Share

Home Stories

Stories 31 Januari 2024

Pinjol Resahkan Aturan Penagihan Kredit dari OJK

Pelaku usaha pinjaman online merisaukan aturan penagihan kredit yang kemudian diklarifikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Context.id, JAKARTA - Pelaku usaha peer to peer landing atau pinjaman online merisaukan aturan penagihan kredit yang kemudian diklarifikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons kekhawatiran Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) terkait dengan terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 mengenai penagihan kredit. 

Pasalnya pemain multifinance melalui Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) sebelumnya melihat adanya kemungkinan multitafsir terkait dengan penagihan, khususnya kepada konsumen yang tidak beritikad baik. 

Dalam aturan tersebut PUJK dilarang untuk menagih diluar hari Senin—Sabtu dan hanya pada pukul 08.00–20.00 waktu setempat.

Dalam penagihan di luar tempat dan/atau waktu juga hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan konsumen terlebih dahulu.

Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito mengatakan aturan tersebut sudah sesuai, termasuk waktu penagihannya.

Dia juga menegaskan POJK 22 Tahun 2023 tersebut akan melindungi konsumen yang punya itikad baik.

“Kalau konsumennya nakal, eksekusi menurut peraturan perundang-undangan,” kata Sarjito, sebagaimana diktuip dari bisnis.com, Rabu (31/1/2024).

Dia menambahkan regulator pun kemungkinan tak akan mengeluarkan aturan turunan seperti Surat Edaran (SE) untuk menjelaskan lebih detail penagihan tersebut dilakukan untuk melindungi nasabah yang beritikad baik. 

Namun demikian, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak multitafsir. Dia juga memastikan, bukan karena banyaknya larangan PUJK terkesan tidak memiliki perlindungan.  

“Pengambilalihan atau penarikan agunan wajib dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan terkait agunan termasuk pasal 20. POJK 22 Tahun 2023 tidak sedang mencoba mengiprestasikan UU jaminan fidusia, tapi kami ingin bisnis ada manner-nya,” ungkap Sarjito. 

Di sisi lain, Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno mengatakan pihaknya hanya meminta ketegasan OJK dengan membuat aturan turunan seperti SE.

Pihaknya menyoroti pasal 62 yang membahas terkait dengan PUJK wajib memastikan penagihan kredit atau pembiayaan kepada konsumen dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dia menyoroti ada ayat yang berbunyi pengambilalihan atau penarikan agunan oleh PUJK wajib memenuhi ketentuan di antaranya konsumen terbukti wanprestasi, konsumen sudah diberikan surat peringatan, PUJK memiliki sertifikat jaminan fidusia, sertifikat hak tanggungan, dan/atau sertifikat hipotek.

Padahal, lanjut Suwandi, pasal 6 PUJK juga mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

“Tapi tidak dihubungkan kan pasal itu harusnya dihubungkan, maka sebenarnya kami ingin minta penjelasan ke OJK apa sih makna dari pelarangan itu dan makna apa yang harus dilakukan itu. Tapi kan dijelaskan sebenarnya sama pak Sarjito ini dibuat untuk yang beritikad baik,” ungkapnya.



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 31 Januari 2024

Pinjol Resahkan Aturan Penagihan Kredit dari OJK

Pelaku usaha pinjaman online merisaukan aturan penagihan kredit yang kemudian diklarifikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Context.id, JAKARTA - Pelaku usaha peer to peer landing atau pinjaman online merisaukan aturan penagihan kredit yang kemudian diklarifikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons kekhawatiran Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) terkait dengan terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 mengenai penagihan kredit. 

Pasalnya pemain multifinance melalui Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) sebelumnya melihat adanya kemungkinan multitafsir terkait dengan penagihan, khususnya kepada konsumen yang tidak beritikad baik. 

Dalam aturan tersebut PUJK dilarang untuk menagih diluar hari Senin—Sabtu dan hanya pada pukul 08.00–20.00 waktu setempat.

Dalam penagihan di luar tempat dan/atau waktu juga hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan konsumen terlebih dahulu.

Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito mengatakan aturan tersebut sudah sesuai, termasuk waktu penagihannya.

Dia juga menegaskan POJK 22 Tahun 2023 tersebut akan melindungi konsumen yang punya itikad baik.

“Kalau konsumennya nakal, eksekusi menurut peraturan perundang-undangan,” kata Sarjito, sebagaimana diktuip dari bisnis.com, Rabu (31/1/2024).

Dia menambahkan regulator pun kemungkinan tak akan mengeluarkan aturan turunan seperti Surat Edaran (SE) untuk menjelaskan lebih detail penagihan tersebut dilakukan untuk melindungi nasabah yang beritikad baik. 

Namun demikian, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak multitafsir. Dia juga memastikan, bukan karena banyaknya larangan PUJK terkesan tidak memiliki perlindungan.  

“Pengambilalihan atau penarikan agunan wajib dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan terkait agunan termasuk pasal 20. POJK 22 Tahun 2023 tidak sedang mencoba mengiprestasikan UU jaminan fidusia, tapi kami ingin bisnis ada manner-nya,” ungkap Sarjito. 

Di sisi lain, Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno mengatakan pihaknya hanya meminta ketegasan OJK dengan membuat aturan turunan seperti SE.

Pihaknya menyoroti pasal 62 yang membahas terkait dengan PUJK wajib memastikan penagihan kredit atau pembiayaan kepada konsumen dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dia menyoroti ada ayat yang berbunyi pengambilalihan atau penarikan agunan oleh PUJK wajib memenuhi ketentuan di antaranya konsumen terbukti wanprestasi, konsumen sudah diberikan surat peringatan, PUJK memiliki sertifikat jaminan fidusia, sertifikat hak tanggungan, dan/atau sertifikat hipotek.

Padahal, lanjut Suwandi, pasal 6 PUJK juga mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

“Tapi tidak dihubungkan kan pasal itu harusnya dihubungkan, maka sebenarnya kami ingin minta penjelasan ke OJK apa sih makna dari pelarangan itu dan makna apa yang harus dilakukan itu. Tapi kan dijelaskan sebenarnya sama pak Sarjito ini dibuat untuk yang beritikad baik,” ungkapnya.



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Sushila Karki, Perdana Menteri Perempuan Pertama di Nepal

Setelah meredanya gelombang protes di Nepal, Sushila Karki ditunjuk sebagai Perdana Menteri Sementara dan disebut menandakan tumbuhnya kepercayaan ...

Renita Sukma . 16 September 2025

Penembak Aktivis Charlie Kirk Ditangkap Setelah 33 Jam Diburu

Tyler Robinson, pria 22 tahun dari Utah, berhasil ditangkap setelah buron 33 jam atas tuduhan membunuh aktivis konservatif Charlie Kirk

Renita Sukma . 14 September 2025

Setelah Penggerebekan Imigrasi AS, Pekerja Korea Selatan Dipulangkan

Sekitar 300 pekerja Korea Selatan akhirnya kembali ke negara setelah sempat ditahan oleh imigrasi AS.

Renita Sukma . 14 September 2025

Ada Tuntutan Bubarkan DPR, Secara Hukum Indonesia Bisa?

Tuntutan pembubaran DPR menggaung saat aksi demonstrasi 25 Agustus 2025. Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyebut hal itu secara hukum tid ...

Renita Sukma . 14 September 2025