Share

Stories 04 Oktober 2023

BUMN Indonesia Jual Senjata ke Junta Militer Myanmar?

Mantan Jaksa Agung Indonesia dan aktivis HAM dari PBB melaporkan tiga BUMN Indonesia dengan tuduhan menjual senjata ke junta militer Myanmar

Context.id, JAKARTA - Tiga perusahaan pelat merah Indonesia dituding terlibat perdagangan senjata ilegal kepada junta militer Myanmar yang diduga menindas warga sipil pascakudeta pemerintahan sah pada Februari 2022.

Tiga BUMN yang dituding melakukan perbuatan lancung itu merupakan perusahaan yang bergerak di industri pertahanan yakni PT PINDAD, PT PAL dan PT. Dirgantara Indonesia (Persero). 

Para pihak yang melaporkannya adalah organisasi HAM non-pemerintah yang berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Myanmar Accountability Project dan Chin Human Rights Organization. 

Selain organisasi internasional, ada mantan Jaksa Agung Indonesia sekaligus eks pelapor khusus hak asasi manusia untuk PBB, Marzuki Darusman yang juga ikut melaporkan tiga BUMN tersebut. 

Ketiganya dilaporkan ke Komnas HAM telah melanggar regulasi Indonesia serta perjanjian internasional, yakni Konvensi Jenewa tahun 1949. 

Bagian turunan dari konvensi itu merujuk pernyataan Komite Palang Merah Internasional, meminta negara-negara memutus hubungan perdagangan alutsista kepada sebuah negara yang diduga kuat akan memanfaatkan persenjataan itu untuk melanggar hukum humaniter. 

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Jenewa melalui UU Nomor 59 Tahun 1958 dan oleh karenanya terikat pada perjanjian internasional tersebut.

Sementara untuk hukum di Indonesia, para pelapor menyebut penjualan persenjataan ke Myanmar juga tidak sesuai dengan Pasal 28 UUD 1945 serta UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Mereka mendasarkan laporan mereka, antara lain, pada temuan Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar, Tom Andrews, yang menyebut tiga BUMN tersebut memiliki hubungan dagang persenjataan dengan Myanmar sebelum kudeta tahun 2022. 

Ada dugaan jual-beli itu terus berlanjut ketika pemerintah junta militer Myanmar kembali berkuasa. Selain itu, tiga BUMN ini juga terindikasi memiliki perjanjian jual-beli persenjataan dengan Myanmar setidaknya sejak tahun 2014, menurut temuan para pelapor PBB itu. 

Merujuk pada laporan ke Komnas HAM seperti dikutip dari BenarNews, media asing yang berbasis di Amerika Serikat, hubungan dagang antara tiga BUMN dan pemerintah Myanmar difasilitasi perusahaan bernama True North Company Limited. 

Korporasi ini dimiliki oleh Htoo Htoo Shein Oo, yang merupakan putra dari Menteri Keuangan dan Perencanaan Myanmar pada rezim junta militer saat ini, Win Shein.

Shein belakangan mendapat sanksi internasional dari pemerintah Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa, atas keterlibatannya dalam kudeta dan dugaan represi terhadap kelompok anti-junta militer.

Dalam laporan kepada Komnas HAM, delegasi militer Myanmar juga disebut pernah berkunjung ke PT. Dirgantara Indonesia (Persero) dan bertemu lagi di Singapore Airshow tahun 2020.

“Fakta bahwa alutsista dipromosikan secara aktif setelah kampanye genosida terhadap Rohingya dan kudeta tahun 2021 menimbulkan kekhawatiran serius dan menimbulkan keraguan terhadap kesediaan pemerintah Indonesia untuk mematuhi kewajibannya berdasarkan hukum HAM internasional dan hukum humaniter,” kata Marzuki, mantan Jaksa Agung Indonesia

Para pengadu dan Justice For Myanmar juga mendesak pemerintah untuk menjatuhkan sanksi terhadap True North dan pemiliknya sebagai perantara senjata militer Myanmar.

Peran True North sebagai perusahaan swasta yang menegosiasikan kesepakatan antara militer Myanmar dan perusahaan BUMN tersebut menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan korupsi yang harus diselidiki oleh pihak berwenang Indonesia, pinta para pelapor.

Pindad, yang memproduksi senjata seperti senapan serbu, pistol, senapan sniper, dan senapan mesin, membantah perusahaan tersebut telah menjual senjata ke Myanmar pasca kudeta.

“Kami tidak menjual senjata ke Myanmar. Kalaupun kami melakukannya, itu terjadi pada tahun 2016 sebagai transaksi ekspor. Kebetulan tahun 2016-2017 ada kompetisi AARM (ASEAN Armies Rifle Meet), jadi tidak ada hubungannya dengan situasi di Myanmar,” kata Sekretaris Korporasi PT Pindad seperti dikutip Context dari BenarNews 



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 04 Oktober 2023

BUMN Indonesia Jual Senjata ke Junta Militer Myanmar?

Mantan Jaksa Agung Indonesia dan aktivis HAM dari PBB melaporkan tiga BUMN Indonesia dengan tuduhan menjual senjata ke junta militer Myanmar

Context.id, JAKARTA - Tiga perusahaan pelat merah Indonesia dituding terlibat perdagangan senjata ilegal kepada junta militer Myanmar yang diduga menindas warga sipil pascakudeta pemerintahan sah pada Februari 2022.

Tiga BUMN yang dituding melakukan perbuatan lancung itu merupakan perusahaan yang bergerak di industri pertahanan yakni PT PINDAD, PT PAL dan PT. Dirgantara Indonesia (Persero). 

Para pihak yang melaporkannya adalah organisasi HAM non-pemerintah yang berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Myanmar Accountability Project dan Chin Human Rights Organization. 

Selain organisasi internasional, ada mantan Jaksa Agung Indonesia sekaligus eks pelapor khusus hak asasi manusia untuk PBB, Marzuki Darusman yang juga ikut melaporkan tiga BUMN tersebut. 

Ketiganya dilaporkan ke Komnas HAM telah melanggar regulasi Indonesia serta perjanjian internasional, yakni Konvensi Jenewa tahun 1949. 

Bagian turunan dari konvensi itu merujuk pernyataan Komite Palang Merah Internasional, meminta negara-negara memutus hubungan perdagangan alutsista kepada sebuah negara yang diduga kuat akan memanfaatkan persenjataan itu untuk melanggar hukum humaniter. 

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Jenewa melalui UU Nomor 59 Tahun 1958 dan oleh karenanya terikat pada perjanjian internasional tersebut.

Sementara untuk hukum di Indonesia, para pelapor menyebut penjualan persenjataan ke Myanmar juga tidak sesuai dengan Pasal 28 UUD 1945 serta UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Mereka mendasarkan laporan mereka, antara lain, pada temuan Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar, Tom Andrews, yang menyebut tiga BUMN tersebut memiliki hubungan dagang persenjataan dengan Myanmar sebelum kudeta tahun 2022. 

Ada dugaan jual-beli itu terus berlanjut ketika pemerintah junta militer Myanmar kembali berkuasa. Selain itu, tiga BUMN ini juga terindikasi memiliki perjanjian jual-beli persenjataan dengan Myanmar setidaknya sejak tahun 2014, menurut temuan para pelapor PBB itu. 

Merujuk pada laporan ke Komnas HAM seperti dikutip dari BenarNews, media asing yang berbasis di Amerika Serikat, hubungan dagang antara tiga BUMN dan pemerintah Myanmar difasilitasi perusahaan bernama True North Company Limited. 

Korporasi ini dimiliki oleh Htoo Htoo Shein Oo, yang merupakan putra dari Menteri Keuangan dan Perencanaan Myanmar pada rezim junta militer saat ini, Win Shein.

Shein belakangan mendapat sanksi internasional dari pemerintah Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa, atas keterlibatannya dalam kudeta dan dugaan represi terhadap kelompok anti-junta militer.

Dalam laporan kepada Komnas HAM, delegasi militer Myanmar juga disebut pernah berkunjung ke PT. Dirgantara Indonesia (Persero) dan bertemu lagi di Singapore Airshow tahun 2020.

“Fakta bahwa alutsista dipromosikan secara aktif setelah kampanye genosida terhadap Rohingya dan kudeta tahun 2021 menimbulkan kekhawatiran serius dan menimbulkan keraguan terhadap kesediaan pemerintah Indonesia untuk mematuhi kewajibannya berdasarkan hukum HAM internasional dan hukum humaniter,” kata Marzuki, mantan Jaksa Agung Indonesia

Para pengadu dan Justice For Myanmar juga mendesak pemerintah untuk menjatuhkan sanksi terhadap True North dan pemiliknya sebagai perantara senjata militer Myanmar.

Peran True North sebagai perusahaan swasta yang menegosiasikan kesepakatan antara militer Myanmar dan perusahaan BUMN tersebut menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan korupsi yang harus diselidiki oleh pihak berwenang Indonesia, pinta para pelapor.

Pindad, yang memproduksi senjata seperti senapan serbu, pistol, senapan sniper, dan senapan mesin, membantah perusahaan tersebut telah menjual senjata ke Myanmar pasca kudeta.

“Kami tidak menjual senjata ke Myanmar. Kalaupun kami melakukannya, itu terjadi pada tahun 2016 sebagai transaksi ekspor. Kebetulan tahun 2016-2017 ada kompetisi AARM (ASEAN Armies Rifle Meet), jadi tidak ada hubungannya dengan situasi di Myanmar,” kata Sekretaris Korporasi PT Pindad seperti dikutip Context dari BenarNews 



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Universitas Brown Kembalikan Lahan Bersejarah kepada Suku Indian Pokanoket

Brown University mengalihkan kepemilikan lahannya di Mount Hope kepada suku Pokanoket untuk menghormati warisan budaya dan sejarah leluhur mereka.

Context.id . 06 December 2024

Myanmar Menjadi Negara dengan Jumlah Korban Ranjau Darat Terbanyak

Laporan Landmine Monitor 2024 mencatat warga sipil, termasuk anak-anak, menanggung beban paling besar akibat ranjau darat

Context.id . 05 December 2024

Militer China Terus Memperbarui Senjata Hipersonik dan Elektromagnetiknya

China terus melakukan uji coba senjata kendaraan hipersonik dan elektromagnetiknya yang bisa melumpuhkan kawasan strategis musuh

Context.id . 04 December 2024

Bendung Dampak Perang Dagang Perusahaan China Merekrut Eksekutif Global

Serangan terhadap ekonomi China melalui perang tarif membuat perusahaan di Negeri Tirai Bambu ini mengambil strategi baru, merekrut eksekutif yang ...

Context.id . 04 December 2024