Share

Home Stories

Stories 15 Februari 2024

Serangan Siber Hantui KPU

Serangan siber terus menghantui laman Komisi Pemilihan umum atau KPU bahkan hingga hari pelaksanaan pemilihan umum.

Ilustrasi Serangan Siber - Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Serangan siber terus menghantui laman Komisi Pemilihan umum atau KPU bahkan hingga hari pelaksanaan pemilihan umum.

Laman atau website resmi KPU sempat mengalami gangguan untuk diakses publik pada Rabu (14/2/2024) pagi, atau hari pelaksanaan Pemilu 2024.

Saat itu laman masih sulit diakses hingga pukul 8.41 WIB. Dalam tampilan di website tersebut tertulis bahwa “Website Sedang Dalam Pemeliharaan”.

Alhasil, beragam informasi yang disajikan oleh KPU kepada publik di laman resmi tersebut, tidak dapat diakses oleh masyarakat.

Sementara itu, laman infopemilu.kpu.go.id juga sempat kesulitan diakses oleh publik lantaran proses muat laman tersebut berjalan sangat lambat.



Serangan siber terhadap KPU bukan baru kali ini saja terjadi. Sebelum pelaksanaan pemilu, serangan serupa juga sempat terjadi.

Ketika itu, pengamat keamanan siber menduga banyak pihak yang tidak ingin Data Pemilih Tetap (DPT) Indonesia rapih, sehingga mudah untuk melakukan manipulasi suara pemilihan.

Konsultan Keamanan Siber Teguh Aprianto mengatakan ada pihak-pihak yang sengaja menghalangi ASN dalam membuat data DPT menjadi tidak rapi.

“Ada pihak-pihak yang tidak menginginkan kita [Indonesia] punya DPT yang rapi. [Motifnya] kasus kecurangan itu selalu ada,” ujar Teguh akhir tahun lalu.

Teguh bercerita kasus pemilihan kepala daerah terakhir di Papua. Menurutnya saat itu DPT di daerah tersebut hanya 50 juta. Namun, surat suara bisa mencapai 100 juta.

Lebih lanjut, Teguh mengatakan secara keseluruhan pemerintah Indonesia memang belum siap secara digital.

Menurutnya, secara umum pegawai pemerintah belum betul-betul disiapkan secara mental terkait digital.

Kendati demikian, Teguh mengakui aparatur sipil negara (ASN) divisi teknologi sebenarnya sudah cukup canggih, terutama ASN Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN), dan KPU.

Sayangnya, Teguh mengaku mereka seringkali terhambat untuk berinovasi karena atasan di lembaga tersebut.

“Cuma sering kali orang-orang jago ini kalah sama yang orang-orang tua di atasnya gitu. Jadi kayak sistem hierarkinya, memang itu yang mengganggu. Jadi kayak ketika orang-orang pintar masuk ke tempat yang jelek juga, ya sudah tidak terpakai,” ujar Teguh.

Sebagai informasi, lebih dari 204 juta data Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) diretas dan dijual di dark web seharga 2 Bitcoin atau US$74.000 (Rp1,2 miliar).



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 15 Februari 2024

Serangan Siber Hantui KPU

Serangan siber terus menghantui laman Komisi Pemilihan umum atau KPU bahkan hingga hari pelaksanaan pemilihan umum.

Ilustrasi Serangan Siber - Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Serangan siber terus menghantui laman Komisi Pemilihan umum atau KPU bahkan hingga hari pelaksanaan pemilihan umum.

Laman atau website resmi KPU sempat mengalami gangguan untuk diakses publik pada Rabu (14/2/2024) pagi, atau hari pelaksanaan Pemilu 2024.

Saat itu laman masih sulit diakses hingga pukul 8.41 WIB. Dalam tampilan di website tersebut tertulis bahwa “Website Sedang Dalam Pemeliharaan”.

Alhasil, beragam informasi yang disajikan oleh KPU kepada publik di laman resmi tersebut, tidak dapat diakses oleh masyarakat.

Sementara itu, laman infopemilu.kpu.go.id juga sempat kesulitan diakses oleh publik lantaran proses muat laman tersebut berjalan sangat lambat.



Serangan siber terhadap KPU bukan baru kali ini saja terjadi. Sebelum pelaksanaan pemilu, serangan serupa juga sempat terjadi.

Ketika itu, pengamat keamanan siber menduga banyak pihak yang tidak ingin Data Pemilih Tetap (DPT) Indonesia rapih, sehingga mudah untuk melakukan manipulasi suara pemilihan.

Konsultan Keamanan Siber Teguh Aprianto mengatakan ada pihak-pihak yang sengaja menghalangi ASN dalam membuat data DPT menjadi tidak rapi.

“Ada pihak-pihak yang tidak menginginkan kita [Indonesia] punya DPT yang rapi. [Motifnya] kasus kecurangan itu selalu ada,” ujar Teguh akhir tahun lalu.

Teguh bercerita kasus pemilihan kepala daerah terakhir di Papua. Menurutnya saat itu DPT di daerah tersebut hanya 50 juta. Namun, surat suara bisa mencapai 100 juta.

Lebih lanjut, Teguh mengatakan secara keseluruhan pemerintah Indonesia memang belum siap secara digital.

Menurutnya, secara umum pegawai pemerintah belum betul-betul disiapkan secara mental terkait digital.

Kendati demikian, Teguh mengakui aparatur sipil negara (ASN) divisi teknologi sebenarnya sudah cukup canggih, terutama ASN Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN), dan KPU.

Sayangnya, Teguh mengaku mereka seringkali terhambat untuk berinovasi karena atasan di lembaga tersebut.

“Cuma sering kali orang-orang jago ini kalah sama yang orang-orang tua di atasnya gitu. Jadi kayak sistem hierarkinya, memang itu yang mengganggu. Jadi kayak ketika orang-orang pintar masuk ke tempat yang jelek juga, ya sudah tidak terpakai,” ujar Teguh.

Sebagai informasi, lebih dari 204 juta data Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) diretas dan dijual di dark web seharga 2 Bitcoin atau US$74.000 (Rp1,2 miliar).



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Negosiasi RI-AS Mandek Tapi Vietnam Berhasil, Kok Bisa?

Menilai paket negosiasi yang ditawarkan Vietnam kepada AS secara signifikan mengurangi defisit neraca perdagangan AS

Renita Sukma . 11 July 2025

Ditekan Tarif Trump, Indonesia Bisa Perluas Pasar Tekstil ke Eropa

Di tengah tekanan tarif Trump 32%, Indonesia memiliki peluang untuk memperluas pasar ke Uni Eropa

Renita Sukma . 11 July 2025

Tarif Jadi Senjata Trump Jegal China di Panggung Global

Kebijakan ekonomi Presiden AS Donald Trump bertujuan untuk menghambat China dalam rantai pasok global

Renita Sukma . 11 July 2025

Ancaman Tarif Trump untuk 14 Negara, Indonesia Kena!

Negara-negara ini akan menghadapi tarif baru jika gagal mencapai kesepakatan dagang dengan AS sebelum batas waktu yang ditentukan

Noviarizal Fernandez . 10 July 2025