Sindrom dan Istilah di Pasangan Capres-Cawapres
Ada Amien Rais Syndrome untuk pasangan Anies-Muhaimin, ada penerus Paradigma Jokowi dan Prabowo Ways di pasangan Prabowo-Gibran.
Context.id, JAKARTA - Eep Saefulloh Fatah, seorang konsultan politik yang juga Founder & CEO PolMark Indonesia (Political Marketing Consulting) dan Founder & CEO Dig-Inc.Asia (Digital Marketing and Solutions) dalam suatu acara pernah memberikan pesan yang penting kepada pasangan capres-cawapres Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Pesan penting itu soal ancaman Amien Rais Syndrome merespons fenomena tingkat elektabilitas Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di Pilpres 2024 yang dinilai tak berbanding lurus dengan antusiasme dan kehadiran masyarakat di acara keduanya.
Istilah Amien Rais Syndrome merujuk pada fenomena elektoral Amien Rais pada Pilpres 2004. Saat itu, sebagai tokoh gerakan politik '98, hampir tidak ada orang yang tidak mengenal Amien Rais. Namanya melambung tinggi di masyarakat. Acaranya selalu ramai dihadiri banyak orang.
Namun sialnya, popularitas Amien Rais tak berbanding lurus dengan perolehan suaranya di Pilpres 2004. Dia hanya memperoleh 14,66 persen suara dan menempati posisi keempat dari lima kontestan.
Jauh di bawah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan 33,57 persen, Megawati Soekarnoputri 26,61 persen, dan Wiranto 22,15 persen.
Hal yang dirasa Eep mirip dengan pasangan Anies-Cak Imi. Jika saat bertemu dengan konstituennya secara langsung, acara keduanya sangat ramai. Masyarakat antusias mendatanginya.
Tapi apa lacur, kendati setiap temu muka selalu membludak, popularitas dan elektabilitas keduanya selalu di posisi paling buncit di antara dua pasangan capres cawapres lain.
Hasil survei Indiktor pada 26 Oktober lalu memperlihatkan elektabilitas Anies hanya berada di angka 23 persen. Jauh di bawah Prabowo-Gibran 36,1 persen, dan Ganjar-Mahfud 33,7 persen.
Survei LSI Denny JA pada 25 Oktober juga menggambarkan pasangan ini masih berada di bawah dengan hanya 15 persen. Jauh di bawah Prabowo-Gibran yang unggul dengan elektabilitas mencapai 39,3 persen, disusul Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan 36,9 persen.
Pandangan dari Eep tentunya bukanlah sembarangan. Eep adalah sosok di balik politisi-politisi besar yang sekarang sedang menjabat di pemerintahan kita, termasuk Presiden Jokowi di tahun 2014.
Eep juga dikenal sangat dekat dengan Anies, terutama saat mampu mengalahkan Ahok atau Basuki Tjahja Purnama di Pilgub DKI Jakarta 2017. Eep disebut sebagai konsultan politik spesialis pemenang dua putaran.
Istilah lainnya
Selain istilah Amien Rais Syndrome, sebenarnya ada juga beberapa istilah yang coba kembali dilekatkan kepada pasangan capres-cawapres lainya, seperti misalnya Paradigma Jokowi atau Jokowi adalah Kita yang coba kembali dilekatkan kepada Gibran Rakabumin Raka, anak Jokowi yang menjadi cawapresnya Prabowo Subianto.
Gibran dianggap seperti Jokowi, merakyat, bukan elit kendati dia memiliki privilege sebagai anak presiden dan diyakini akan meneruskan program Jokowi atau paradigma kerja Jokowi.
Sementara Prabowo mencoba memainkan peran sebagai sosok yang bijaksana sehingga sempat muncul istilah Prabowo Ways.
Prabowo dianggap selalu memiliki kebijaksanaan, saat menjadi mantu Presiden Soeharto, dan dicopot dengan tidak hormat sebagai perwira tinggi TNI karena dianggap terlibat kasus penculikan dan dirinya diandaikan menerima pencopotan itu.
Lalu saat kalah dua kali dalam pilpres melawan Jokowi, Prabowo menerima untuk menerima tawaran Jokowi membantunya di kabinet dengan menjadi Menteri Pertahanan.
Prabowo Ways juga dianggap sebagai kegigihan Prabowo yang tidak lelah, tidak capek dan tidak letih terus ikut kontestasi pilpres. Mungkin saja karena dia eks tentara, sehingga tidak gampang lelah.
RELATED ARTICLES
Sindrom dan Istilah di Pasangan Capres-Cawapres
Ada Amien Rais Syndrome untuk pasangan Anies-Muhaimin, ada penerus Paradigma Jokowi dan Prabowo Ways di pasangan Prabowo-Gibran.
Context.id, JAKARTA - Eep Saefulloh Fatah, seorang konsultan politik yang juga Founder & CEO PolMark Indonesia (Political Marketing Consulting) dan Founder & CEO Dig-Inc.Asia (Digital Marketing and Solutions) dalam suatu acara pernah memberikan pesan yang penting kepada pasangan capres-cawapres Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Pesan penting itu soal ancaman Amien Rais Syndrome merespons fenomena tingkat elektabilitas Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di Pilpres 2024 yang dinilai tak berbanding lurus dengan antusiasme dan kehadiran masyarakat di acara keduanya.
Istilah Amien Rais Syndrome merujuk pada fenomena elektoral Amien Rais pada Pilpres 2004. Saat itu, sebagai tokoh gerakan politik '98, hampir tidak ada orang yang tidak mengenal Amien Rais. Namanya melambung tinggi di masyarakat. Acaranya selalu ramai dihadiri banyak orang.
Namun sialnya, popularitas Amien Rais tak berbanding lurus dengan perolehan suaranya di Pilpres 2004. Dia hanya memperoleh 14,66 persen suara dan menempati posisi keempat dari lima kontestan.
Jauh di bawah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan 33,57 persen, Megawati Soekarnoputri 26,61 persen, dan Wiranto 22,15 persen.
Hal yang dirasa Eep mirip dengan pasangan Anies-Cak Imi. Jika saat bertemu dengan konstituennya secara langsung, acara keduanya sangat ramai. Masyarakat antusias mendatanginya.
Tapi apa lacur, kendati setiap temu muka selalu membludak, popularitas dan elektabilitas keduanya selalu di posisi paling buncit di antara dua pasangan capres cawapres lain.
Hasil survei Indiktor pada 26 Oktober lalu memperlihatkan elektabilitas Anies hanya berada di angka 23 persen. Jauh di bawah Prabowo-Gibran 36,1 persen, dan Ganjar-Mahfud 33,7 persen.
Survei LSI Denny JA pada 25 Oktober juga menggambarkan pasangan ini masih berada di bawah dengan hanya 15 persen. Jauh di bawah Prabowo-Gibran yang unggul dengan elektabilitas mencapai 39,3 persen, disusul Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan 36,9 persen.
Pandangan dari Eep tentunya bukanlah sembarangan. Eep adalah sosok di balik politisi-politisi besar yang sekarang sedang menjabat di pemerintahan kita, termasuk Presiden Jokowi di tahun 2014.
Eep juga dikenal sangat dekat dengan Anies, terutama saat mampu mengalahkan Ahok atau Basuki Tjahja Purnama di Pilgub DKI Jakarta 2017. Eep disebut sebagai konsultan politik spesialis pemenang dua putaran.
Istilah lainnya
Selain istilah Amien Rais Syndrome, sebenarnya ada juga beberapa istilah yang coba kembali dilekatkan kepada pasangan capres-cawapres lainya, seperti misalnya Paradigma Jokowi atau Jokowi adalah Kita yang coba kembali dilekatkan kepada Gibran Rakabumin Raka, anak Jokowi yang menjadi cawapresnya Prabowo Subianto.
Gibran dianggap seperti Jokowi, merakyat, bukan elit kendati dia memiliki privilege sebagai anak presiden dan diyakini akan meneruskan program Jokowi atau paradigma kerja Jokowi.
Sementara Prabowo mencoba memainkan peran sebagai sosok yang bijaksana sehingga sempat muncul istilah Prabowo Ways.
Prabowo dianggap selalu memiliki kebijaksanaan, saat menjadi mantu Presiden Soeharto, dan dicopot dengan tidak hormat sebagai perwira tinggi TNI karena dianggap terlibat kasus penculikan dan dirinya diandaikan menerima pencopotan itu.
Lalu saat kalah dua kali dalam pilpres melawan Jokowi, Prabowo menerima untuk menerima tawaran Jokowi membantunya di kabinet dengan menjadi Menteri Pertahanan.
Prabowo Ways juga dianggap sebagai kegigihan Prabowo yang tidak lelah, tidak capek dan tidak letih terus ikut kontestasi pilpres. Mungkin saja karena dia eks tentara, sehingga tidak gampang lelah.
POPULAR
RELATED ARTICLES