Piala Dunia U-17 dan Momentum Mendidik Pemain Muda
Salah satu upaya untuk mencetak pemain andal perlu dikembangkan penyelenggaraan liga-liga junior di semua level usia
Context.id, JAKARTA - Piala Dunia U-17 Indonesia menjadi momentum bagi persepakbolaan Tanah Air untuk terus berkembang dan menciptakan regenerasi bagi tim senior.
Karena itu, salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mencetak regenerasi yang andal dan mewujudkan mimpi lolos ke Piala Dunia level senior melalui penyelenggaraan liga-liga junior di semua jenjang usia.
Pengamat Sepak Bola Sapto Haryo Rajasa mengatakan bahwa pencapaian Timnas U-17 dalam Piala Dunia U-17 yang masih berjalan saat ini merupakan hasil yang jauh melebihi ekspektasi.
Piala Dunia U-17 bisa jadi momentum untuk membangun timnas Indonesia yang kuat, berkualitas, dan mampu berkompetisi di laga-laga internasional di masa depan.
“Piala Dunia U-17 ini pengalaman yang berharga sekali buat para pemain muda kita. Mereka dapat merasakan pengalaman langsung bertanding dengan tim-tim lawan dari negara lain yang selama ini hanya bisa disaksikan di layar kaca," kata Sapto dalam diskusi bertajuk “FIFA U-17 World Cup: Momentum Regenerasi Sepak Bola Indonesia”, Senin (20/11/2023).
Pengalaman ini, lanjut Sapto, bisa menjadi triger psikologis bagi pemain usia muda sehingga membuat mereka terpacu untuk lebih baik lagi.
Sapto melihat, timnas U-17 saat ini dengan kondisi yang sangat tidak ideal karena dibentuk dalam waktu sangat singkat. Namun, anak-anak ini berhasil mengimbangi permainan dari lawan-lawan kuat di babak penyisihan grup.
Bahkan Tim Garuda mampu meraih 2 poin hasil menahan Ekuador dan Panama, kendati tidak lolos ke babak selanjutnya usai dihajar Maroko di laga pamungkas.
Melihat kiprah Timnas U-17, ia menekankan pentingnya pembinaan usia dini. Meski Kaka Purwanto cs bermain baik, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibenahi bagi Garuda Muda untuk bisa terus berkembang.
Untuk itu, penting mengembangkan dan memperbanyak liga-liga junior yang kompetitif dan berkualitas demi mengakomodasi kebutuhan para pemain muda Indonesia.
Melalui liga junior, harapannya di masa depan bibit-bibit muda ini dapat menjadi tulang punggung timnas senior yang bisa tampil baik di level internasional, termasuk mewujudkan mimpi bermain di pentas piala dunia.
“Ini jadi PR kita bersama juga untuk memberikan liga yang lebih kompetitif untuk adik-adik ini. Bukan hanya dilihat dari ramainya penonton, tetapi dari kualitas liga,” jelas Haryo.
Dia mencontohkan, para pemain sepak bola remaja di Thailand telah bermain untuk klub Liga Thailand sejak usia 12 tahun dan membuat mereka merasakan atmosfer berkompetisi sejak dini.
Sementara di Indonesia, para pemain sepak bola remaja umumnya masih bermain untuk sekolah masing-masing dan belum terafiliasi dengan klub sepak bola mana pun.
“Terlihat sederhana, tapi ini jelas berbeda. Mulai dari gaya bermain, pola yang mereka dapatkan saat latihan jelas sangat berbeda. Sehingga, saat mereka bergabung ke timnas yang dewasa, visinya sudah seirama. Kita sudah jauh tertinggal dari negara tetangga,” katanya.
Dia mengakui bahwa proses untuk mewujudkan regenerasi sepak bola Indonesia yang berkualitas memang tidak mudah, namun bukan tidak mungkin tercapai.
“Semua level harus jalan bareng. Karena pembinaan sepak bola nasional ini proses yang panjang, tidak instan, jadi harus ada komitmen bersama. Kalau kita butuh waktu 10 tahun, tidak apa-apa 10 tahun, tapi untuk sampai di sana, prosesnya harus sesuai, seirama, dan konsisten,” tutupnya.
RELATED ARTICLES
Piala Dunia U-17 dan Momentum Mendidik Pemain Muda
Salah satu upaya untuk mencetak pemain andal perlu dikembangkan penyelenggaraan liga-liga junior di semua level usia
Context.id, JAKARTA - Piala Dunia U-17 Indonesia menjadi momentum bagi persepakbolaan Tanah Air untuk terus berkembang dan menciptakan regenerasi bagi tim senior.
Karena itu, salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mencetak regenerasi yang andal dan mewujudkan mimpi lolos ke Piala Dunia level senior melalui penyelenggaraan liga-liga junior di semua jenjang usia.
Pengamat Sepak Bola Sapto Haryo Rajasa mengatakan bahwa pencapaian Timnas U-17 dalam Piala Dunia U-17 yang masih berjalan saat ini merupakan hasil yang jauh melebihi ekspektasi.
Piala Dunia U-17 bisa jadi momentum untuk membangun timnas Indonesia yang kuat, berkualitas, dan mampu berkompetisi di laga-laga internasional di masa depan.
“Piala Dunia U-17 ini pengalaman yang berharga sekali buat para pemain muda kita. Mereka dapat merasakan pengalaman langsung bertanding dengan tim-tim lawan dari negara lain yang selama ini hanya bisa disaksikan di layar kaca," kata Sapto dalam diskusi bertajuk “FIFA U-17 World Cup: Momentum Regenerasi Sepak Bola Indonesia”, Senin (20/11/2023).
Pengalaman ini, lanjut Sapto, bisa menjadi triger psikologis bagi pemain usia muda sehingga membuat mereka terpacu untuk lebih baik lagi.
Sapto melihat, timnas U-17 saat ini dengan kondisi yang sangat tidak ideal karena dibentuk dalam waktu sangat singkat. Namun, anak-anak ini berhasil mengimbangi permainan dari lawan-lawan kuat di babak penyisihan grup.
Bahkan Tim Garuda mampu meraih 2 poin hasil menahan Ekuador dan Panama, kendati tidak lolos ke babak selanjutnya usai dihajar Maroko di laga pamungkas.
Melihat kiprah Timnas U-17, ia menekankan pentingnya pembinaan usia dini. Meski Kaka Purwanto cs bermain baik, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibenahi bagi Garuda Muda untuk bisa terus berkembang.
Untuk itu, penting mengembangkan dan memperbanyak liga-liga junior yang kompetitif dan berkualitas demi mengakomodasi kebutuhan para pemain muda Indonesia.
Melalui liga junior, harapannya di masa depan bibit-bibit muda ini dapat menjadi tulang punggung timnas senior yang bisa tampil baik di level internasional, termasuk mewujudkan mimpi bermain di pentas piala dunia.
“Ini jadi PR kita bersama juga untuk memberikan liga yang lebih kompetitif untuk adik-adik ini. Bukan hanya dilihat dari ramainya penonton, tetapi dari kualitas liga,” jelas Haryo.
Dia mencontohkan, para pemain sepak bola remaja di Thailand telah bermain untuk klub Liga Thailand sejak usia 12 tahun dan membuat mereka merasakan atmosfer berkompetisi sejak dini.
Sementara di Indonesia, para pemain sepak bola remaja umumnya masih bermain untuk sekolah masing-masing dan belum terafiliasi dengan klub sepak bola mana pun.
“Terlihat sederhana, tapi ini jelas berbeda. Mulai dari gaya bermain, pola yang mereka dapatkan saat latihan jelas sangat berbeda. Sehingga, saat mereka bergabung ke timnas yang dewasa, visinya sudah seirama. Kita sudah jauh tertinggal dari negara tetangga,” katanya.
Dia mengakui bahwa proses untuk mewujudkan regenerasi sepak bola Indonesia yang berkualitas memang tidak mudah, namun bukan tidak mungkin tercapai.
“Semua level harus jalan bareng. Karena pembinaan sepak bola nasional ini proses yang panjang, tidak instan, jadi harus ada komitmen bersama. Kalau kita butuh waktu 10 tahun, tidak apa-apa 10 tahun, tapi untuk sampai di sana, prosesnya harus sesuai, seirama, dan konsisten,” tutupnya.
POPULAR
RELATED ARTICLES