Stories - 07 February 2024

Tiga Paradigma Anies- Muhaimin Untuk Kikis Kesenjangan

Ketimpangan ekonomi menjadi perhatian pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.


Ilustrasi Anies & Muhaimin - Jihan Aldiza

Context.id, JAKARTA - Ketimpangan ekonomi menjadi perhatian pasangan calon presiden dan wakil presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Ketua Harian Tim Kemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin), Sudirman Said mengatakan bahwa pihaknya sepakat bahwa untuk mencapai pemerataan harus terlebih dahulu adanya pertumbuhan ekonomi.

Indonesia, terangnya, sudah memacu pertumbuhan dengan baik yang ia ibaratkan sebagai kue.

“Kita ini sudah punya cukup kue yang bisa dibagi-bagi sehingga gap itu tidak terlalu lebar. Sekarang ini kesenjangan sangat lebar. Semua orang bicara itulah, mau akademisi atau apalah, semua bicarakan itu,” ujarnya dalam program Ngeklik di kanal Youtube Bisniscom, dikutip, Rabu (7/2/2024).

Dia melanjutkan, jika pemerataan ini tidak dijalankan maka sama saja negara membiarkan seklompok kecil orang menguasai sebagian besar ekonomi yang mana masyarakat pada lapisan bawah sangat rapuh.

“Kenapa lakukan bansos karena mereka rapuh. Jadi bukan soal ini yang diinginkan  rakyat,” tambahnya.

Karena itu, tuturnya, jika Anies dan Muhaimin terpilih,  dalam lima tahun ke depan, pasangan itu akan bekerja keras memacu pertumbuhan yang bisa mengarah pada menyelesaikan kesenjangan.

Problem Indonesia, tuturnya, adalah mengentaskan 40% masyarakat paling bawah melalui alokasi bujet dan sumber daya manusia yang bekerja dengan fokus.

Sudirman melanjutkan, pihaknya memperkenalkan tiga paradigm untuk menunju pada pengikisan kesenjangan sosial dan ekonomi.

Pertama mereka akan fokus tidak hanya pada sektor tapi juga regional misalkan antara regional timur dan barat, menurutnya terdapat kesenjangan yang lebar.

“Antara Jawa dan luar Jawa juga jauh kesenjangannya. Jadi kita juga fokus ke regional,” tambahya.

Paradigma berikutnya adalah pemerintah bukanlah manusia super yang bisa melakukan segala sesuatu tanpa dukungan rakyat. Karena itu, setiap kegiatan adalah kolaborasi antara negara dan masyarakat sipil.

Sementara paradigma ketiga adalah membangun dari apa yang rakyat butuhkan, bukan dari apa yang pemerintah inginkan.

“Kadang-kadang kita terjebak pada program itu yang dibutuhkan pemerintah bukan yang dibutuhkan oleh rakyat. Tanya kepada rakyat. Apakah IKN dibutuhkan rakyat atau contoh lainnya  kereta cepat,” tanya dia.

Mekanisme menyerap aspirasi tentang kebutuhan rakyat ini, tuturnya, akan dijalanan dengan proses yang baik dan partisipatif. Dengan demikian, kesenjangan bisa dikikis perlahan.

“Kalau sudah punya kekuatan besar bersama, mau selaju apapun roda ekonomi berputar, masyarakat di bawah tidak akan ketinggalan,” tambahnya.   


Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

MORE  STORIES

Pengguna Mobil Apa yang Paling Pintar di Jalanan?

Pernah kesal dengan perilaku berkendara sebagian pengemudi mobil dengan brand tertentu? Ini riset yang mengkorelasikan brand mobil yang dikendarai ...

Fahri N. Muharom | 07-09-2024

Bagaimana Sepak Bola Tunanetra Dimainkan?

Atlet sepak bola tunanetra sangat hebat dalam menggunakan kesadaran ruang dan mampu memadukan kecepatan serta teknik bermain

Context.id | 06-09-2024

Nyetir Lebih dari Dua Jam Bisa Bikin Makin Bodoh?

Sebuah studi di Inggris menemukan bahwa mengemudi lebih dari dua jam sehari bisa menurunkan daya otak seseorang.

Naufal Jauhar Nazhif | 06-09-2024

Saat Hewan Ditugaskan Menjadi James Bond

Penggunaan hewan dalam kegiatan militer telah berlangsung selama bertahun-tahun baik itu untuk kegiatan mata-mata atau untuk penyerangan.

Context.id | 05-09-2024