Tahun ini, Penggila Belanja Online Hampir Capai 200 Juta orang
Pengguna lokapasar daring atau e-commerce di Indonesia diprediksi bakal menyentuh kisaran hampir 200 juta tahun ini.
Context.id, JAKARTA - Data Statista Market Insights mencatat pada 2022 jumlah orang Indonesia yang senang berbelanja di lokapasar daring mencapai 178,94 juta orang. Jumlah tersebut meningkat 12,79% dibandingkan pada tahun 2021 yang sebanyak 158,65 juta pengguna.
Melihat trennya, pengguna e-commerce di Indonesia terpantau terus meningkat. Jumlahnya pun diproyeksikan mencapai 196,47 juta pengguna hingga akhir 2023. Tren kenaikan jumlah pengguna e-commerce ini diprediksi masih terus terjadi hingga empat tahun ke depan.
Pada 2027, Statista memperkirakan jumlah pengguna e-commerce di dalam negeri mencapai 244,67 juta orang.
Adapun, Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai transaksi e-commerce di Indonesia sebesar Rp476,3 triliun pada 2022. Nilai itu didapatkan dari 3,49 miliar transaksi di e-commerce sepanjang tahun lalu. Nilai transaksi e-commerce pada 2022 lebih tinggi 18,8% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp401 triliun. Kendati, angkanya masih di bawah target bank sentral sebesar Rp489 triliun.
Hasil riset ini tak jauh berbeda dengan riset dari International Data Corporation (IDC) Asia Pacific memproyeksi transaksi berkaitan platform dagang-el (e-commerce) di Indonesia bakal tembus US$118 miliar pada 2027, dengan pangsa pasar metode pembayaran yang didominasi oleh para penyedia layanan berbasis aplikasi.
Mengutip dari Bisnis, dalam riset bertajuk 'How Asia Buys and Pays 2023: Tapping into Asia's Regional Commerce Opportunities' yang dirilis pada Oktober 2023 itu, tren di Tanah Air akan sejalan dengan proyeksi transaksi e-commerce Asia Tenggara (Asean).
Pada 2027, merujuk riset itu, proyeksi transaksi e-commerce di Asean dipercaya akan tembus US$273,3 miliar atau tumbuh dua kali lipat ketimbang capaian 2022 di level US$118,4 miliar.
Secara terperinci, pangsa pasar transaksi e-commerce di Indonesia pada 2022 disebut mencapai US$55 miliar, masih didominasi transaksi digital domestik sebesar 31%, disusul transaksi berbasis kartu dengan 29%, dompet digital 28%, transaksi offline lain-lain 9%, dan buy now pay later (BNPL) 3%.
Kemudian, dalam proyeksi IDC terhadap Indonesia pada 2024 dengan pangsa pasar transaksi e-commerce mencapai US$75 miliar, porsinya akan berubah, di mana transaksi digital domestik naik ke 32%, disusul dompet digital 29%, transaksi berbasis kartu turun ke 28%, kemudian BNPL 6%, dan transaksi offline lain-lain 5%.
Proyeksi serupa pada 2027 dengan pangsa pasar transaksi menembus US$118 miliar akan mengalami tren serupa, di mana transaksi digital domestik tembus 34%, dompet digital 31%, transaksi berbasis kartu turun ke 27%, kemudian BNPL 7%, dan transaksi offline lain-lain tinggal 1%.
Artinya, transaksi digital via aplikasi akan mengambil pangsa pasar hingga 72% dari total transaksi. Bisa dibilang, Indonesia adalah pendorong perekonomian utama bagi Asean yang terus bertransformasi ke arah transaksi digital.
Jika melihat data-data di atas, pendulang keuntungan terbesar di kawasan ini adalah pemain BNPL, dompet digital, dan aplikasi penyedia transaksi digital domestik.
Pentingnya e-commerce dalam mendorong transformasi digital ekonomi Indonesia tentunya bukan tanpa tantangan. Di satu sisi, perdagangan online ini membuat Indonesia dibanjiri oleh barang-barang impor, baik legal maupun ilegal.
Barang impor yang masuk dengan skala besar itu menjadikan adanya disparitas harga yang sangat jauh sehingga mematikan usaha kecil menengah (UKM) dalam negeri yang juga berjualan online dan gagal bersaing harga.
Untuk melindungi pemain dalam negeri, terutama UKM, pemerintah telah resmi menetapkan empat kategori produk seharga di bawah US$100 atau sekitar Rp1,5 juta, yang masuk dalam positive list atau yang boleh diimpor langsung secara lintas batas melalui platform e-commerce.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki menyebut keempat kategori produk dalam positive list tersebut, antara lain buku, film, musik, dan software.
Dia mengatakan, kebijakan positive list itu diputuskan dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) Pengetatan Arus Masuk Barang Impor dan Pembahasan Tata Niaga Impor yang dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Dia mengeklaim pengecualian kategori produk tersebut sejalan dengan upaya pemerintah mencegah arus deras produk impor melalui platform digital. Selain itu, penetapan kategori produk ke dalam positive list juga sesuai tujuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.31/2023, yakni untuk melindungi produk lokal.
Dalam Pasal 19 ayat (2) Permendag No.31/2023, pemerintah telah melarang perdagangan untuk produk impor dengan harga di bawah US$100 melalui skema lintas batas di platform digital. Adapun. perumusan positive list atau pengecualian untuk barang murah disebut dalam Pasal 19 ayat (4).
RELATED ARTICLES
Tahun ini, Penggila Belanja Online Hampir Capai 200 Juta orang
Pengguna lokapasar daring atau e-commerce di Indonesia diprediksi bakal menyentuh kisaran hampir 200 juta tahun ini.
Context.id, JAKARTA - Data Statista Market Insights mencatat pada 2022 jumlah orang Indonesia yang senang berbelanja di lokapasar daring mencapai 178,94 juta orang. Jumlah tersebut meningkat 12,79% dibandingkan pada tahun 2021 yang sebanyak 158,65 juta pengguna.
Melihat trennya, pengguna e-commerce di Indonesia terpantau terus meningkat. Jumlahnya pun diproyeksikan mencapai 196,47 juta pengguna hingga akhir 2023. Tren kenaikan jumlah pengguna e-commerce ini diprediksi masih terus terjadi hingga empat tahun ke depan.
Pada 2027, Statista memperkirakan jumlah pengguna e-commerce di dalam negeri mencapai 244,67 juta orang.
Adapun, Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai transaksi e-commerce di Indonesia sebesar Rp476,3 triliun pada 2022. Nilai itu didapatkan dari 3,49 miliar transaksi di e-commerce sepanjang tahun lalu. Nilai transaksi e-commerce pada 2022 lebih tinggi 18,8% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp401 triliun. Kendati, angkanya masih di bawah target bank sentral sebesar Rp489 triliun.
Hasil riset ini tak jauh berbeda dengan riset dari International Data Corporation (IDC) Asia Pacific memproyeksi transaksi berkaitan platform dagang-el (e-commerce) di Indonesia bakal tembus US$118 miliar pada 2027, dengan pangsa pasar metode pembayaran yang didominasi oleh para penyedia layanan berbasis aplikasi.
Mengutip dari Bisnis, dalam riset bertajuk 'How Asia Buys and Pays 2023: Tapping into Asia's Regional Commerce Opportunities' yang dirilis pada Oktober 2023 itu, tren di Tanah Air akan sejalan dengan proyeksi transaksi e-commerce Asia Tenggara (Asean).
Pada 2027, merujuk riset itu, proyeksi transaksi e-commerce di Asean dipercaya akan tembus US$273,3 miliar atau tumbuh dua kali lipat ketimbang capaian 2022 di level US$118,4 miliar.
Secara terperinci, pangsa pasar transaksi e-commerce di Indonesia pada 2022 disebut mencapai US$55 miliar, masih didominasi transaksi digital domestik sebesar 31%, disusul transaksi berbasis kartu dengan 29%, dompet digital 28%, transaksi offline lain-lain 9%, dan buy now pay later (BNPL) 3%.
Kemudian, dalam proyeksi IDC terhadap Indonesia pada 2024 dengan pangsa pasar transaksi e-commerce mencapai US$75 miliar, porsinya akan berubah, di mana transaksi digital domestik naik ke 32%, disusul dompet digital 29%, transaksi berbasis kartu turun ke 28%, kemudian BNPL 6%, dan transaksi offline lain-lain 5%.
Proyeksi serupa pada 2027 dengan pangsa pasar transaksi menembus US$118 miliar akan mengalami tren serupa, di mana transaksi digital domestik tembus 34%, dompet digital 31%, transaksi berbasis kartu turun ke 27%, kemudian BNPL 7%, dan transaksi offline lain-lain tinggal 1%.
Artinya, transaksi digital via aplikasi akan mengambil pangsa pasar hingga 72% dari total transaksi. Bisa dibilang, Indonesia adalah pendorong perekonomian utama bagi Asean yang terus bertransformasi ke arah transaksi digital.
Jika melihat data-data di atas, pendulang keuntungan terbesar di kawasan ini adalah pemain BNPL, dompet digital, dan aplikasi penyedia transaksi digital domestik.
Pentingnya e-commerce dalam mendorong transformasi digital ekonomi Indonesia tentunya bukan tanpa tantangan. Di satu sisi, perdagangan online ini membuat Indonesia dibanjiri oleh barang-barang impor, baik legal maupun ilegal.
Barang impor yang masuk dengan skala besar itu menjadikan adanya disparitas harga yang sangat jauh sehingga mematikan usaha kecil menengah (UKM) dalam negeri yang juga berjualan online dan gagal bersaing harga.
Untuk melindungi pemain dalam negeri, terutama UKM, pemerintah telah resmi menetapkan empat kategori produk seharga di bawah US$100 atau sekitar Rp1,5 juta, yang masuk dalam positive list atau yang boleh diimpor langsung secara lintas batas melalui platform e-commerce.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki menyebut keempat kategori produk dalam positive list tersebut, antara lain buku, film, musik, dan software.
Dia mengatakan, kebijakan positive list itu diputuskan dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) Pengetatan Arus Masuk Barang Impor dan Pembahasan Tata Niaga Impor yang dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Dia mengeklaim pengecualian kategori produk tersebut sejalan dengan upaya pemerintah mencegah arus deras produk impor melalui platform digital. Selain itu, penetapan kategori produk ke dalam positive list juga sesuai tujuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.31/2023, yakni untuk melindungi produk lokal.
Dalam Pasal 19 ayat (2) Permendag No.31/2023, pemerintah telah melarang perdagangan untuk produk impor dengan harga di bawah US$100 melalui skema lintas batas di platform digital. Adapun. perumusan positive list atau pengecualian untuk barang murah disebut dalam Pasal 19 ayat (4).
POPULAR
RELATED ARTICLES