Kabinet Jokowi Gak Kompak Nih, Gegara Kampanye?
Kampanye pemilihan umum membuat anggota kabinet tidak kompak dan saling kritik serta bantah.
Context.id,JAKARTA- Kampanye pemilihan umum membuat anggota kabinet tidak kompak dan saling kritik serta bantah. Kok bisa ya?
Terakhir, dalam debat calon wakil presiden, Mahfud MD yang turut berpartisipasi dalam kontestasi kali ini menyemburkan kritiknya perihal sertifikat redistribusi tanah.
Perdebatan seputar redistribusi tanah memang terjadi saat Mahfud MD yang menjadi calon wakil presiden mendampingi Ganjar Pranowo, menanggapi pernyataan calon wakil presiden lainnya, Gibran Rakabuming Raka, soal kebijakan reforma agraria yang sudah dilakukan oleh pemerintahan saat ini.
Kemudian, Mahfud menjawab bahwa reforma agraria ada tiga asas yakni pertama legalisasi, kedua redistribusi, lalu yang ketiga pengembalian klaim-klaim hak atas tanah.
“Nah, ini yang sekarang belum satu pun ada sertifikat redistribusi, yang ada itu baru legalisasi, yaitu orang yang sudah punya [tanah] lalu diberi sertifikatnya. Yang lain belum dapat redistribusinya ini,” kata Mahfud yang juga menjadi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.
Terkait pernyataan itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto mengatakan bahwa program redistribusi tanah sudah berjalan sejak 1961. Presiden Joko Widodo, tuturnya, dinilai semakin mengakselerasi penerbitan sertifikat redistribusi tanah.
Menurutnya, redistribusi tanah sudah dilaksanakan sejak 1961, setelah Undang-Undang Pokok Agraria keluar. Dari 1961 sampai 2014 Pemerintah sudah mensertifikatkan sebanyak 2,79 juta bidang tanah
Lanjutnya, dari 2015 sampai 2023, itu sudah sertifikatkan 2,96 juta bidang dalam waktu 8 tahun.
"Sehingga setiap tahun kita keluarkan 424.000 bidang sertifikat. Capaian ini lebih baik dibandingkan selama 52 tahun dari 1961 sampai 2014, lantaran sistem sertifikasi yang disiapkan Pemerintah," ujar Hadi Tjahjanto
Sebelumnya, giliran Mahfud MD yang mengkritisi pernyataan kolega sesama menteri, Prabowo Subiyanto terkait kerahasiaan negara di bidang pertahanan. Ketika dalam debat calon presiden, Prabowo yang dicecar mengenai anggaran pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista), mengatakan tidak semua data bisa dibuka ke publik.
Akan tetapi, Mahfud yang juga pernah menjadi Menteri Pertahanan mengungkapkan bahwa terkait anggaran bisa dibuka ke publik. Menurutnya, rahasia negara itu jika sudah masuk ke ranah strategi pertahanan.
Ketidakkompakan antarsesama menteri tidak bisa dihindari karena para pembantu presiden itu tidak mundur dari kursi kabinet ketika mencalonkan diri sebagai calon presiden maupun wakil presiden. Mahkamah Konstitusi telah memutuskan untuk mengizinkan menteri atau pejabat negara setingkat menteri untuk maju sebagai calon presiden atau calon wakil presiden tanpa perlu mundur dari jabatannya.
Direktur Eksekutif Pekrumpulan untuk Pemilihan Umum dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati pernah mengkritik putusan MK ini karena menteri yang tidak mundur, tidak mengganggu kinerja presiden karena menteri merupakan pembantu presiden yang bertugas menyukseskan program-program pemerintahannya.
Untuk itu, tambahnya, presiden harus mengevaluasi dampak terhadap program pemerintah jika menteri di jajarannya yang menjadi calon presiden atau calon wakil presiden sibuk berkampanye.
RELATED ARTICLES
Kabinet Jokowi Gak Kompak Nih, Gegara Kampanye?
Kampanye pemilihan umum membuat anggota kabinet tidak kompak dan saling kritik serta bantah.
Context.id,JAKARTA- Kampanye pemilihan umum membuat anggota kabinet tidak kompak dan saling kritik serta bantah. Kok bisa ya?
Terakhir, dalam debat calon wakil presiden, Mahfud MD yang turut berpartisipasi dalam kontestasi kali ini menyemburkan kritiknya perihal sertifikat redistribusi tanah.
Perdebatan seputar redistribusi tanah memang terjadi saat Mahfud MD yang menjadi calon wakil presiden mendampingi Ganjar Pranowo, menanggapi pernyataan calon wakil presiden lainnya, Gibran Rakabuming Raka, soal kebijakan reforma agraria yang sudah dilakukan oleh pemerintahan saat ini.
Kemudian, Mahfud menjawab bahwa reforma agraria ada tiga asas yakni pertama legalisasi, kedua redistribusi, lalu yang ketiga pengembalian klaim-klaim hak atas tanah.
“Nah, ini yang sekarang belum satu pun ada sertifikat redistribusi, yang ada itu baru legalisasi, yaitu orang yang sudah punya [tanah] lalu diberi sertifikatnya. Yang lain belum dapat redistribusinya ini,” kata Mahfud yang juga menjadi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.
Terkait pernyataan itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto mengatakan bahwa program redistribusi tanah sudah berjalan sejak 1961. Presiden Joko Widodo, tuturnya, dinilai semakin mengakselerasi penerbitan sertifikat redistribusi tanah.
Menurutnya, redistribusi tanah sudah dilaksanakan sejak 1961, setelah Undang-Undang Pokok Agraria keluar. Dari 1961 sampai 2014 Pemerintah sudah mensertifikatkan sebanyak 2,79 juta bidang tanah
Lanjutnya, dari 2015 sampai 2023, itu sudah sertifikatkan 2,96 juta bidang dalam waktu 8 tahun.
"Sehingga setiap tahun kita keluarkan 424.000 bidang sertifikat. Capaian ini lebih baik dibandingkan selama 52 tahun dari 1961 sampai 2014, lantaran sistem sertifikasi yang disiapkan Pemerintah," ujar Hadi Tjahjanto
Sebelumnya, giliran Mahfud MD yang mengkritisi pernyataan kolega sesama menteri, Prabowo Subiyanto terkait kerahasiaan negara di bidang pertahanan. Ketika dalam debat calon presiden, Prabowo yang dicecar mengenai anggaran pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista), mengatakan tidak semua data bisa dibuka ke publik.
Akan tetapi, Mahfud yang juga pernah menjadi Menteri Pertahanan mengungkapkan bahwa terkait anggaran bisa dibuka ke publik. Menurutnya, rahasia negara itu jika sudah masuk ke ranah strategi pertahanan.
Ketidakkompakan antarsesama menteri tidak bisa dihindari karena para pembantu presiden itu tidak mundur dari kursi kabinet ketika mencalonkan diri sebagai calon presiden maupun wakil presiden. Mahkamah Konstitusi telah memutuskan untuk mengizinkan menteri atau pejabat negara setingkat menteri untuk maju sebagai calon presiden atau calon wakil presiden tanpa perlu mundur dari jabatannya.
Direktur Eksekutif Pekrumpulan untuk Pemilihan Umum dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati pernah mengkritik putusan MK ini karena menteri yang tidak mundur, tidak mengganggu kinerja presiden karena menteri merupakan pembantu presiden yang bertugas menyukseskan program-program pemerintahannya.
Untuk itu, tambahnya, presiden harus mengevaluasi dampak terhadap program pemerintah jika menteri di jajarannya yang menjadi calon presiden atau calon wakil presiden sibuk berkampanye.
POPULAR
RELATED ARTICLES