Para Akademisi Serukan Penguatan Demokrasi
Para akademisi Univereitas Paramadina melontarkan seruan moral terkait praktik demokrasi Indonesia.
Context.id, JAKARTA - Para akademisi Univereitas Paramadina melontarkan seruan moral terkait praktik demokrasi Indonesia.
Sunaryo, juru bicara sivitas akademika kampus tersebut mengatakan bahwa seruan tersebut berangkat dari keprihatinan banyak kalangan, baik masyarakat umum, tokoh publik dan juga dari analisis serta ahli mengenai situasi demokrasi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
"Kami mengafirmasi bahwa demokrasi di Indonesia tengah mengalami kemunduran. Sebagai bagian dari komunitas akademik, kami memandang perlu untuk mengingatkan semua pihak untuk kembali pada cita-cita penguatan demokrasi dan keadilan di Indonesia," ujarnya.
Dia mengatakan, dalam konteks kebebasan berpendapat, warga negara yang kritis terhadap kebijakan pemerintah mengalami kriminalisasi pencemaran nama baik dengan UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Akibatnya, warga negara mengalami ketakutan akan dikriminalisasi jika melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Mereka juga menilai terjadi pelemahan institusi masyarakat sipil di Indonesia.
Sejak UU Ormas disahkan pada 2017, organisasi masyarakat sipil yang seharusnya melakukan penyeimbangan pada lembaga negara kini semakin dikontrol oleh negara.
Organisasi masyarakat sipil, tuturnya, tidak lagi memiliki kebebasan penuh dalam menyuarakan pendapatnya dan mengembangkan program-program yang dapat membuat kehidupan semakin demokratis dan berdampak pada kehidupan sosial yang lebih adil bagi masyarakat.
Pada aspek pemberantasan korupsi, pemerintah telah melakukan revisi atas undang-undang KPK yang dianggap semakin melemahkan lembaga anti rasuah ini dalam menangkap para koruptor.
"Alih-alih membuat jera para koruptor, UU KPK yang baru ini cenderung membuat para koruptor semakin leluasa melakukan aksinya," paparnya.
Karena itu, pihaknya menyerukan, pertama, pemerintah menjamin kebebasan berpendapat bagi semua warga tanpa kekhawatiran adanya kriminalisasi sebagaimana yang dialami oleh Haris Azhar, aktivis HAM.
Mereka juga meminta agar pemberantasan korupsi tidak dilemahkan, sebagaimana yang ada pada revisi undang-undang KPK.
"Kedua, kepada lembaga hukum, kami meminta keadilan ditegakkan dan tidak membenarkan putusan yang menabrak prinsip kebebasan dan HAM, mengandung konflik kepentingan dan tidak imparsial. Kita ingin penegakan hukum untuk keadilan," ujarnya.
Ketiga, kepada parlemen dan partai politik, sebagaimana mestinya, harus menyuarakan aspirasi rakyat. Parlemen dan partai politik mereka nilai merupakan jembatan aspirasi rakyat.
Dengan demikian, tidak dibenarkan tindakan parlemen yang hanya menuruti semua kebijakan pemerintah meski tidak sejalan dengan kepentingan rakyat.
"Sebagai bagian dari penguatan institusi demokrasi, tidak dibenarkan perilaku partai politik yang tidak memperjuangkan demokrasi. Partai politik harus menjadi teladan bagaimana demokrasi dipraktikan," terangnya.
Keempat, para akademisi, pegiat masyarakat sipil, dan media massa, juga diminta terus menjaga spirit demokrasi, keadilan, dan anti KKN di negeri ini.
"Kita tidak boleh membiarkan diri kita takluk pada kenyataan-kenyataan yang tidak sejalan dengan spirit demokrasi, keadilan dan anti KKN. Kita harus terus menyuarakan dan membela spirit itu," pungkasnya.
RELATED ARTICLES
Para Akademisi Serukan Penguatan Demokrasi
Para akademisi Univereitas Paramadina melontarkan seruan moral terkait praktik demokrasi Indonesia.
Context.id, JAKARTA - Para akademisi Univereitas Paramadina melontarkan seruan moral terkait praktik demokrasi Indonesia.
Sunaryo, juru bicara sivitas akademika kampus tersebut mengatakan bahwa seruan tersebut berangkat dari keprihatinan banyak kalangan, baik masyarakat umum, tokoh publik dan juga dari analisis serta ahli mengenai situasi demokrasi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
"Kami mengafirmasi bahwa demokrasi di Indonesia tengah mengalami kemunduran. Sebagai bagian dari komunitas akademik, kami memandang perlu untuk mengingatkan semua pihak untuk kembali pada cita-cita penguatan demokrasi dan keadilan di Indonesia," ujarnya.
Dia mengatakan, dalam konteks kebebasan berpendapat, warga negara yang kritis terhadap kebijakan pemerintah mengalami kriminalisasi pencemaran nama baik dengan UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Akibatnya, warga negara mengalami ketakutan akan dikriminalisasi jika melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Mereka juga menilai terjadi pelemahan institusi masyarakat sipil di Indonesia.
Sejak UU Ormas disahkan pada 2017, organisasi masyarakat sipil yang seharusnya melakukan penyeimbangan pada lembaga negara kini semakin dikontrol oleh negara.
Organisasi masyarakat sipil, tuturnya, tidak lagi memiliki kebebasan penuh dalam menyuarakan pendapatnya dan mengembangkan program-program yang dapat membuat kehidupan semakin demokratis dan berdampak pada kehidupan sosial yang lebih adil bagi masyarakat.
Pada aspek pemberantasan korupsi, pemerintah telah melakukan revisi atas undang-undang KPK yang dianggap semakin melemahkan lembaga anti rasuah ini dalam menangkap para koruptor.
"Alih-alih membuat jera para koruptor, UU KPK yang baru ini cenderung membuat para koruptor semakin leluasa melakukan aksinya," paparnya.
Karena itu, pihaknya menyerukan, pertama, pemerintah menjamin kebebasan berpendapat bagi semua warga tanpa kekhawatiran adanya kriminalisasi sebagaimana yang dialami oleh Haris Azhar, aktivis HAM.
Mereka juga meminta agar pemberantasan korupsi tidak dilemahkan, sebagaimana yang ada pada revisi undang-undang KPK.
"Kedua, kepada lembaga hukum, kami meminta keadilan ditegakkan dan tidak membenarkan putusan yang menabrak prinsip kebebasan dan HAM, mengandung konflik kepentingan dan tidak imparsial. Kita ingin penegakan hukum untuk keadilan," ujarnya.
Ketiga, kepada parlemen dan partai politik, sebagaimana mestinya, harus menyuarakan aspirasi rakyat. Parlemen dan partai politik mereka nilai merupakan jembatan aspirasi rakyat.
Dengan demikian, tidak dibenarkan tindakan parlemen yang hanya menuruti semua kebijakan pemerintah meski tidak sejalan dengan kepentingan rakyat.
"Sebagai bagian dari penguatan institusi demokrasi, tidak dibenarkan perilaku partai politik yang tidak memperjuangkan demokrasi. Partai politik harus menjadi teladan bagaimana demokrasi dipraktikan," terangnya.
Keempat, para akademisi, pegiat masyarakat sipil, dan media massa, juga diminta terus menjaga spirit demokrasi, keadilan, dan anti KKN di negeri ini.
"Kita tidak boleh membiarkan diri kita takluk pada kenyataan-kenyataan yang tidak sejalan dengan spirit demokrasi, keadilan dan anti KKN. Kita harus terus menyuarakan dan membela spirit itu," pungkasnya.
POPULAR
RELATED ARTICLES