Silang Pendapat KPPU dan AFPI Soal Bunga Pinjol
KPPU menilai ada kongkalikong bunga pinjol, sementara asosiasi melihat bunga sebagai upaya monopoli karena sudah melapor ke OJK
Context.id, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam tahap penyelidikannya sudah menetapkan sebanyak 44 fintech peer-to-peer (P2P) lending alias pinjaman online (pinjol) sebagai terlapor menyangkut dugaan monopoli bunga pinjaman.
Sebelumnya, Direktur Investigasi Deputi Penegakan Hukum KPPU Gopprera Panggabean mengatakan pihaknya menemukan dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, khususnya pasal 5 terkait penetapan harga pada bunga pinjol di Indonesia.
"Pada tahap penyelidikan yang ditetapkan melalui Rapat Komisi tanggal 25 Oktober 2023 tersebut, KPPU akan memanggil para pihak termasuk Terlapor, saksi, atau ahli yang berkaitan guna mengumpulkan alat bukti yang cukup terkait dugaan pelanggaran," ungkap Gopprera dalam keterangannya, Jumat (27/10/2023) lalu.
Menurut KPPU, AFPI telah menerbitkan Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi secara Bertanggung Jawab yang mengatur penetapan jumlah total bunga, biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya selain biaya keterlambatan yang tidak melebihi suku bunga flat 0,8% per hari, yang dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman.
Pada tahun 2021, besaran tersebut diatur tidak melebihi 0,4% per hari. Setiap anggota AFPI wajib menandatangani suatu pakta integritas yang di dalamnya mewajibkan anggota untuk tunduk pada pedoman yang dibuat asosiasi tersebut.
Hal inilah yang dianggap sebagai praktik monopoli. Bagi KPPU, menyamakan suku bunga flat itu tidak benar, normalnya setiap pelaku usaha P2P lending memberikan suku bunga lebih rendah dan variasi dari para pesaing sehingga bisa menarik minat masyarakat.
Terkait langkah penyelidikan yang dilakukan KPPU, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S. Djafar mengatakan, pihaknya menghormati proses penyelidikan yang dijalankan lembaga negara tersebut.
"Kami senang sudah bertemu dengan KPPU dan mendapatkan banyak insight terkait persaingan usaha. Untuk itu kami menghormati proses yang sedang berjalan di KPPU dan akan terus memberikan dukungan yang diperlukan sehubungan dengan dugaan potensi pelanggaran terhadap persaingan usaha pinjaman fintech lending khususnya mengenai penetapan besaran maksimal bunga pinjaman," kata Entjik, dalam keterangan tertulis, seperti dikutip Selasa (31/10/2023).
Kendati demikian, ia menyatakan bahwa penetapan tarif suku bunga maksimal pinjaman tidak sama dengan penetapan harga yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Mengenai dugaan potensi pelanggaran besaran bunga maksimal pinjaman, kami konsultasikan ke OJK sebagai regulator industri keuangan sebagaimana juga KPPU sebagai lembaga pengawas persaingan usaha yang sehat," jelasnya
RELATED ARTICLES
Silang Pendapat KPPU dan AFPI Soal Bunga Pinjol
KPPU menilai ada kongkalikong bunga pinjol, sementara asosiasi melihat bunga sebagai upaya monopoli karena sudah melapor ke OJK
Context.id, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam tahap penyelidikannya sudah menetapkan sebanyak 44 fintech peer-to-peer (P2P) lending alias pinjaman online (pinjol) sebagai terlapor menyangkut dugaan monopoli bunga pinjaman.
Sebelumnya, Direktur Investigasi Deputi Penegakan Hukum KPPU Gopprera Panggabean mengatakan pihaknya menemukan dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, khususnya pasal 5 terkait penetapan harga pada bunga pinjol di Indonesia.
"Pada tahap penyelidikan yang ditetapkan melalui Rapat Komisi tanggal 25 Oktober 2023 tersebut, KPPU akan memanggil para pihak termasuk Terlapor, saksi, atau ahli yang berkaitan guna mengumpulkan alat bukti yang cukup terkait dugaan pelanggaran," ungkap Gopprera dalam keterangannya, Jumat (27/10/2023) lalu.
Menurut KPPU, AFPI telah menerbitkan Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi secara Bertanggung Jawab yang mengatur penetapan jumlah total bunga, biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya selain biaya keterlambatan yang tidak melebihi suku bunga flat 0,8% per hari, yang dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman.
Pada tahun 2021, besaran tersebut diatur tidak melebihi 0,4% per hari. Setiap anggota AFPI wajib menandatangani suatu pakta integritas yang di dalamnya mewajibkan anggota untuk tunduk pada pedoman yang dibuat asosiasi tersebut.
Hal inilah yang dianggap sebagai praktik monopoli. Bagi KPPU, menyamakan suku bunga flat itu tidak benar, normalnya setiap pelaku usaha P2P lending memberikan suku bunga lebih rendah dan variasi dari para pesaing sehingga bisa menarik minat masyarakat.
Terkait langkah penyelidikan yang dilakukan KPPU, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S. Djafar mengatakan, pihaknya menghormati proses penyelidikan yang dijalankan lembaga negara tersebut.
"Kami senang sudah bertemu dengan KPPU dan mendapatkan banyak insight terkait persaingan usaha. Untuk itu kami menghormati proses yang sedang berjalan di KPPU dan akan terus memberikan dukungan yang diperlukan sehubungan dengan dugaan potensi pelanggaran terhadap persaingan usaha pinjaman fintech lending khususnya mengenai penetapan besaran maksimal bunga pinjaman," kata Entjik, dalam keterangan tertulis, seperti dikutip Selasa (31/10/2023).
Kendati demikian, ia menyatakan bahwa penetapan tarif suku bunga maksimal pinjaman tidak sama dengan penetapan harga yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Mengenai dugaan potensi pelanggaran besaran bunga maksimal pinjaman, kami konsultasikan ke OJK sebagai regulator industri keuangan sebagaimana juga KPPU sebagai lembaga pengawas persaingan usaha yang sehat," jelasnya
POPULAR
RELATED ARTICLES