Jantung

Menurut penelitian terbaru meskipun kita rajin olahraga yang rutin jika tubuh tidak banyak bergerak dapat meningkatkan risiko gagal jantung hingga 60%

Context.id . 24 November 2024

Klaster AI Kempner Raih Predikat Superkomputer Hijau Tercepat di Dunia

Melalui peningkatan daya komputasi ini, kita dapat mempelajari lebih dalam bagaimana model generatif belajar untuk bernalar dan menyelesaikan tuga ...

Context.id . 23 November 2024