Banyak Barang Impor, UMKM Konveksi Gagal Panen di Masa Kampanye
Penurunan penjualan APK pada periode Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 anjlok hingga 40-90% dibandingkan penjualan pada Pemilu 2019 lalu
Context.id, JAKARTA - Masa kampanye pemilihan umum kali ini tidak menjadi momen panen penghasilan bagi pelaku UMKM konveksi.
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB), Nandi Herdiaman mengatakan, penjualan atribut kampanye tahun ini turun hingga 70% dibandingkan pemilu 2019 lalu.
Menurutnya, pada kampanye pemilu 2019, usaha konveksinya bisa mendapati orderan atribut kampanye sekitar 4 juta - 15 juta item dari partai.
"Sekarang, jutaan itu enggak sampai. Hanya puluhan ribu saja itu pun bukan dari partai hanya dari caleg," ungkap Nandi.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) menduga minimnya UMKM yang mendapat order alat peraga kampanye (APK) dari partai karena banyaknya barang serupa yang diimpor dari China dan dijual di e-commerce.
Deputi Bidang Usaha Mikro, Kemenkop UKM, Yulius mengaku bahwa dirinya mendapati laporan dari pelaku konveksi di sejumlah pasar mengalami penurunan penjualan atribut kampanye.
Bahkan, penurunan penjualan pada periode Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 anjlok hingga 40-90% dibandingkan penjualan atribut kampanye pada Pemilu 2019.
""Jadi ada yang kaos untuk bahan APK itu dijual sampai Rp8.000, itu menghancurkan UMKM kita," ujar Yulius di Kemenkop UKM.
Bahkan, Yulius menduga alat peraga kampanye yang dijual di e-commerce merupakan barang impor dari luar negeri.
"Misalnya barang dari China, mereka gambar Garuda distempel, gambar partai distempel. Sebagian besar larinya ke sana, makanya salah satu penyebab berkurangnya [penjualan konveksi lokal] dari itu," tuturnya.
Lebih lanjut, Yulius berujar pihaknya akan terus mendorong pelaku konveksi lokal memperluas akses pasar melalui sistem digital. Selain itu, Kemenkop UKM berencana membentuk wadah pemasaran online terpadu.
"UMKM kita ini belum memasarkan bahan bakunya ke sistem digital, maka mereka harus beradaptasi," ucap Yulius.
Selain itu, tuturnya, tren kampanye lewat media sosial juga semakin masif. Yulis membeberkan, para peserta politik banyak mengalokasikan dananya untuk membayar jasa buzzer maupun influencer.
Adapun untuk mengatasi kendala UMKM konveksi tersebut, Yulius mengusulkan pembentukan wadah pemasaran online terpadu. Khususnya untuk pelaku konveksi di pasar konvensional.
"Koordinasi akan dilakukan bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan lintas Kementerian/Lembaga terkait, untuk mendorong terciptanya marketplace PD Pasar Jaya sebagai wadah pemasaran bagi Pelaku UMKM di lingkungan PD Pasar Jaya," ucap Yulius.
RELATED ARTICLES
Banyak Barang Impor, UMKM Konveksi Gagal Panen di Masa Kampanye
Penurunan penjualan APK pada periode Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 anjlok hingga 40-90% dibandingkan penjualan pada Pemilu 2019 lalu
Context.id, JAKARTA - Masa kampanye pemilihan umum kali ini tidak menjadi momen panen penghasilan bagi pelaku UMKM konveksi.
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB), Nandi Herdiaman mengatakan, penjualan atribut kampanye tahun ini turun hingga 70% dibandingkan pemilu 2019 lalu.
Menurutnya, pada kampanye pemilu 2019, usaha konveksinya bisa mendapati orderan atribut kampanye sekitar 4 juta - 15 juta item dari partai.
"Sekarang, jutaan itu enggak sampai. Hanya puluhan ribu saja itu pun bukan dari partai hanya dari caleg," ungkap Nandi.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) menduga minimnya UMKM yang mendapat order alat peraga kampanye (APK) dari partai karena banyaknya barang serupa yang diimpor dari China dan dijual di e-commerce.
Deputi Bidang Usaha Mikro, Kemenkop UKM, Yulius mengaku bahwa dirinya mendapati laporan dari pelaku konveksi di sejumlah pasar mengalami penurunan penjualan atribut kampanye.
Bahkan, penurunan penjualan pada periode Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 anjlok hingga 40-90% dibandingkan penjualan atribut kampanye pada Pemilu 2019.
""Jadi ada yang kaos untuk bahan APK itu dijual sampai Rp8.000, itu menghancurkan UMKM kita," ujar Yulius di Kemenkop UKM.
Bahkan, Yulius menduga alat peraga kampanye yang dijual di e-commerce merupakan barang impor dari luar negeri.
"Misalnya barang dari China, mereka gambar Garuda distempel, gambar partai distempel. Sebagian besar larinya ke sana, makanya salah satu penyebab berkurangnya [penjualan konveksi lokal] dari itu," tuturnya.
Lebih lanjut, Yulius berujar pihaknya akan terus mendorong pelaku konveksi lokal memperluas akses pasar melalui sistem digital. Selain itu, Kemenkop UKM berencana membentuk wadah pemasaran online terpadu.
"UMKM kita ini belum memasarkan bahan bakunya ke sistem digital, maka mereka harus beradaptasi," ucap Yulius.
Selain itu, tuturnya, tren kampanye lewat media sosial juga semakin masif. Yulis membeberkan, para peserta politik banyak mengalokasikan dananya untuk membayar jasa buzzer maupun influencer.
Adapun untuk mengatasi kendala UMKM konveksi tersebut, Yulius mengusulkan pembentukan wadah pemasaran online terpadu. Khususnya untuk pelaku konveksi di pasar konvensional.
"Koordinasi akan dilakukan bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan lintas Kementerian/Lembaga terkait, untuk mendorong terciptanya marketplace PD Pasar Jaya sebagai wadah pemasaran bagi Pelaku UMKM di lingkungan PD Pasar Jaya," ucap Yulius.
POPULAR
RELATED ARTICLES